Kontroversi Rahmat Effendi Berujung Operasi Tangkap Tangan KPK
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dikabarkan dibekuk KPK. Menjabat Wali Kota sejak 2012, politisi Partai Golkar tersebut memang tak pernah lepas dari kontroversi penggunaan anggaran daerah.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (5/1/2021) siang. Politisi Partai Golkar itu selama memimpin Kota Bekasi tidak terlepas dari kontroversi penggunaan anggaran daerah. Dia juga selama ini vokal mendesak pemerintah provinsi agar memberi porsi anggaran lebih besar untuk Kota Bekasi.
Informasi operasi tangkap tangan di Kota Bekasi dibenarkan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu sore. OTT di Bekasi dilakukan pada Rabu sekitar pukul 14.00. Ada pihak swasta dan penyelenggara negara yang ditangkap oleh tim KPK.
Berdasarkan informasi dari sumber Kompas, KPK diduga menangkap Rahmat Effendi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan. Namun, saat dikonfirmasi soal identitas dan kaitan kasus penangkapan di Kota Bekasi, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron enggan membeberkannya. Saat Kompas menanyakan, apakah salah satu pihak yang diamankan merupakan Rahmat Effendi, ia tidak menjawab tegas.
”Kami saat ini sedang memeriksa para pihak untuk membuat terang dugaan tindak pidana korupsi yang sedang kami selidiki. Mohon bersabar pada saatnya nanti kami akan sampaikan setelah proses pemeriksaan selesai,” kata Ghufron.
Pemerintah Kota Bekasi sejauh ini masih belum bersuara setelah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Rabu siang. Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati pada Rabu pukul 17.00 sempat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi. Namun, dia memilih untuk langsung masuk ke mobilnya dan pergi.
Baca juga: KPK Tangkap Wali Kota Bekasi dalam OTT, Diduga Terkait Pengadaan Barang dan Jasa
Di Kantor Dewan Pimpinan Cabang PDI-P Kota Bekasi, Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, yang ditemui sekitar pukul 18.00, juga tak menjawab pertanyaan wartawan. Tri, yang juga politisi PDI-P itu, saat ditemui tengah didampingi Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Sukur Nababan.
Sukur, yang saat itu berada di samping Tri, mengatakan, pihaknya belum tahu soal informasi OTT KPK di Bekasi. ”Saya juga baru cek sama Pak Tri, beliau juga belum tahu,” katanya.
Anggaran bernilai fantastis
Pemerintah Kota Bekasi saat ini memang tengah menjadi sorotan terkait pengadaan karangan bunga yang tercantum dalam APBD 2022 dengan pagu anggaran mencapai Rp 1,1 miliar. Menurut Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Selasa (4/1/2021), pemberian ucapan melalui karangan bunga itu sebagai salah satu sarana menjalin komunikasi dengan masyarakat. Dia meminta agar jangan dilihat nilai atau besaran dari anggaran tersebut.
”Jangan dilihat nilainya, tetapi itu bentuk perhatian kepala daerah terhadap hubungan dengan warganya,” ujar politisi kelahiran 3 Februari 1964 itu.
Penggunaan anggaran negara dengan nilai fantastis juga pernah tercantum dalam APBD 2021 Kota Bekasi. Alokasi anggaran yang mencapai Rp 1 miliar itu digunakan untuk pembelian kendaraan operasional pimpinan DPRD Kota Bekasi.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat itu mengatakan, anggaran belanja mobil operasional pimpinan DPRD Kota Bekasi itu awalnya dianggarakan dalam APBD Kota Bekasi. Namun, dalam perjalanannya, pimpinan DPRD merasa tidak lagi membutuhkan mobil tersebut.
”Karena sudah telanjur dianggarkan, kebetulan di dinas-dinas tidak punya mobil. Maka, mobil-mobil dipakai oleh kami,” ujar Rahmat, 31 Agustus 2021.
Baca juga: Kota Bekasi Alokasikan Rp 1,1 Miliar untuk Biaya Karangan Bunga
Pembelian mobil operasional itu juga disebut sebagai bagian dari hak pejabat yang harus dipenuhi. Di Kota Bekasi, masih banyak pemimpin operasi perangkat daerah yang belum memiliki mobil operasional. ”Ini karena memang kebutuhan karena tidak punya mobil. Hak pejabat, kecuali sudah ada, (tetapi) tambahan, itu memang tidak boleh. Ini, kan, tidak punya mobil,” katanya.
Penggunaan anggaran daerah untuk pembelian mobil dinas pada 2021 saat itu memang menjadi ironi. Sebab, di tahun itu pula, tepatnya di masa PPKM darurat, Rahmat mengaku sudah tidak punya anggaran untuk membantu warga, terutama pekerja yang harus dirumahkan akibat terdampak pembatasan. Pemerintah daerah hanya membantu warga yang terpapar Covid-19 melalui skema kerja sama dengan para pengembang yang berinvestasi di Kota Bekasi, (Kompas.id, 16/7/2021).
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan, Rahmat Effendi selama memimpin Kota Bekasi sering menelurkan kebijakan-kebijakan kontroversial yang menelan anggaran daerah cukup fantastis. Beberapa di antaranya program Kartu Indonesia Sehat dan tenaga honorer di lingkungan pemerintah daerah.
”Itu cukup besar menyedot anggaran negara. Saat itu APBD Kota Bekasi sampai mengalami defisit,” ujarnya.
BPK bahkan saat itu menemukan kejanggalan pada program Kartu Indonesia Sehat. Sebab, kartu sehat ini pada praktiknya diberikan untuk semua warga, sementara Pemerintah Kota Bekasi melaporkan ke BPK bahwa program itu hanya untuk warga miskin. Kartu sehat merupakan program jaminan kesehatan gratis yang dimulai sejak 2017. Dengan menggunakan kartu sehat, warga bisa mendapatkan layanan kesehatan baik di rumah sakit negeri dan swasta tanpa batasan biaya, (Kompas.id, 13/9/2018).
Karena sudah telanjur dianggarkan, kebetulan di dinas-dinas tidak punya mobil. Maka, mobil-mobil dipakai oleh kami.
APBD Kota Bekasi saat itu juga terbebani pembayaran tunjangan perbaikan pendapatan (TPP) aparatur sipil negara (ASN). Sejak Januari 2018, pembayaran TPP untuk 11.000 ASN senilai Rp 90 miliar per bulan. Penghasilan bulanan pejabat eselon III, misalnya, pada 2018 menjadi Rp 30 juta per bulan, naik dari Rp 15 juta per bulan pada 2017. Beban anggaran semakin berat setelah Pemkot Bekasi merekrut 4.000 tenaga kerja kontrak pada 2018. Jumlah mereka lebih dari separuh tenaga kontrak yang ada sekitar 7.000 orang dengan gaji Rp 3,9 juta per bulan.
Modus umum
Adi menambahkan, modus korupsi penyelenggara negara merupakan modus umum. Celah yang digunakan untuk memaling uang rakyat biasanya dari pengadaan barang, penyalahgunaan kewenangan di bidang perizinan, dan gratifikasi. Tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah terjadi akibat biaya politik yang tinggi.
”Di pilkada terakhir 2018, dia (Rahmat Effendi) menggandeng sekian banyak partai politik. Itu saya kira tidak ada yang gratis, tentu ada ongkos politik. Itu memang susah dibuktikan, tetapi sudah jadi rahasia umum bahwa untuk mencalonkan eksekutif dan legislatif itu membutuhkan biaya yang sangat besar,” ujar Adi.
Baca juga: Bansos bagi Warga Terdampak, Pemkot Bekasi Masih Tunggu Pusat
Rahmat Effendi sendiri diketahui sudah menjabat sebagai kepala daerah di Kota Bekasi sejak 2012. Dia awalnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bekasi mendampingi Mochtar Mohamad sebagai Wali Kota Bekasi. Rahmat menjabat sebagai Wali Kota setelah pada 2010, Mochtar ditangkap KPK karena terlibat dalam suap anggota DPRD Bekasi untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi tahun 2010.
Terkait kekayaan pribadi Rahmat, di laman elhkpn.kpk.go.id, per Februari disebutkan harta Wali Kota Bekasi itu mencapai Rp 7,9 miliar.
Sukses membangun Bekasi
Harun (30), salah satu warga yang tinggal di Rawalumbu, Kota Bekasi, tidak menyangka Rahmat Effendi bakal tersangkut kasus korupsi. Rahmat selama menjabat sebagai kepala daerah tidak pernah diisukan terlibat kasus korupsi.
”Kaget ya. Saya enggak pernah kepikiran dia bakal korupsi,” ujar Harun.
Selama Rahmat menjabat sebagai Wali Kota Bekasi, dia juga dinilai cukup berhasil mengubah wajah Kota Bekasi. Dari segi infrastruktur, ada beberapa jalan layang yang berhasil dibangun.
Di sisi pelayanan publik, program mal pelayanan publik juga dinilai sebagai program yang sangat bagus. Program itu kian mendekatkan dan memudahkan warga dalam mengurus dokumen kependudukan.
Rahmat Effendi juga dikenal publik sebagai salah satu tokoh toleransi. Pada 2020, dia mendapat penghargaan sebagai Tokoh Toleransi tahun 2020 dari Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki).
Baca juga: Kota Bekasi Potong Anggaran untuk Hindari Defisit
Rahmat memang berperan penting dalam menjaga kondusivitas dan kerukunan antarumat beraga di daerahnya. Salah satu kiprahnya, yakni menyelesaikan polemik pendirian Gereja Santa Clara di Bekasi Utara. Izin mendirikan bangunan gereja itu diterbitkan sejak 2015 dan baru bisa diresmikan pada 2019. Salah satu penyebabnya yakni banyak penolakan saat gereka itu bakal dibangun.
Terlepas dari berbagai prestasi yang pernah diraih Rahmat, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Rahmat kembali terperangkap kesalahan yang sama dari kepala daerah sebelumnya. OTT KPK seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemimpin masa depan di Bekasi.