Selain mengusir rasa kantuk, energi yang dihadirkan dalam secangkir kopi mereka nikmati dengan melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Seperempat responden mengaku, kopi bisa menjadi teman menuntaskan tugas.
Oleh
AGUSTINA PURWANTI
·5 menit baca
Jika saat ini vaksinasi Covid-19 dosis ketiga sedang digencarkan sebagai booster atau penguat kekebalan tubuh, kopi hadir sebagai penyemangat atau mood booster bagi para penikmatnya.
”Buat saya, kopi itu sebagai booster selama pengambilan gambar film.” Begitulah pengakuan Roy Lolang, seorang sutradara film, kepada Kompas saat menceritakan kenikmatan secangkir kopi (Kompas, 12 November 2021).
Roy pun tak sendirian. Jajak pendapat Kompas yang dilakukan pada akhir bulan lalu menangkap perasaan serupa. Dua dari lima responden mengaku merasa rileks dan lebih berenergi menjalani aktivitas setelah meneguk kopi. Maka, meminum kopi sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari.
Respons itu muncul tak lepas dari kandungan kafein yang dimiliki kopi. Sejumlah penelitian pun memperkuat temuan tersebut. Merujuk Institute for Scientific Information on Coffee (ISIC), asupan 100mg kafein (setara secangkir kopi) secara signifikan dapat menurunkan kelelahan dan meningkatkan energi.
Kapan pun dan dimana pun
Guna mendapatkan energi positif tersebut, kopi biasanya dikonsumsi sebelum berakitivitas. Seperti yang dilakukan oleh tiga dari lima responden jajak pendapat Kompas. Mereka memulai hari-hari mereka dengan menyeruput kopi di pagi hari. Menurut sejumlah penelitian ISIC yang dimulai sejak 1990, efek mood dari kopipaling terasa di pagi hari.
Meski demikian, efek penyemangat dari kopi dinilai tidak dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Agar energi dan suasana hati tetap terjaga dan berkelanjutan sepanjang hari, ISIC menyarankan konsumsi kopi dilakukan setiap 4 jam sekali.Artinya, menikmati kopi tak hanya dapat dilakukan saat pagi hari, tetapi kapanpun. Seperti dilakukan oleh sepertiga responden jajak pendapat, mereka lebih sering mengonsumsi kopi saat siang atau malam hari.
Waktu menikmati kopi yang beragam itu pun membuat pilihan lokasi mengonsumsi kopi turut beragam. Lantaran mayoritas responden mengonsumsi kopi di pagi hari, maka ruang hunian menjadi tempat favorit mereka menyeruput kopi setiap harinya. Tiga per empat responden mengatakan, mereka paling sering menikmati secangkir kopi di rumah, tempat kos, ataupun tempat tinggal lainnya sebelum memulai aktivitas.
Mereka menyeduh sendiri kopi yang ingin mereka nikmati. Tentu dengan selera masing-masing, dengan atau tanpa pemanis. Hanya saja, meminum kopi tanpa gula ataupun pemanis lain lebih disarankan karena lebih bermanfaat untuk kesehatan. Apalagi dengan anjuran konsumsi kopi setiap 4 jam sekali atau tiga hingga empat cangkir dalam sehari. Kebiasaan tersebut terbukti dapat menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung (Kompas, 30 Agustus 2021).
Sementara mengonsumsi kopi saat siang, sore, ataupun malam hari biasanya mereka lakukan di tempat bekerja. Selain menjaga suasana hati dan energi, hal itu mereka lakukan guna mengusir kantuk yang sering menyerang di sela-sela aktivitas. Dua puluh persen responden jajak pendapat mengaku, menghilangkan rasa kantuk menjadi alasan utama mereka mengonsumsi kopi, alih-alih hanya meningkatkan suasana hati.
Ruang diskusi
Selain mengusir rasa kantuk, energi yang dihadirkan dalam secangkir kopi yang mereka nikmati dengan melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Seperempat responden mengaku, kopi bisa menjadi teman saat mereka harus menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas mereka.
Kopi juga bisa menemani mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan santai, seperti menonton, membaca, mengoperasikan gawai, ataupun sekadar menikmati camilan.Tak hanya itu, kopi juga mereka nikmati sambil mengobrol dan bersosialisasi meski di ruang terbatas sekalipun. Lebih dari seperempat responden mengatakan, mereka lebih sering mengonsumsi kopi sembari mengobrol. Membuat kopi lebih ”berisi”, bukan tidak mungkin secangkir atau beberapa cangkir kopi juga hadir di tengah diskusi keluarga lantaran kopi diminati semua kalangan dari berbagai kelompok usia.
Meski kecenderungan konsumsi kopi di tempat hunian mendominasi, tempat-tempat terbuka yang menyediakan kopi juga masih diminati. Sekitar 14 responden mengaku, mereka lebih suka menikmati kopi di warung ataupun kedai kopi. Pasalnya, tempat-tempat tersebut memberi ruang lebih bagi mereka untuk menikmati kopi sembari diskusi.
Secara khusus, kedai kopi tidak hanya menjadi sarana bersosialisasi, tetapi juga bisa menjadi ”sekolah” ataupun ”kantor” bagi sebagian orang. Apalagi, fasilitas kedai kopi, seperti jaringan internet yang stabil dan tempat yang memadai, membuat mereka memperoleh lebih banyak manfaat, tak sekadar meneguk secangkir kopi.Umumnya, konsep ini lebih diminati oleh kalangan milenial. Empat belas persen responden jajak pendapat yang memilih menikmati kopi di warung atau kedai kopi ini lebih banyak diisi oleh kelompok usia di bawah 24 tahun.
Minat tersebut pun didukung oleh kian menjamurnya warung dan kedai kopi di seluruh pelosok negeri. Merujuk hasil riset Toffin, salah satu platform bisnis kopi, kedai kopi di Indonesia mencapai lebih dari 2.950 gerai pada Agustus 2019. Jumlah tersebut meningkat hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2016.
Secara riil, angka tersebut bisa jauh lebih besar lantaran survei yang dilakukan Toffin tidak mencakup kedai kopi independen, baik yang modern maupun tradisional di sejumlah daerah. Hanya di kota-kota besar. Belum lagi, pedagang kopi keliling juga dapat dijumpai d imana-mana, dengan sepeda ataupun gerobak.Artinya, ruang-ruang diskusi terbuka lebar bagi siapa pun dan di mana pun, yang dapat mereka kunjungi sembari menikmati minuman kopi.
Tak hanya itu, Indonesia juga menjadi salah satu produsen kopi terbesar di dunia. Oleh karena itu, minat kopi yang tinggi, baik di ruang hunian maupun ruang terbuka, seharusnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Energi dari kopi tetap didapatkan, ruang-ruang diskusi terpenuhi, sekaligus mendukung aktivitas ekonomi. (Litbang Kompas)