Hasil jajak pendapat yang dilakukan Kompas menunjukkan, kesadaran publik untuk melakukan langkah antisipatif dalam menghadapi musim hujan belum terlampau tinggi.
Oleh
Eren Marsyukrilla (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Hampir seluruh wilayah di Indonesia telah memasuki musim hujan. Berbagai langkah persiapan perlu dilakukan, baik dalam lingkup individu maupun komunal, untuk mengantisipasi berbagai dampak buruk yang dapat ditimbulkan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan pada November mayoritas wilayah (87,7 persen) di Indonesia telah memasuki musim hujan. Sebaran musim hujan diprediksi akan semakin meluas pada Desember hingga Februari tahun mendatang.
BMKG juga memperingatkan adanya fenomena La Nina yang memengaruhi kondisi musim hujan saat ini. Dampak langsung yang dapat dirasakan berupa curah hujan bulanan meningkat 20-70 persen di atas normal. Hasil pemetaan BMKG menunjukkan adanya peningkatan curah hujan pada bulan ini, seperti di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTT, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
Tingginya curah hujan dikhawatirkan dapat semakin memicu terjadinya bencana hidrometeorologis, seperti banjir, tanah longsor, puting beliung, dan badai tropis. Rentetan bencana pun telah melanda sejumlah wilayah dalam kurun sebulan terakhir.
Hasil jajak pendapat yang dilakukan Kompas menunjukkan, kesadaran publik untuk melakukan langkah antisipatif dalam menghadapi musim hujan belum terlampau tinggi.
Pada pekan pertama November lalu, banjir melanda Alor Selatan di NTT, disusul banjir Sintang di Kalimantan Barat, Palangkaraya di Kalimantan Tengah, dan sejumlah wilayah di Jawa Timur, antara lain, Gresik dan Malang. Sementara itu, tanah longsor mendera Garut di Jawa Barat, Batu di Jawa Timur, dan terakhir Banjarnegara di Jawa Tengah.
Besarnya potensi kebencanaan hingga kerugian lainnya mendorong perlunya langkah antisipatif sedini mungkin. Hasil jajak pendapat yang dilakukan Kompas menunjukkan, kesadaran publik untuk melakukan langkah antisipatif dalam menghadapi musim hujan belum terlampau tinggi.
Baru sekitar separuh responden yang menyatakan bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggalnya terlihat berbagai upaya tanggap menghadapi musim hujan. Langkah persiapan tersebut dilakukan baik secara swadaya, pemerintah, maupun kerja sama kedua pihak. Di antaranya perbaikan infrastruktur berkaitan dengan aliran drainase dan membuat sumur resapan.
Peran bersama
Upaya persiapan yang dilakukan pemerintah masih menjadi yang paling masif dan banyak ditemui. Lebih dari 23 persen responden menyampaikan demikian. Seperlima responden lain menyatakan, langkah antisipasi dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.
Hasil jajak pendapat ini sejalan dengan konsep kolaborasi yang digaungkan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), yakni merangkul semua elemen berkepentingan, mulai dari pemerintah, komunitas, pelaku usaha, akademisi, hingga media (konsep pentahelix). Tujuannya, meningkatkan kewaspadaan dan mewadahi peran serta warga dalam mitigasi kebencanaan melalui prinsip gotong royong.
Lewat sinergi yang dibangun diharapkan setiap unsur pentahelix dapat berperan sesuai kapasitas dalam memitigasi bencana. Hal ini akan menjadi solusi dan bentuk penyadaran bersama guna mempersempit dampak buruk yang tidak diinginkan. Gerakan bersama ini juga telah bermunculan di banyak daerah dalam bentuk program-program mitigasi kebencanaan, seperti optimalisasi drainase, pembuatan sumur resapan, dan pembersihan sungai.
Selain itu, hal yang juga tak kalah penting adalah mengelola kewaspadaan dan mitigasi komunitas masyarakat, terutama yang berada di daerah rawan bencana. Misalnya, dengan mengelola posko siaga serta pemasangan alarm peringatan dini disertai dengan manajemen penyelamatan dan evakuasi. Upaya responsif secara komunal ini penting untuk diperkuat sehingga dapat saling menjaga kewaspadaan mengingat ancaman bencana hidrometeorologis yang dipicu tingginya curah hujan tak terprediksi sepenuhnya.
Antisipatif
Berbeda dengan andil yang ditunjukkan dalam upaya antisipasi untuk kepentingan bersama, dalam skala yang lebih personal, kesiapan yang dilakukan individu untuk menghadapi musim hujan terbilang cukup tinggi. Kesadaran itu terbaca dari kecenderungan untuk melakukan persiapan ataupun penyesuaian aktivitas menghadapi musim hujan.
Hasil jajak pendapat merekam, tujuh dari sepuluh responden menyatakan melakukan berbagai persiapan antisipasi musim hujan bagi hunian mereka. Hal tersebut tentu menjadi prioritas sehingga berbagai pengecekan dan perbaikan mendetail, seperti kebocoran atap, dinding, dan saluran buang air, bangunan rumah mutlak perlu dilakukan.
Di luar itu, langkah antisipatif untuk kepentingan yang lebih personal lagi juga menjadi catatan penting banyak orang. Mayoritas responden (92,7 persen) mengaku melakukan persiapan, misalnya dengan membawa payung, jaket, dan jas hujan. Tujuannya agar hujan yang turun tak menghalangi saat beraktivitas.
Selain melengkapi berbagai keperluan, menyesuaikan aktivitas bepergian juga menjadi salah satu upaya adaptasi yang dapat dilakukan, seperti penyesuaian jadwal dan pemilihan moda transportasi yang lebih efektif di kala hujan. Tak kurang dari tiga perlima responden mengaku melakukan hal tersebut.
Musim hujan yang terjadi di tengah pandemi turut memunculkan kekhawatiran akan ancaman penyakit yang mengganggu kesehatan. Kesadaran untuk memperhatikan kondisi kesehatan di saat musim hujan pun tertangkap dari hasil jajak pendapat. Lebih dari 70 persen responden mengaku aktif mengonsumsi suplemen berupa vitamin atau minuman suplemen kesehatan lainnya untuk menjaga tubuh agar tetap fit.
Dengan segala fenomena alam yang mengiringi, musim hujan menjadi bagian dari siklus yang tak terhindarkan. Hal terpenting adalah bagaimana upaya-upaya antisipasi dapat dipersiapkan secara optimal.