Warga Negara Asing Bobol Rekening Nasabah Bank lewat ATM
Para pelaku memasang alat deep skimmer di anjungan tunai mandiri untuk mencuri data kartu pengguna dan menggandakan ke dalam kartu kosong.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga negara asing terlibat dalam sindikat penipuan kartu anjungan tunai mandiri yang menyasar data nasabah bank badan usaha milik negara atau BUMN. Lewat modus itu, sindikat tersebut telah menggasak Rp 17 miliar dari sejumlah rekening tabungan nasabah.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menangkap tiga tersangka. Mereka ialah Vladimir Kasarski (VK) asal Rusia, Nikolay Georgiev (NG) asal Belanda, dan Rudy Wahyu (RW) asal Indonesia. Aksi mereka terungkap dalam laporan kejadian pada awal September ini oleh salah satu bank BUMN.
”Beberapa nasabah dari bank BUMN ini menyanggah ada transaksi di rekeningnya. Setelah dicek melalui kamera CCTV pada mesin ATM, diketahui yang melakukan transaksi bukan pemilik rekening tersebut,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus di Jakarta, Rabu (15/9/2021).
Dari rekaman video pada kamera pemantau (CCTV), keterangan para tersangka, dan barang bukti ditemukan bahwa sindikat itu menggunakan mesin deep skimmer yang lebih canggih dari alat yang biasa digunakan oleh pelaku kejahatan skimming lainnya.
Alat itu dipasang para pelaku di area anjungan tunai mandiri (ATM). Agar tidak ketahuan, para pelaku menyamar dengan menggunakan topi dan menutup corong CCTV agar aksi mereka tidak terlihat jelas.
Mesin deep skimmer dipasang untuk mencuri data kartu tabungan nasabah yang menggunakan ATM. Data itu lantas digandakan ke dalam blank card (kartu kosong) yang mereka siapkan secara khusus. Kartu ATM warna putih itu lalu bisa digunakan pelaku untuk menarik dan mentransfer uang.
”Blank card didapat dari link di atasnya melalui akun Tokyo188. Jadi, dia memerintahkan ketiganya ini untuk tarik dan transfer. Total uang yang diambil dari ketiga orang ini kami cek ada Rp 17 miliar,” kata Yusri, yang menyebut pemilik akun Tokyo188 tersebut masih dalam pencarian atau DPO.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis, pada kesempatan sama, mengatakan, masyarakat bisa mengantisipasi risiko itu dengan beberapa cara. Pertama dengan mengenali bentuk papan tik (kibor) pada mesin ATM yang oleh sindikat tersebut diganti dengan papan tik lain yang bisa merekam data.
”Mereka ini biasanya mengganti kibor. Kalau jeli, kibor yang mereka pasang beda dengan kibor asli. Jadi, ini memang mengambil peluang dari kelengahan kita,” kata Auliansyah.
Cara kedua untuk mengantisipasi aksi semacam itu, menurut dia, dengan mengganti nomor pin ATM secara berkala, seperti seminggu atau sebulan sekali, untuk memastikan keamanan uang di rekening tabungan.
Jaringan internasional
Ketiga tersangka kasus ini merupakan tingkat bawah dari sindikat penipuan kartu ATM. Ketiga tersangka yang tidak saling mengenal ini diatur oleh pemimpin sindikat yang belum diketahui latar belakangnya.
Namun, Auliansyah meyakini, mereka terlibat dalam kejahatan jaringan internasional. Sementara itu, para pelaku direkrut berdasarkan asas kepercayaan, bukan kekerabatan. Hal ia masih didalami Polda Metro Jaya.
Yusri menambahkan, VK mengaku sudah setahun di Indonesia dan pekerjaan sehari-harinya pemandu wisata yang membawa turis asing ke Bali atau Jawa. Sementara itu, NG yang sudah empat bulan lebih di Indonesia terlibat karena diajak VK.
Baik VK dan NG yang ditangkap di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, pada 10 September 2021, bertugas mencuri data. Sementara tersangka RW yang dibekuk polisi di Rawa Lumbu, Kota Bekasi, pada 12 September 2021, menampung uang yang ditransfer VK dan NG.
”Hasil pendalaman tim penyidik mengarah pada saudara RW. Lalu, dia potong jatahnya dan transfer ke aplikasi virtual yang sudah ditunggu bosnya,” kata Yusri.
Sejauh ini polisi akan menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 30 Ayat 2, Pasal 6, Pasal 32 juncto Pasal 48, Pasal 36 dan Pasal 38 juncto Pasal 51 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 19 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Kemudian Pasal 363 dan 236 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara.