Usut Sumber 25 Gram Sabu, Polisi Depok Ungkap Pengiriman 258 Kg di Pekanbaru
Penyelundupan narkoba yang disinyalir dari China melalui Malaysia lalu masuk ke Indonesia via Sumatera belum terbendung. Aliran barang haram itu yang terbaru diungkap polisi di Pekanbaru, Riau.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Personel Kepolisian Resor Metro Depok, Jawa Barat, pada Februari ini menggagalkan upaya penyelundupan 258 kilogram sabu di Pekanbaru, Riau. Pengungkapan ini merupakan hasil pengusutan sumber narkoba dari lima kasus kecil, yang melibatkan enam tersangka dan total barang buktinya hanya 25 gram sabu.
Sabu ratusan kilogram itu menurut rencana ditebar ke Jawa dan Bali, termasuk ke Jakarta dan sekitarnya. ”Ini membuktikan bahwa ketika kita bekerja dengan serius dan bersungguh-sungguh, pengungkapan kasus besar bisa dimulai dari pengungkapan kasus kecil,” kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran dalam konferensi pers di Polres Metro Depok, Kota Depok, Selasa (9/2/2021).
Fadil menyebutkan, para petugas Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Depok pun tidak langsung mendapatkan tangkapan sabu 258 kg setelah mendalami kasus-kasus dengan jumlah barang bukti 25 gram. Mereka terlebih dahulu mengungkap upaya penyelundupan 44 kg sabu di Kota Padang, Sumatera Barat, pada 6 Januari.
Ini jaringan internasional yang memasukkan barang melalui pelabuhan-pelabuhan tikus, dari Malaysia ke Riau. (Yusri Yunus)
Di Padang, polisi mendapatkan barang bukti serta tersangka berinisial EM di sebuah hotel. Berdasarkan keterangan dia, sabu diketahui berasal dari Pekanbaru. Petugas lalu melacak mobil yang mengantarkan sabu dari Pekanbaru ke Padang, yakni Toyota Kijang Kapsul warna biru bernomor polisi BM 1170 RS.
Kepala Satresnarkoba Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Aldo Ferdian menambahkan, EM juga mengaku transaksi dilakukan di tempat parkir sebuah rumah sakit di Pekanbaru sehingga timnya menyelidiki lokasi tersebut. Pada 1 Februari, polisi melihat mobil BM 1170 RS masuk bersama satu mobil lain, Honda Jazz warna putih dan berpelat nomor BM 1385 DS.
Petugas pun mengepung dua mobil itu. Di mobil Kijang, terdapat seorang tersangka bernama Junaedi beserta tujuh karung dan dua koper yang semuanya berisi sabu terbungkus kemasan-kemasan teh berbahasa China. Adapun di mobil Jazz terdapat tersangka Zulkarnaen dan Eko Saputra, yang membawa empat tas dan satu tas jinjing dengan isi serupa.
”Jika ada kurir yang mereka pun tidak kenal datang untuk mengambil, mereka bakal membuka pintu mobil dari jarak jauh menggunakan remote (kunci berpengendali jarak jauh),” ujar Aldo. Ketiga tersangka menyatakan barang diambil dari Dumai, Riau, dan berat sabu keseluruhan mencapai 258 kg.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menuturkan, bungkus kemasan teh pada paket sabu menandakan barang berasal dari China dan masuk ke Sumatera melalui Malaysia. ”Ini jaringan internasional yang memasukkan barang melalui pelabuhan-pelabuhan tikus, dari Malaysia ke Riau,” ucapnya.
Terdapat tiga buron yang terkait peredaran sabu tersebut dan masih dikejar polisi. Salah satu buron diketahui dalam satu tahun terakhir mampu memasok sabu ke beberapa kota di Sumatera dan Jawa.
Fadil mengatakan, jika satu gram sabu bisa digunakan oleh delapan orang, penyitaan 258 kg sabu menyelamatkan lebih dari dua juta jiwa dari ancaman bahaya narkoba. Penggunaan sabu meningkatkan risiko beragam penyakit, salah satunya sakit jantung, dan bisa berlanjut ke kematian.
Fadil menekankan, para anggota yang terlibat mengungkap upaya penyelundupan sabu dengan jumlah fantastis ini berpeluang menerima penghargaan yang bisa menunjang kemajuan karier mereka. Contohnya, mereka bisa mendapatkan pin emas Kepala Polri yang bisa jadi modal kenaikan pangkat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, seperti sekolah inspektur polisi bagi bintara dan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau mengikuti sekolah staf dan pimpinan (sespim) Polri bagi perwira.
Namun, mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto menyayangkan Polri masih terlalu fokus pada pemberantasan peredaran narkoba untuk menekan pasokan. “Penanganan masalah narkoba belum komprehensif dan total,” katanya.
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional itu menyebutkan, jika pemberantasan untuk menekan pasokan tidak diimbangi dengan upaya menekan permintaan, peredaran bakal tetap tinggi. Apalagi, di era pandemi Covid-19, banyak warga kehilangan pekerjaan dan mengalami tekanan sehingga berisiko mencari pelarian dari narkoba.
”Kalau hanya pemberantasan yang menyebabkan pasokan berkurang, maka harga akan naik dan bandar semakin kaya,” ujar Benny. Itu lantaran arus permintaan tetap atau bertambah tinggi.
Upaya menekan permintaan terdiri dari dua kegiatan, yakni pencegahan bagi yang belum terpapar narkoba dan rehabilitasi bagi yang sudah kecanduan atau menyalahgunakan. Benny mempertanyakan mengapa masih banyak penyalahguna narkoba yang dipenjara, padahal aturan terkait rehabilitasi sudah jelas.
Salah satu aturan tersebut yakni Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala Polri, dan Kepala BNN Tahun 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Menhukham Yasonna Laoly mengatakan, lebih dari 50 persen dari 260.000 penghuni lembaga pemasyarakatan berasal dari kasus penyalahgunaan obat terlarang. Parahnya, pemakai jadi satu dengan kurir dan bandar di penjara (Kompas, 26/11/2020).