Perjuangkan Keadilan, Keluarga Korban Tangkap dan Serahkan Penjahat Seksual ke Polisi
Keluarga korban diminta menangkap sendiri pelaku dan menyerahkannya ke aparat penegak hukum. Demi memperjuangkan keadilan bagi korban, keluarga meringkus pelaku di Stasiun Bekasi saat hendak melarikan diri.
Keluarga korban kekerasan seksual bingung dengan cara penegak hukum menangani kasus mereka, terutama di wilayah Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota. Sebelumnya, polisi baru menahan penjahat seksual terhadap tiga korban yang sudah berstatus tersangka dan terancam pidana penjara di atas lima tahun setelah ada tambahan laporan korban lain. Yang terbaru, sesuai dengan pengakuan keluarga korban di kasus yang lain, aparat bahkan meminta keluarga korban menangkap sendiri pelaku kekerasan seksual.
D (34), seorang ibu rumah tangga di Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, bersama suaminya bahkan menangkap sendiri pelaku kekerasan seksual berinisial A (35). Pelaku tersebut sudah berulang kali menjadikan anak perempuan D, berinisial S (11), sasaran nafsu bejatnya.
”Dari pengakuan anak saya, sudah dua kali dilecehkan. Tetapi, dari kepolisian, sudah dari Agustus 2021,” ucap D di Kantor Komisi Perlindungan Anak Daerah (KAPD) Kota Bekasi, Rabu (22/12/2021) siang.
Terlepas dari standar operasional penegak hukum seperti apa, seharusnya karena kejahatan terhadap anak ini extraordinary crime (kejahatan luar biasa), apa pun alasannya, tetap pertama terduga pelaku seharusnya diamankan dulu.
Pelecehan terakhir yang dialami korban S terjadi pada Minggu (19/12/2021) malam. Saat itu, S bersama beberapa teman sebayanya tengah bermain di luar rumah. Pelaku yang juga tinggal bertetangga dengan korban kemudian mendekati anak-anak tersebut. Dia membujuk mereka dengan iming-iming bakal dibelikan kepiting atau kerang.
”Terus setelah digituin (diperkosa), dia bilang nanti saya kasih uang Rp 2.000, belikan kerang dan kepiting. Dia juga mengancam supaya anak-anak jangan mengadu,” kata D.
Korban S, seusai menjadi obyek kekerasan seksual dari pelaku, memilih menceritakan kejadian itu kepada neneknya satu hari kemudian atau Senin (20/12/2021). Pihak keluarga kemudian melaporkan kejadian tersebut pada Selasa (21/12/2021) dini hari ke Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota.
Seusai melapor, keluarga membawa korban untuk menjalani visum di rumah sakit. Saat mereka masih menunggu hasil visum, D mendapat kabar dari ketua RT kalau pelaku sudah bersiap untuk melarikan diri ke Surabaya, Jawa Timur. D kemudian meminta suaminya untuk segera kembali mencari pelaku. Namun, saat suami D tiba, pelaku telah pergi.
”Karena pelaku sudah kabur, ya sudah, saya ke kantor polisi untuk serahkan hasil visum. Saya juga minta polisi bantu. Malah polisi bilang dia tidak punya hak untuk menangkap,” kata D.
Baca juga: Proses Hukum Pelaku Kekerasan Seksual di Bekasi Dinilai Janggal
D lalu bertanya ke polisi apa yang harus keluarga korban lakukan. Saat itu, D mendapat jawaban dari petugas di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Metro Bekasi Kota yang membuatnya sakit hati. Keluarga korban diminta menangkap sendiri pelaku dan membawa pelaku ke kantor polisi. ”Saya kesal. Maksud saya minta dibantu,” ucap D.
Apa mau dikata, keinginan untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya amat kuat. D bersama anggota keluarga lainnya lalu mencari pelaku di kawasan Stasiun Bekasi. Pelaku saat itu berusaha bersembunyi di salah satu warung di kawasan sekitar stasiun, tetapi ketahuan. Seusai menangkap pelaku, keluarga kemudian menyerahkan pelaku ke polisi.
Ketua KPAD Kota Bekasi Aris Setiawan mengatakan, upaya keluarga menangkap sendiri pelaku merupakan tindakan yang wajar ketika mengetahui anak kandungnya diperlakukan seperti itu. Di satu sisi pelaku masih ada di wilayah sekitar dan berpotensi untuk melarikan diri.
”Wajar keluarga menuntut proses penyelidikan dan cepat menangkap pelaku. Terlepas dari standar operasional penegak hukum seperti apa, seharusnya karena kejahatan terhadap anak ini extraordinary crime (kejahatan luar biasa), apa pun alasannya, tetap pertama terduga pelaku seharusnya diamankan dulu,” ucap Aris.
Polisi berterima kasih
Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari mengatakan, keluarga korban saat melaporkan kejadian yang menimpa anak mereka juga langsung membawa pelaku. Polisi berterima kasih kepada keluarga korban yang sudah membantu sehingga mempercepat proses penyelidikan.
”Pelaku bertetangga dengan korban. Akhirnya karena ketahuan langsung dibawa (ke kantor polisi),” ucap Erna.
Baca juga: Ibu dan Dua Anak Korban Pelecehan Seksual di Bekasi Tagih Proses Hukum
Cara penanganan kasus kekerasan seksual oleh Polres Metro Bekasi Kota memang dipertanyakan publik. Sebelumnya, pada kasus yang lain, ada ibu rumah tangga, SA (40), dan dua anaknya, masing-masing berusia 16 tahun dan 10 tahun, menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh tetangga sekaligus mantan ketua RT mereka berinisial S di kawasan Jatimelati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi.
Dua anak korban menjadi sasaran kekerasan seksual pelaku pada awal Juni 2021. Sementara ibu dari dua anak itu juga menjadi obyek kejahatan seksual orang yang sama pada 27 September 2021. Pelaku kemudian dilaporkan ke polisi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Komisaris Erna Ruswing Andari sebelumnya sempat menyatakan, pelaku berinisial S itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan. Berkas penyidikan kasus tersebut juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
”Berkas penyidikan sudah dikirim ke kejaksaan. Kalau berkas sudah dikirim, pelaku juga sudah ada di situ (ditahan),” kata Erna, Selasa (21/12/2021).
Namun, berdasarkan keterangan dari AY, suami SA, pelaku masih terlihat berada di rumahnya pada Selasa (21/12/2021) sekitar pukul 19.00. ”Rumah pelaku dan rumah kami dekat. Jadi, kami cukup tahu pelaku ada di rumah atau tidak,” ucap A.
Harapan A baru terkabul setelah polisi akhirnya menahan S, Rabu (22/12/2021) kemarin. Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Aloysius Suprijadi, Kamis (23/12/2021) mengatakan, pascakejadian pencabulan yang terjadi pada SA di September 2021 dan mendapat laporan, polisi langsung melakukan penyelidikan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka. Saat itu, polisi tidak langsung menahan pelaku demi kepentingan penyidikan. Pelaku baru ditahan pada Rabu.
“Peristiwa ini membutuhkan barang bukti dan penyelidikan lebih dalam, tidak dilakukan penahanan. Begitu ada informasi pelaku melakukan lagi, langsung kami amankan dan lakukan penahanan,” ucapnya.
Akibat perbuatan pelaku, S dikenakan Pasal 289 KUHP dan Pasal 82 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 9 tahun dan 15 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Ketua RT tempat pelaku kekerasan seksual bermukim, Syamsudin, mengatakan, penahanan terhadap S sudah lama menjadi harapan keluarga korban. Kejadian itu sudah tergolong lama dan selama ini tidak ada tindaklanjut.
“Total korban ada 9 orang. Ada yang dewasa, ada yang masih anak-anak. Dari 9 korban itu, tindakan yang dilakukan pelaku rata-rata sama, yakni meraba-raba area sensitif para korban,” katanya.
Kelakuan bejat S, menurut Syamsudin, sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Selama ini, sebagian korban takut dan malu melapor.
Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari dihubungi secara terpisah, mengatakan, proses hukum terhadap S sejauh ini masih terkait laporan dari korban berinisial SA dan dua anaknya. Jika, masih ada warga yang pernah menjadi korban, polisi meminta para korban untuk melapor.
“Silakan dilaporkan kalau ada yang pernah jadi korban. Kami tunggu di Polres,” ucap Erna.
Baca juga: Laki-laki dan Kekerasan Seksual
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ai Maryati Solihah, dihubungi terpisah, mengatakan, penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan Polres Metro Bekasi Kota janggal. Kasus kekerasan seksual yang menimpa ibu dan dua anaknya itu termasuk kejahatan serius.
”Pelimpahan kasusnya sudah sampai ke kejaksaan. Ini menandakan sebentar lagi pasti akan ada proses pengadilan setelah P21 (pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap). Kalau pelaku dibiarkan di luar, kita tidak tahu ada korban siapa lagi,” ucap Ai.
Minim kompetensi
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto, dalam diskusi daring bertemakan ”Kejahatan Kekerasan Seksual terhadap Anak Indonesia”, yang digelar oleh Forum Warga Kota-Indonesia, Rabu (22/12/2021), mengatakan, karakteristik kasus kekerasan terhadap anak itu, yakni keluarga atau korban yang mengalami kekerasan seksual biasanya tak langsung melapor. Butuh waktu yang cukup panjang bagi keluarga dan korban untuk memberanikan diri melapor ke polisi.
”Sehingga ketika melapor, ketemu dengan polisi yang wawasannya sempit, yang ditanya adalah buktinya mana, saksinya siapa. Sementara kita semua tahu kalau kasus kekerasan seksual itu nyaris tidak ada saksi, dilakukan di tempat tertutup, atau sengaja sudah dipersiapkan. Jadi, mencari saksi itu sulit,” ucap Benny.
Dari analisis Kompolnas, kata Benny, diketahui kalau petugas yang menangani kasus kekerasan seksual di tingkat kepolisian resor dan kepolisian daerah masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi jumlah, petugas yang menangani kasus kekerasan seksual masih terbatas dan minim kompetensi.
”Ada yang sudah pelatihan, ada yang belum. Jadi, ketika menangani korban, ada yang belum sesuai prosedur, tidak sesuai ketentuan, pendampingan diabaikan, dan sebagainya,” kata Benny.
Baca juga: Ironi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Langkah yang perlu dilakukan, yakni memperkuat kompetensi petugas dengan memberikan pelatihan dan menambah jumlah petugas. Hal ini dinilai akan memperbaiki kualitas penanganan kasus kekerasan seksual pada anak. Kendala lain yang sering dihadapi penyidik ketika memproses kasus kekerasan seksual, yakni terbatasnya saksi. Hal ini dinilai sulit bagi penyidik untuk mencari bukti adanya kekerasan seksual.
”Tetapi, ada solusi, yakni secara sains. Saat ini, kami sedang mendorong dibangunnya database DNA (asam deoksiribonukleat) oleh Puslabfor Polri. Jika ini bisa dibangun, penyidik lebih mudah karena ketika olah tempat kejadian perkara dan ditemukan DNA di sana, maka dengan mudah diperbandingkan dengan database,” ucap Benny.