Rp 675 juta untuk Pakaian 50 Anggota DPRD Kota Tangerang
Setelah muncul kasus pungutan liar bantuan sosial, terkuak pula ada anggaran bahan pakaian wakil rakyat di DPRD Kota Tangerang naik dua kali lipat di tengah situasi pandemi Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Anggaran pengadaan bahan pakaian wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang tahun 2021 mencapai Rp 675 juta. Jumlah tersebut naik dua kali lipat ketimbang tahun 2020 sebesar Rp 312,5 juta.
Dalam laman Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Tangerang dijelaskan bahwa 109 perusahaan ikut dalam tender pengadaan bahan pakaian DPRD Kota Tangerang tahun 2021 dengan pagu anggaran Rp 675 juta. Sebanyak 4 perusahaan menawar harga mulai dari Rp 238 juta hingga Rp 671 juta.
Masih di laman yang sama, pagu anggaran pengadaan bahan pakaian DPRD Kota Tangerang tahun 2020 sebesar Rp 312,5 juta. Tender diikuti 18 perusahaan dengan tawaran harga mulai dari Rp 230 juta hingga Rp 301 juta.
”Saya tidak tahu penentuan pagu anggaran karena sistem lelang. Lelangnya bagaimana saya tidak tahu,” ucap Sekretaris DPRD Kota Tangerang Agus Sugiono, Rabu (4/8/2021).
Setiap tahun memang ada kenaikan harga, tetapi tidak wajar kalau sampai naik 100 persen.
Dia menyebutkan, anggaran sebesar itu untuk bahan pakaian dari 50 anggota DPRD Kota Tangerang. Masing-masing akan mendapat empat jenis pakaian dengan total lima setelan terdiri dari satu setelan pakaian sipil lengkap, pakaian sipil resmi, dan pakaian sipil harian serta dua setelah pakaian dinas harian.
”Spesifikasi setiap pakaian mengacu pada standar satuan harga dari pemerintah setempat. Saya belum tahu spesifikasi dan harga setiap setelannya,” ujarnya.
Pengadaan pakaian wakil rakyat itu berlangsung setahun sekali sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Jika ditotal, jumlah baju untuk 50 anggota DPRD Kota Tangerang mencapai 250 setelan. Dengan pagu anggaran Rp 675 juta maka satu setelan dikenai biaya Rp 2,7 juta.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Misbah Hasan mengatakan, spesifikasi baju DPRD Kota Tangerang antara tahun 2020 dan 2021 perlu diperiksa. Demikian juga harga pasaran di tengah situasi pandemi Covid-19 guna memastikan wajar atau tidaknya anggaran tersebut.
”Setiap tahun memang ada kenaikan harga, tapi tidak wajar kalau sampai naik 100 persen. Harus periksa spesifikasi baju tahun 2020 dan 2021. Jika spesifikasinya sama, cek harga di tengah pandemi karena jarang harga naik signifikan," katanya.
Pungli bansos
Sebelumnya, Kota Tangerang juga dikejutkan dengan pungutan liar mewarnai penyaluran bantuan sosial. Hingga Selasa (3/7/2021), Pemerintah Kota Tangerang menerima 47 aduan ke layanan pengaduan melalui pesan teks melalui nomor 0811-1500-293.
Aduan tersebut berasal dari berbagai wilayah se-Kota Tangerang. Salah satunya di Kecamatan Karang Tengah yang dikunjungi Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam inspeksi penyaluran bantuan pada Rabu (28/7/2021).
Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Deonijiu de Fatima mengatakan, penyidik sudah memeriksa tujuh orang yang terdiri dari enam warga dan satu pendamping sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di Karang Tengah. Belum ada tersangka dan tidak menutup kemungkinan akan ada pemeriksaan terhadap warga ataupun pendamping sosial lainnya.
”Masih dalam pemeriksaan. Kami akan tindak tegas karena pungli merugikan banyak orang,” ujarnya.
Dalam pemeriksaan diketahui lima warga Karang Tengah tersebut menerima bantuan tidak sesuai jumlah semestinya. Mereka hanya menerima Rp 500.000 dari seharusnya Rp 600.000 sehingga mengadukan dugaan pungutan liar oleh pendamping sosial di wilayah mereka.
Tersangka korupsi
Di wilayah tetangga, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang menetapkan DKA dan TS sebagai tersangka korupsi bansos PKH senilai Rp 800 juta di Kecamatan Tigaraksa untuk penyaluran 2018/2019. Pendamping sosial di Desa Sodong, Desa Tapos, Desa Pasir, dan Desar Pasir Nangka itu sudah mendekam di tahanan kejaksaan.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Bahrudin menuturkan, kasus korupsi bansos terkuak dari aduan warga setempat pada pertengahan tahun 2020. Mereka melaporkan bahwa tidak menerima bansos sebagaimana mestinya.
”Kedua tersangka meminta kartu anjungan tunai mandiri penerima bantuan untuk menarik uang bantuan. Mereka memotong Rp 50.000 hingga Rp 100.000 sebelum menyerahkan uang bantuan yang dicairkan,” katanya.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang juga masih memeriksa delapan pendamping sosial dari 12 desa dan dua kelurahan di Tigaraksa. Mereka diduga melakukan kejahatan serupa dengan estimasi kerugian mencapai Rp 3,5 miliar.