Dua Pendamping di Tangerang Jadi Tersangka Penyalahgunaan Bantuan Sosial
Bansos kepada masyarakat miskin hingga kini rawan disalahgunakan. Sejumlah cela digunakan oknum untuk menyelewengkan dana bansos, termasuk pendamping sosial Program Keluarga Harapan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, praktik penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk rakyat kembali terungkap. Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang menemukan praktik penyalahgunaan dana bantuan sosial di Kecamatan Tigaraksa senilai Rp 800 juta yang dilakukan oleh dua pendamping Program Keluarga Harapan atau PKH.
”Yang kami tetapkan sebagai tersangka adalah pendamping sosial di empat desa di Kecamatan Tigaraksa. Uang sekitar Rp 800 juta diambil atau disalahgunakan kepada kedua tersangka,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang Bahrudin dalam keterangan pers bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini, Selasa (3/8/2021), di Kantor Kementerian Sosial.
Adapun modus yang digunakan pelaku adalah kedua pendamping sosial PKH tersebut meminta kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dari keluarga penerima manfaat (KPM), kemudian dia menarik sejumlah uang. Namun, jumlah uang bansos PKH yang ditarik dari ATM tidak semuanya diberikan kepada KPM karena dananya dipotong/dikurangi oleh pelaku sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000.
Petugas yang diberikan kewenangan terkait bansos agar melaksanakan tugas sesuai fungsinya. Kejaksaan tidak akan segan menindak pelaku penyalahgunaan kewenangan.
”Kalau dijumlah dengan jumlah KPM, itu jumlahnya fantastis. Untuk empat desa saja, uang yang tidak disalurkan sekitar Rp 800 juta,” ujar Bahrudin.
Ia berharap kepada petugas yang diberikan kewenangan terkait bansos agar melaksanakan tugas sesuai fungsinya. Pihaknya tidak akan segan menindak pelaku penyalahgunaan kewenangan.
Selain dua tersangka, saat ini Kejari Kabupaten Tangerang juga tengah menyelidiki perkara lanjutan dari penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) dalam PKH di 12 kecamatan, 12 desa, dan 2 kelurahan. Masih ada delapan pendamping sosial PKH yang dalam penyidikan.
Bahrudin menyatakan, estimasi kerugian dana bantuan sosial PKH 2018/2019 untuk Kecamatan Tigaraksa yang tidak bisa disalurkan kepada penerima PKH sekitar Rp 3,5 miliar.
Hingga kini Kejari Kabupaten Tangerang tengah memeriksa sekitar 4.000 saksi untuk mengungkap kasus serupa di wilayah tersebut. Kendati membutuhkan waktu karena situasi pandemi dan sedang berlangsung pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), tim kejari terus berupaya mengungkap kasus tersebut.
”Untuk menyiasatinya kami memeriksa satu hari minimal 60-70 saksi, jemput dari tempat tinggal, dikumpul di satu tempat kita jemput dengan bus, di kejari satu jam. Penjemputan berikut saksi-saksi yang kita minta keterangan pada hari itu,” kata Bahrudin.
Tidak akan toleransi
Mensos Tri Rismaharini menegaskan, pihaknya tidak akan memberi toleransi atas tindakan oknum pendamping PKH. ”Sebetulnya para pendamping sudah menerima gaji. Artinya, mereka tidak boleh memotong apa pun karena mereka terima gaji,” ujar Rismaharini tegas.
Ia mengakui ada sejumlah kasus penyalahgunaan dana bansos ditangani penegak hukum. Namun, hal itu tidak mudah. Sebab, banyak yang harus diperiksa, dan waktu yang banyak.
Hingga kini penyaluran bansos PKH dan BPNT di Jawa sudah di atas 89 persen. Bansos beras sebesar 10 kilogram dari Bulog diberikan kepada 10 juta KPM PKH, dan Bantuan Sosial Tunai (BST) kepada 10 juta KPM, dan BPNT/Kartu Sembako non-PKH sebanyak 8,8 juta KPM.
Rismaharini menegaskan, semenjak menjadi menteri, mulai Januari 2021 lalu dia meminta daerah memperbaiki data KPM, dan ada sekitar 14 juta KPM yang diperbaiki. Namun, dia mengakui ada daerah yang aktif, tetapi ada juga yang tidak aktif.
Sesuai UU No 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, data penerima bantuan berasal dari daerah. Kalau memang kurang, sebaiknya diusulkan.
Dia mencontohkan, ada daerah di Papua yang sudah memperbaiki data 100 persen. Kenapa Papua, sebelumnya tahun 2020 hanya 15.000 penerima bantuan, tetapi tahun 2021 sudah naik 28.000 penerima bantuan. ”Jadi naik 100 persen karena kita perbaiki datanya. Ini bisa dimanfaatkan daerah untuk usulan baru,” katanya.