Kejadian pemberian suntik vaksin kosong oleh relawan tenaga kesehatan di Jakarta Utara bisa terjadi tidak hanya karena faktor individu, namun juga sistemik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kasus penyuntikan vaksin kosong oleh seorang perawat di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, harus ditelusuri motifnya. Pasalnya, kejadian itu bisa terjadi tidak hanya karena faktor individu, namun juga sistemik yang perlu dibenahi.
Pendapat ini disampaikan Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jakarta Baequni, yang menanggapi polisi yang menyidik kasus seorang relawan tenaga kesehatan, EO. Relawan vaksinator itu diketahui memberikan suntikan kosong kepada anak berinisial BLP dalam kegiatan vaksinasi massal di sebuah sekolah swasta, pada 6 Juli 2021 silam.
Kasus itu terungkap setelah ibu anak tersebut membuat rekaman video proses vaksinasi dan menemukan suntikan vaksin untuk anaknya kosong. Akibatnya, ibu itu meminta tanggung jawab yayasan selalu penyelenggara hingga dilakukan vaksinasi ulang.
Tetapi karena negara kita negara hukum, apapun kesalahan di situ ada aturan yang mengatur. Kami masih mendalami terus motif pelaku
"Polisi harus tetap cari tahu alasan perawat itu kenapa. Kalau ada motif pribadi akibat kesalahan SOP, bisa dikenakan UU untuk tenaga kesehatan. Tapi, kalau ada kesalahan sistemik mungkin bisa didalami juga," katanya saat dihubungi Rabu (11/8/2021).
Baequni berpendapat, kesalahan itu kemungkinan besar kelalaian pada prosedur ketetapan vaksinasi. Di sisi lain, kesalahan itu bisa juga disebabkan tekanan kepada tenaga kesehatan untuk mengejar target jumlah masyarakat yang dilayani.
"Saya khawatir, adanya target mengakibatkan relawan di bawah, level puskesmas, merasa terbebani. Apalagi kalau ini dipengaruhi di stok vaksin dosis pertama yang terbatas di beberapa tempat," lanjutnya.
Di samping itu, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengapresiasi ibu yang memperhatikan detil proses vaksinasi. Kejelian itu perlu dimiliki masyarakat.
"Masyarakat yang mau divaksin kebanyakan berpikir yang penting mereka dapat sertifikat vaksin, supaya pergi keluar lebih mudah. Masyarakat kita masih perlu dididik tentang pentingnya vaksin buat kesehatan, termasuk proses vaksin yang benar," pungkasnya.
Minta maaf
Terkait kejadian tersebut, EO telah meminta maaf atas kelalaiannya saat diadakan rilis kasus terkait kesalahannya di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8/2021) kemarin.
"Saya mohon maaf, terlebih pertama kepada keluarga dan orangtua anak (korban) yang saya telah vaksin. Saya mohon maaf, saya tidak ada niat apa pun," ucapnya, dikutip dari Kompas.com.
EO yang mengaku sempat melayani 599 orang peserta vaksinasi di hari kejadian juga meminta maaf pada warga Indonesia. Ia pun berjanji akan menjalani proses hukum di kepolisian.
"Saya akan mengikuti segala proses yang akan saya jalani ke depannya. Saya mohon maaf," tukasnya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, kemarin, mengatakan polisi sudah memeriksa beberapa saksi dan menyita barang bukti berupa botol vial dan suntikan. EO pun dijerat Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman satu tahun penjara.
"Terus terang untuk melakukan vaksinasi massal ini, kita membutuhkan relawan-relawan sebagai vaksinator. Tetapi karena negara kita negara hukum, apapun kesalahan di situ ada aturan yang mengatur. Kami masih mendalami terus motif pelaku," kata Yusri.