Kurir tidak bertemu langsung bandarnya untuk meminimalisir atau agar jejaknya tidak tidak terendus polisi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS – Barang terlarang yang digolongkan narkoba masih marak beredar di Jabodetabek. Kini, Kepolisian Resor Metro Depok menggagalkan peredaran ganja seberat 17 kilogram dari seorang kurir berinisial S (24). Polisi masih mengembangkan kasus dan mencari 2 orang bandar yang memasok barang itu.
Kepala Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar E Zulpan dalam keterangan pers daring mengatakan, petugas Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Depok menangkap S di Kampung Utan Jaya, Kelurahan Pondok Jaya, Cipayung, Depok, dengan barang bukti ganja 17 kg.
Berdasarkan penyelidikan, barang bukti ganja itu didapat dari seseorang yang dikirim bandar berinisial A. Kurir tidak ketemu langsung bandarnya untuk meminimalisir atau jejaknya tidak tidak terendus polisi. “Ia mengambil ganja tersebut dari bandar inisial A, lalu ada bandar lagi berinisial B. Keduanya sekarang jadi DPO. Ini modusnya sistem tempel barang diterima tanpa bertemu dengan pengirimnya (bandar),” Zulpan, Kamis (27/1/2022).
Dari pengakuan tersangka, sebagai kurir ia juga merangkap sebagai pengedar. S mendapat bayaran dari peredaran ganja Rp 1 juta per 1 kilogram. Tak hanya ganja, ia pun pernah mengedarkan sabu pada November 2021 seberat 500 gram. Barang itu akan ia jual lagi ke calon pelanggan dengan harga yang lebih mahal.
“Kami masih terus mengembangkan kasus ini termasuk jaringannya,” ujar Zulpan.
S dikenakan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto 132 ayat 1. S terancam hukuman seumur hidup.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengungkap produksi obat-obatan ilegal di sebuah rumah di Cibinong, Jawa Barat, Rabu (26/1/2022). Rumah produksi obat ilegal yang sudah beroperasi sejak setahun itu, memproduksi obat sekitar 20.000-30.000 butir per hari.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Jayadi mengatakan, obat-obatan yang diproduksi merupakan obat-obat keras dan terlarang, seperti Tramadol. Di lokasi itu, polisi juga menemukan bahan baku obat seperti allopurinol.
"Di pasar dikenal sebagai obat asam urat. Itu bahan baku yang meraka buat untuk membuat Tramadol. Mereka cetak menjadi butiran berlogo AM," ujar Jayadi, dalam keterangan tertulisnya.
Para pelaku mengedarkan obat-obatan ilegal itu di wilayah Jabodetabek dengan harga Rp 1 juta per boks yang berisi 20.000 butir. Pembelinya obat ilegal itu adalah distributor obat-obat yang menjualnya kembali kepada konsumen.
Dari hasil pengungkapan itu, Jayadi melanjutkan, pihaknya menangkap 11 orang dan tiga orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka yaitu AR, YN, dan IW.
Para tersangka dikenakan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar. Tersangka juga dikenakan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.