Jakarta-Bekasi Godok Kontrak Kerja Sama TPST Bantargebang 2021-2026
Perjanjian kerja sama TPST Bantargebang akan segera berakhir Oktober nanti. DKI dan Pemkot Bekasi kini tengah negosiasi membahas pembaruan kerja sama.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tengah menyusun perjanjian kerja sama atau PKS dengan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, terkait dengan pemanfaatan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang untuk periode 2021-2026. PKS disebut berakhir Oktober 2021 sehingga ditargetkan PKS baru bisa ditandatangani.
Yogi Ikhwan, Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Senin (20/9/2021) menjelaskan, perjanjian antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi atas pemanfaatan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu atau TPST Bantargebang ditinjau tiap lima tahun sekali.
Kita berencana meminta kenaikan dana kompensasi untuk warga terdampak.
PKS tersebut muncul karena lahan seluas 110,3 hektar milik DKI yang dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) ada di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, sehingga truk-truk sampah melintasi wilayah kota tetangga dekat Ibu Kota tersebut. TPST Bantargebang tepatnya terletak di tiga kelurahan di Bantargebang, yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu.
”Karena TPA kita ada di Bekasi, ada kompensasi untuk yang terdampak,” kata Yogi.
Dalam perjanjian kerja sama, besaran kompensasi menjadi bagian dari klausul yang tengah dihitung. Didata juga lokasi mana saja yang terdampak dan apa dampaknya. Pemkot Bekasi juga meminta dana hibah untuk pembangunan infrastruktur dengan alasan wilayahnya dilewati truk sampah DKI.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkot Bekasi Yayan Yuliana secara terpisah membenarkan, saat ini sedang ada pembahasan atau evaluasi di Pemkot Bekasi terkait dengan kontrak tersebut. Ada sejumlah klausul yang tengah dibahas dan menjadi perhatian Pemkot Bekasi untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini.
Terkait dengan kompensasi kepada warga juga hibah kepada Pemkot Bekasi, menurut Yayan, Pemkot Bekasi tengah menyusun formulasi besarnya. Selain itu, juga ada sejumlah klausul yang akan diajukan ke Pemprov DKI Jakarta. ”Kami berencana meminta kenaikan dana kompensasi untuk warga terdampak,” kata Yayan.
Saat ini, setiap bulan ada 18.000 keluarga di tiga kelurahan yang menjadi lokasi TPST Bantargebang mendapatkan dana bantuan langsung tunai (BLT) dari DKI yang merupakan dana kompensasi. Besaran BLT Rp 300.000 per keluarga per bulan.
Selain itu, Pemkot Bekasi ingin ada kenaikan dana hibah dari DKI. ”Dengan dana hibah saat ini Rp 385 miliar, kami menghitung untuk bisa naik 100 persen, menjadi setidaknya Rp 800 miliar,” kata Yayan.
Klausul lainnya yang akan diajukan Pemkot Bekasi adalah pengelolaan TPA lebih baik ke depannya dengan teknologi ramah lingkungan, salah satunya dengan terbangunnya pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) dan perbaikan kerusakan lingkungan.
”Itu semua masih kita formulasikan supaya pada Oktober 2021 ada kesepakatan antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta,” ujar Yayan.
Yogi menambahkan, menjelang PKS berakhir di 2021 ini, Dinas LH DKI Jakarta sudah melakukan sejumlah upaya untuk bisa mengurangi volume sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang. ”Kami membangun kesadaran masyarakat bahwa kita mulai harus melakukan pengurangan sampah di rumah,” katanya.
Dinas LH DKI juga mempunyai program optimalisasi Bantargebang. Salah satunya landfill mining atau sampah yang umurnya 10 tahun itu ditambang, kemudian diolah menjadi bahan bakar. Sampah yang lebih baru dipilah dan dikelola tersendiri.
Untuk menambah kapasitas di TPST Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan di sekitar Bantargebang seluas 7 hektar.
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta menjelaskan, untuk urusan TPST Bantargebang sedang dikoordinasikan oleh Dinas LH DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi.
Adapun untuk pengelolaan sampah dari kota, Pemprov DKI Jakarta juga menyiapkan pembangunan intermediate treatment facility (ITF) di empat wilayah kota Jakarta. Keempat lokasi ITF, ialah di Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.
Ahmad Riza menyebutkan, empat ITF tersebut saat ini sedang dalam proses pelelangan. ”Siapa pun yang berkesempatan memenangi tender, membangun, mudah-mudahan ke depan nanti dibangun, berproses, kita tidak ada masalah lagi dengan sampah,” katanya.
Tarik ulur sejak lama
Dalam catatan Kompas, edisi Sabtu (13/8/2019), sampah merupakan salah satu masalah yang dihadapi kota besar seperti DKI Jakarta. Tidak semua sampah berhasil diangkut ke TPST Bantargebang. Berdasarkan data Dinas LH DKI, pada 2017 rata-rata sampah yang berhasil diangkut 6.825,5 ton per hari. Artinya, setiap hari masih ada sekitar 6 persen atau 436 ton sampah tersisa di DKI Jakarta. Kondisi itu diyakini masih berlangsung hingga kini.
Pemprov DKI memang telah membangun TPST baru di Sunter, Jakarta Utara, dengan memanfaatkan konsep ITF. Meski demikian, daya tampung TPST ini hanya 2.200 ton per hari atau baru setara 30,3 persen total produksi sampah harian Jakarta.
Di sisi lain, problem sampah DKI selalu diwarnai tarik ulur antara Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi. Pada 18-19 Oktober 2018, puluhan truk sampah DKI dihentikan Dishub Kota Bekasi. Penghentian dilakukan dalam rangka evaluasi kerja sama antara DKI dan Pemkot Bekasi terkait dengan pengangkutan sampah.
Sebelumnya, Juni 2016, warga berunjuk rasa dan memblokir akses truk ke TPSP Bantargebang. Aksi ini terkait dana kompensasi sampah untuk warga dan swakelola TPST oleh Pemprov DKI.