Anak Saksi Pembunuhan Sadis di Bekasi Butuh Pemulihan Mental
Ibu anak-anak itu kehilangan nyawa seusai dipukul dengan tabung elpiji oleh suaminya sendiri pada 27 Oktober 2021 dini hari, di rumahnya di Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Daerah Kota Bekasi, Jawa Barat, membantu pemulihan mental dua anak yang menyaksikan langsung tindakan pembunuhan yang dialami ibunya, di Jatisampurna, Kota Bekasi. Ibu dari anak-anak itu tewas dipukul oleh ayahnya di bagian kepala menggunakan tabung elpiji tiga kilogram.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Novrian mengatakan, dua anak itu secara langsung menyaksikan kejadian pembunuhan yang terjadi pada ibu mereka, bernama Novi Sapitri (26). Situasi itu secara otomatis menimbulkan shock dan rasa takut.
”Besok, kami melakukan asesmen terhadap anak-anak ini. Kami juga didampingi tim psikolog dan dinas-dinas terkait dari pemerintah daerah untuk menangani kasus ini,” kata Novrian, Rabu (3/11/2021), di Bekasi.
Ibu itu tewas dipukul dengan tabung gas elpiji pada 27 Oktober 2021 dini hari, di rumahnya di Jalan Randu, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. Dia dipukul oleh suaminya berinisial HR (30) di depan anak-anaknya yang masih berusia dua tahun dan lima tahun.
HR, seusai membunuh, kemudian memilih kabur. Dia ditangkap aparat Kepolisian Polres Metro Bekasi Kota satu hari kemudian atau pada 28 Oktober 2021, di Cibubur, Jakarta Timur.
Kepala Kepolisian Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Aloysius Suprijadi mengatakan, korban dipukul suaminya menggunakan tabung elpiji di bagian kepala. Saat itu, korban masih dalam posisi tertidur bersama dua anaknya.
”Kejadian itu disaksikan anak-anak mereka. Anak-anak ini kemudian menangis dan mengundang perhatian tetangga,” ujarnya.
Kejadian itu juga bisa menjadi trauma yang mengakibatkan anak-anak itu menjadi orang yang agresif. Ini yang kami khawatirkan dan butuh pendampingan agar fungsi sosial dan fungsi psikologisnya kembali normal.
Aloysius menambahkan, motif pelaku membunuh korban masih belum jelas dan sedang didalami. Polisi masih mengobservasi kesehatan mental pelaku karena yang bersangkutan pernah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.
Adapun akibat perbuatan itu, HR disangka melanggar Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga juncto Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan. Tersangka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun.
Trauma jangka panjang
Novrian menambahkan, kasus pembunuhan atau tindakan sadis yang disaksikan anak-anak bisa berdampak panjang terhadap mental anak-anak jika tak mendapat pendampingan mental secara komprehensif. Tindakan sadis yang disaksikan anak-anak bakal menghambat kemampuan perkembangan otak dari anak yang bersangkutan.
”Setiap aktivitas anak-anak itu akan selalu terbayang kejadian tersebut. Kejadian itu juga bisa menjadi trauma yang mengakibatkan anak-anak itu menjadi orang yang agresif. Ini yang kami khawatirkan dan butuh pendampingan agar fungsi sosial dan fungsi psikologisnya kembali normal,” ujarnya.
Menurut Novrian, pihaknya juga bakal membantu anak-anak itu untuk segera mendapatkan orangtua asuh. Orangtua asuh terbaik merupakan keluarga yang masih memiliki hubungan darah dengan ayah atau ibu dari anak-anak tersebut.
”Tetapi, kami asesmen dulu untuk melihat kelayakan keluarga yang mau mengasuh anak-anak itu. Kalau dari aspek sosial, psikologis, dan ekonomi jika tidak mendukung, kami akan carikan tempat terbaik,” katanya.