Ribuan Pelanggaran Ditemukan dalam Empat Hari Operasi Patuh Jaya
Dalam sehari, polisi mencatat sebanyak 400-500 pelanggaran lalu lintas di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Operasi Patuh Jaya 2021 oleh Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya yang sudah berlangsung empat hari sejak Senin (20/9/2021) telah berhasil menindak lebih dari 2.600 pelanggaran lalu lintas. Dalam sehari, polisi mencatat sebanyak 400-500 pelanggaran.
”Pelanggaran yang lebih dari 2.600 kasus ini meliputi beragam pelanggaran, seperti ganjil genap, rambu lalu lintas, tindakan melawan arus, tidak pakai helm, dan lainnya,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/9/2021).
Operasi yang diadakan selama dua pekan hingga 3 Oktober 2021 di seluruh wilayah hukum Polda Metro Jaya ini juga memfokuskan penindakan pada tiga bentuk pelanggaran. Pelanggaran itu meliputi penggunaan knalpot bising, rotator, dan sirene yang tidak sesuai jenis kendaraan serta balap liar.
Masyarakat punya beragam motivasi dan tujuan melakukan pelanggaran itu.
”Sejauh ini, kami juga menindak lebih kurang 71 pelanggaran penggunaan rotator. Penindakan dilakukan tidak hanya dengan menilang, tapi juga meminta pengguna mencabut rotatornya,” kata Sambodo.
Sesuai aturannya, hanya ada tiga kelompok kendaraan yang bisa menggunakan rotator, yaitu warna biru untuk Polri dan TNI, merah untuk ambulans dan pemadam kebakaran, serta kuning untuk pekerjaan umum.
Penindakan terhadap berbagai bentuk pelanggaran lalu lintas tersebut, kata Sambodo, diharapkan tidak hanya mendisiplinkan pengguna kendaraan, tetapi juga menekan mobilitas dan kerumunan yang bisa meningkatkan penularan Covid-19.
Edukasi
Selain penindakan, kegiatan pembagian masker dan sembako kepada warga yang membutuhkan juga dilakukan dalam Operasi Patuh Jaya 2021, yang mengerahkan 3.070 personel gabungan. Personel yang mayoritas dari pihak kepolisian juga mengadakan edukasi berlalu lintas kepada masyarakat, termasuk anak-anak di sekolah.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, melihat pelanggaran berlalu lintas berkaitan dengan dua hal, yaitu administrasi dan perilaku. Adapun penertiban lebih dilakukan untuk mendisiplinkan perilaku yang cenderung sulit diberantas.
”Terkait perilaku menggunakan kendaraan sebenarnya bisa dibilang pelanggaran ringan. Namun, sulit untuk diberantas karena kendalinya ada di masyarakat sendiri. Masyarakat punya beragam motivasi dan tujuan melakukan pelanggaran itu,” katanya.
Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi disiplin berlalu lintas perlu dilakukan secara simultan dengan penindakan. ”Ini bisa melalui pengajaran, kampanye publik, sosialisasi, juga melalui contoh yang diberikan orang yang lebih tua kepada yang lebih muda,” kata Adrianus.