Inisiatif polisi disambut antusiasme mereka yang terlibat balapan motor jalanan. Namun, tanpa melibatkan warga sekitar, hal ini rentan memicu reaksi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
Beberapa pemuda mengerumuni kendaraan roda dua setinggi setengah paha orang dewasa. Dari jauh, kendaraan itu tampak seperti sepeda lipat dengan roda kecil dan rangka minimalis merah mengilat. Siapa sangka, kendaraan itu ternyata adalah motor balap bermesin 200 cc di tengah ajang Street Race yang digelar di Ancol, Minggu (16/1/2021).
Daeng (32), pemilik motor itu, menceritakan bahwa motor itu awalnya motor skuter yang kinerja mesin dasarnya hanya sekitar 110 cc. Motor itu lalu ia modifikasi di bengkelnya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, setahun lalu. Tak tanggung-tanggung, ia mengeluarkan modal sekitar Rp 50 juta.
Ia mempercayakan motor itu untuk ditunggangi Dian Nafidin alias Bogel (19). Pemuda asal Kemayoran, Jakarta Utara, itu berprofesi sebagai joki atau pembalap motor jalanan. Selain motor Daeng, Bogel juga kerap membawa motor milik orang lain untuk diikutkan ajang balapan motor liar.
”Seminggu sekali saya bawa beberapa motor buat di-setting di tempat balapan di Sentul, Bogor. Kalau balapannya sendiri enggak terlalu sering,” kata pemuda yang sudah beristri tersebut saat ditemui di Ancol, Jakarta Utara, Minggu (16/1/2022).
Dari jasa penyetelan atau pengetesan kecepatan sepeda motor yang akan dilombakan, ia bisa mendapat Rp 500.000 per motor. Jika setiap minggu ia membawa 4-5 motor, dalam sebulan ia bisa mengantongi Rp 8 juta sampai Rp 10 juta.
Belum lagi, jika ia mengikuti balapan trek lurus (drag race). Dari uang taruhan yang didapatkan tim pemilik motor, ia akan mendapatkan bagian sekitar 30 persen. Jika dalam taruhan, pemenang mendapatkan Rp 30 juta, bagiannya sekitar Rp 10 juta. Pekerjaan yang diawali dengan kegemaran mengutak-atik motor itu kini menjadi sumber penghidupan bagi Bogel.
Kemudahan mendapat uang dari dunia balap motor jalanan juga diakui Daeng. Dalam setahun, modalnya memodifikasi motor kembali. Walau demikian, ia mengaku jarang mengambil bagian dari hasil taruhan. Ia lebih sering menyerahkan uang kemenangan untuk tim mekaniknya dan joki.
”Kadang kepakai juga buat bayar polisi kalau motor kita ditahan pas kena razia,” imbuh karyawan swasta yang sudah menekuni dunia perakitan motor sejak duduk di bangku sekolah menengah kejuruan (SMK) itu.
Terkena razia polisi memang salah satu risiko di dunia balap motor jalanan yang biasa dilakulan secara liar. Risiko lainnya bisa berupa cedera, luka, hingga patah tulang, seperti yang beberapa kali dialami Bogel selaku joki.
Pengalaman dikejar polisi juga sering dialami komunitas pengguna motor ninja asal Jakarta Selatan. Dimas Ananthya, pendiri dan Ketua Komunitas Ora Ninja Ora Cinta, mengatakan, anggota komunitasnya yang mencapai seratusan memang suka mengadakan balapan pada malam hari di Jalan Layang Nontol Antasari.
”Pengalaman dikejar polisi pasti ada, apalagi kalau kita ketahuan lagi ramai-ramai. Biasanya kena di atas jam 12 makan, pas polisi ngadain patroli malam. Cuma biasanya polisi persuasif aja, nyuruh pulang dan bubar,” tuturnya yang turut hadir di Ancol bersama komunitas motor jalanan lainnya.
Hari itu, mereka mengikuti kegiatan latihan bersama di kawasan Taman Impian Jaya Ancol. Berbeda dengan kegiatan yang biasa mereka ikuti di lokasi liar tidak berizin, kini sebuah trek balapan motor tersedia di Jalan Inspeksi Kali Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Lokasi itu disiapkan Polda Metro Jaya sebagai tempat penyelenggaraan street race. Walau pendaftaran acara itu baru dibuka seminggu lalu di media sosial, sebanyak 350 motor didaftarkan. Ini belum termasuk tim-tim yang terlibat, seperti joki atau pengendara, mekanik, hingga pemilik bengkel motor.
Mereka hadir mengikuti beragam kelas balapan sejak pukul 10.30 sampai pukul 16.30. Kelas balapan itu, antara lain matic 4-tak, sport 2-tak, sunmori, bebek 2-tak, bebek 4-tak, FFA, sport 4-tak, dan kelas Vespa. Balapan itu diadakan di jalan lurus sepanjang 800 meter.
Selain komunitas pembalap, ratusan penonton lainnya juga terlihat memenuhi arena kelas balapan. Tidak hanya anak muda, yang mayoritas laki-laki, perempuan hingga anak kecil juga terlihat meramaikan lokasi. Suara bising motor dan asap knalpot yang berbau tajam meski dari balik masker tidak mengenyahkan mereka.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran, yang membuka acara itu bersama jajarannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Ikatan Motor Indonesia (IMI), berharap fasilitas itu bisa mentransformasi citra pembalap motor jalanan.
Fadil mencatat, di wilayah hukumnya terdapat 39 lokasi jalan yang digunakan sebagai tempat balapan liar. Untuk mengurangi tempat-tempat itu, Fadil juga akan mengerahkan jajarannya di setiap wilayah kota agar mencari tempat yang layak untuk dipakai sebagai lokasi balapan yang legal.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, mereka telah mencari lokasi di wilayah Tangerang Selatan hingga Bekasi. Lokasi itu ditargetkan bisa dipakai untuk penyelenggaraan acara serupa ke depan.
”Jadi agar mereka punya wadah, tidak lagi melaksanakan balapan dengan menutup jalan. Mereka kita wadahi untuk melaksanakan balapan di tempat yang sudah kita tentukan. Dengan demikian, keamanan lebih terjamin, tidak mengganggu arus lalu lintas,” tuturnya.
Selain ajang latihan di akhir pekan, Polda Metro Jaya dan komunitas juga merencanakan membuka lokasi balap jalanan resmi ini beberapa kali dalam seminggu. Selain itu, mereka juga akan menggandeng sponsor untuk memberikan hadiah kepada pembalap.
Para penekun dunia balap motor pun mengapresiasi upaya kepolisian menggandeng mereka. Dimas, misalnya, mengatakan, adanya tempat balapan legal menjadi harapan mereka. ”Kami perlu ini, karena motor kami semua rata-rata bermasalah, ada yang enggak bisa bayar pajak kendaraan, ada yang enggak layak di jalan raya karena enggak ada spion dan sebagainya,” paparnya.
Tidak berhenti di situ, pelaku balap motor jalanan juga menginginkan kegiatan itu diikuti pelatihan. Dimas menilai, pelatihan akan membuat transformasi komunitas mereka lebih paripurna.
Harapan itu pun dijanjikan Kapolda Metro Jaya. Polda Metro Jaya akan bekerja sama dengan pihak lain untuk memberi pelatihan keselamatan di jalan hingga pelatihan menjadi pembalap profesional. Dengan ini, citra pembalap motor jalanan diharapkan berubah dari liar menjadi berkelas.
Namun, sebelum semua itu tercapai, polisi harus merespons keluhan warga Pademangan yang mengaku bising dan khawatir pada risiko tawuran akibat berkumpulnya banyak pembalap jalanan. Mereka ingin dilibatkan dalam ajang itu.