Sungai Cisadane di Tangerang Raya, Banten, telah membawa banyak sumber kehidupan bagi warga. Sayangnya warga masih saja alpa merawatnya sehingga diri sendiri yang merugi.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
Sabtu (2/10/2021), sejumlah pemancing merekam cairan merah dari pipa paralon yang mengalir ke Sungai Cisadane di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Pipa itu berasal dari lapak pengolahan sampah plastik di sempadan sungai.
Video itu kemudian viral hingga Pemerintah Kota Tangerang Selatan menghentikan sementara operasional pengolahan plastik sembari memeriksa sampel air berwarna merah dan air sungai. Sementara Kepolisian Resor Tangerang Selatan memeriksa pemilik dan pekerja lapak pengolahan sampah plastik.
Dalam pemeriksaan, mereka menyebutkan kalau tidak ada penggunaan bahan kimia atau campuran lainnya. Cairan merah itu berasal dari bungkusan sosis.
Kaget ada cairan merah. Khawatir ikannya mati sehingga viralkan pakai kata-kata ada zat kimia.
Sepekan berselang, Sabtu (9/10/2021), lapak pengolahan sampah plastik itu belum beroperasi. Tidak ada seorang pun di lapak semipermanen itu. Pintunya dalam keadaan terkunci dan sampah plastik menumpuk di samping bangunan.
Dari tumpukan sampah tampak pipa paralon mengular ke tepi sungai yang juga jadi lokasi pemancingan. Sekelompok pemancing asyik bercengkerama di tepi sungai berwarna coklat itu. Kebanyakan mereka berasal dari Jakarta dan Bogor.
Husein (55), warga sekitar, menuturkan kalau lapak pengolahan sampah plastik tersebut sudah delapan tahun berdiri. Pekerjanya mencuci sampah dengan air dari sungai dan mengalirkannya lagi ke sungai. Selama itu, nyaris tidak ada masalah apa pun dengan warga sekitar, pemancing, dan pemerintah daerah.
”Mungkin pemancing lihat di sungai banyak ikan, tetapi kaget ada cairan merah. Khawatir ikannya mati sehingga viralkan pakai kata-kata ada zat kimia,” tuturnya.
Husein mengaku sebagai salah satu orang yang mencicipi cairan merah itu ketika Lurah Serpong datang ke lokasi. Menurut dia, cairan tersebut tidak memiliki rasa dan tidak beraroma. Andai kata mengandung zat kimia, seharusnya ia sudah sakit setelah mencicipinya.
”Kami di sini kena imbasnya. Dagangan sepi, karyawan lapak belum bayar utang,” ujarnya.
Warga sekitar membuka warung kelontong setelah ada lapak pengolahan sampah dan pemancingan. Sebagain besar pemasukannya berasal dari lapak dan pemancing yang datang.
Secara terpisah, Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie menyebutkan, masih menunggu hasil uji laboratorium sampel air berwarna merah dan air sungai. Setelah itu baru akan dibahas tingkat kesalahan dan sanksi yang diberikan kepada pemilik lapak pengolah sampah plastik.
”Uji laboratorium perlu waktu 14 hari kerja. Nanti ketahuan zat merah itu kandungannya apa saja dan ada sanksi untuk setiap pelanggaran. Bisa sampai tindak pidana pencemaran karena Polres Tangsel juga tangani masalah ini,” ucapnya.
Teguran tertulis
Pencemaran sungai juga terjadi di Kabupaten Tangerang. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang menerima 36 aduan pencemaran lingkungan oleh industri skala menengah dan besar sepanjang tahun 2021. Seluruh industri itu mendapatkan teguran tertulis untuk segera memperbaiki pengelolaan limbahnya.
Kepala Seksi Bina Hukum Sandi Nugraha mengatakan, industri-industri itu diduga membuang limbah ke lingkungan sekitarnya, baik melalui aliran sungai atau udara. Salah satunya dilakukan oleh pabrik pengolahan makanan dan minuman di Jayanti.
”Hasil uji laboratorium terhadap sampel air dari tiga kampung di sekitar pabrik tersebut menunjukkan adanya kandungan bakteri dan zat kimia,” katanya.
Pencemaran terjadi berulang kali meskipun ada upaya pengawasan yang semakin ketat. Untuk itu, Pemkab Tangerang menargetkan 200 perusahaan wajib kantongi dokumen lingkungan hingga akhir tahun 2021.
Aksi nyata
Sungai Cisadane membentang sepanjang 126 kilometer dari hulu di Gunung Pangrango dan Salak, Jawa Barat, ke hilir di Kecamatan Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang. Keberadaannya menjadi sumber kehidupan warga, termasuk para nelayan. Bahkan, airnya menjadi bahan baku air bersih perusahaan daerah air minum di Tangerang Raya.
Direktur Bank Sampah Sungai Cisadane atau Banksasuci Foundation Ade Yunus menuturkan, sejak awal tahun sudah ada 18 kejadian atau temuan pencemaran di sepanjang aliran Sungai Cisadane. Kebanyakan terjadi di lokasi yang sama atau berulang. Contohnya pabrik pengolahan yang kerap kali membuang limbah aneka warna.
”Kebanyakan sanksi administrasi, mentok peringatan keras. Nanti berulang lagi. Mungkin warga jengah juga sehingga dokumentasikan lalu viralkan supaya ada sanksi sosial dengan harapan tidak terulang lagi,” ucapnya.
Ia berharap pemerintah bisa lebih responsif dengan menyegel ketimbang sanksi peringatan keras jika jelas-jelas melanggar aturan, seperti berdiri di sempadan sungai, tidak mempunyai pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai, dan lainnya ketimbang menunggu hasil laboratorium.
Menurut dia, air Sungai Cisadane sudah berwarna coklat. Jangan baru bergerak ketika sudah hitam, pekat, penuh sampah, dan limbah. Seharusnya mulai bergerak dari sekarang dengan meminimalkan pencemaran.
Cisadane Ranger Patrol bagian dari Banksasuci menemukan sampah obat-obatan dan alat kesehatan dalam kondisi utuh, terbuka, dan rusak ketika susur sungai pada pekan lalu. Dalam kurun 1,5 jam, mereka menyerok puluhan obat-obatan, masker medis, dan lainnya.
”Mata rantainya tidak akan putus tanpa contoh tindakan tegas,” ujarnya.
Sungai membawa berkah bagi warga. Berkah itu perlu dirawat dan dijaga supaya tak menjadi bencana.