Tiga Siswi Magang Menjadi Korban Kekerasan Seksual di Tangerang Selatan
Pegawai kelurahan diduga melakukan kekerasan seksual kepada tiga siswi magang di Kelurahan Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Mirisnya, ada indikasi untuk menutupi kasus dan kesalahan penanganan oleh sekolah.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Tiga siswi yang melakukan praktik kerja lapangan menjadi korban kekerasan seksual. Terduga pelaku merupakan seorang pegawai honorer di Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan telah mendampingi korban untuk pemulihan dan proses hukum terhadap terduga pelaku.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan menerima laporan adanya kekerasan seksual dari Satgas Perlindungan Anak Kelurahan Jombang, Jumat (10/12/2021). Ketiga korban, yakni AN (16), NA (16), dan AW (17), diduga mengalami kekerasan seksual saat praktik kerja lapangan oleh SA (54), pegawai honorer di Kelurahan Jombang.
”Kami sedang asesmen ke rumah korban untuk visum di RSUD Tangerang Selatan dan melaporkan pelecehan seksual tersebut ke Polres Tangerang Selatan,” tutur Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan Tri Purwanto, ketika dihubungi, Kamis (16/12/2021).
Asesmen bertujuan untuk mengetahui kondisi ketiga korban yang bersekolah di Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Kecamatan Serpong, itu, termasuk kronologi kekerasan seksual yang dilakukan oleh SA.
Kekerasan fisik, seksual, eksploitasi anak, dan lainnya biasanya berbarengan dengan kekerasan psikis.
Tri menyayangkan adanya kekeliruan penanganan kekerasan seksual tersebut. Orangtua korban tidak mengetahui kekerasan seksual yang dialami anak-anak mereka. Ketidaktahuan itu karena pengurus sekolah tidak menginformasikan kepada orangtua.
Tak hanya itu, terjadi pertemuan antara pengurus sekolah ketiga korban, korban, dan terduga pelaku kekerasan seksual tanpa kehadiran orangtua korban.
”Ada indikasi sekolah menutupi pelecehan seksual untuk menjaga nama baik sehingga satgas melaporkan ke kami. Kepala sekolahnya juga bilang kalau ada pertemuan. Seharusnya tidak boleh mempertemukan pelaku dan korban karena bisa memicu trauma,” ucapnya.
Lurah Jombang Hasanudin mengaku sudah memanggil SA untuk konfirmasi, pekan lalu, dan akan memberikan sanksi. ”(Untuk) Pegawai honorer, kewenangan kelurahan untuk memberikan sanksi,” katanya.
Realitas
Tangerang Selatan memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya Kategori Utama Tahun 2020 pada September lalu. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikannya karena komitmen pemerintah kota dalam mewujudkan kesetaraan jender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak.
Namun, masih banyak pekerjaan rumah. Salah satunya angka kekerasan terhadap anak. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan menangani 73 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2021. Pelakunya kebanyakan orang terdekat.
Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan Tri Purwanto menyampaikan, 46 anak perempuan dan 27 anak laki-laki menjadi korban kekerasan. Mereka mengalami kekerasan psikis hingga trauma. Butuh penanganan khusus untuk pemulihannya.
”Kekerasan fisik, seksual, eksploitasi anak, dan lainnya biasanya berbarengan dengan kekerasan psikis,” ucapnya.
Menurut dia, kasus kekerasan terhadap anak bak fenomena gunung es. Kemungkinan jumlahnya lebih dari 73 kasus. Untuk itu, warga yang melihat atau mengetahui ada kekerasan terhadap anak jangan segan melapor. Dengan begitu, kasus bisa secepatnya tertangani.