Vaksinasi Covid-19 Bukan Penyebab Kematian Warga Kota Tangerang
Komite Daerah Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Provinsi Banten memastikan bahwa kematian Joko Susanto bukan karena vaksinasi Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Komite Daerah Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Provinsi Banten, Komite Nasional PP KIPI, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Kelompok Kerja KIPI Kota Tangerang menyimpulkan bahwa kematian Joko Susanto bukan karena vaksinasi Covid-19. Kematiannya adalah suatu koinsiden atau kejadian kebetulan setelah vaksinasi dan tidak terkait produk vaksin ataupun kesalahan prosedur vaksinasi.
Joko Susanto (32) merupakan warga Kunciran Jaya, Pinang, Kota Tangerang, yang mengalami demam dan batuk seusai penyuntikan dosis pertama vaksin jenis CoronaVac, Selasa (15/6/2021). Kondisi kesehatannya tak kunjung membaik hingga mengembuskan napas terakhir pada Rabu (23/6/2021).
Ketua Komda KIPI Banten Edison P Saragih, dalam keterangan yang diterima Kompas pada Rabu (30/6/2021), menyebutkan, tim gabungan menyelidiki kematian tersebut dengan memeriksa riwayat kesehatan sebelum, saat, dan setelah vaksinasi Covid-19.
Berdasarkan kajian secara hybrid pada Jumat (25/6/2021), disimpulkan bahwa yang terjadi adalah suatu koinsiden kejadian kebetulan setelah vaksinasi dan tidak terkait produk vaksin, kesalahan prosedur vaksinasi atau karena kecemasan vaksinasi serta belum dapat diklasifikasi.
Edison memaparkan, demam dan batuk yang dialami Joko tidak berkaitan dengan vaksinasi Covid-19. Gejala yang timbul setelah vaksinasi itu bisa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus pada saluran pernapasan.
”Gejala yang timbul bisa mengalami perburukan karena komorbiditas hipertensi atau tekanan darah tinggi. Puskesmas telah melakukan penapisan infeksi Covid-19 dengan tes antigen kepada Joko yang hasilnya negatif,” katanya.
Dalam keterangannya disebutkan pula kalau data pemeriksaan medis Joko belum lengkap dan komprehensif untuk mengarah pada diagnosis akhir terkait suatu penyakit tertentu. Karena itu, penyebab kematian yang terjadi delapan hari setelah vaksinasi tidak dapat disimpulkan lebih jauh karena pasien sudah meninggal saat dibawa ke rumah sakit dan tidak dilakukan otopsi.
”Kajian secara hybrid menyimpulkan yang terjadi adalah suatu koinsiden serta belum dapat diklasifikasi,” ujarnya.
Riwayat kesehatan
Berdasarkan riwayat kesehatan yang dikumpulkan tim gabungan, diketahui pada 15 Juni, Joko mendapatkan vaksinasi dosis pertama di SDI Cikal Cendikia yang masuk wilayah Puskesmas Kunciran Baru. Dia dinyatakan layak menerima vaksin setelah pemeriksaan kesehatan sebelum vaksinasi dengan riwayat tekanan darah tinggi atau hipertensi terkontrol.
Pemantauan pascavaksinasi menunjukkan tidak ada gejala atau dalam kondisi baik sehingga bisa pulang ke rumah. Namun, pada 16 Juni, Joko mengalami demam dan batuk.
Sehari berselang, dia berobat ke klinik F dan mendapatkan obat sesuai dengan keluhan. Pada 19 Juni, batuknya belum reda sehingga berobat ke klinik Y dan mendapatkan obat sesuai dengan keluhan.
Kondisi yang tak kunjung membaik membuatnya diinfus oleh tetangga yang merupakan perawat pada 22 Juni. Sehari berselang, Joko berobat ke puskesmas mengendarai sepeda motor dengan keluhan batuk, pilek, dan pegal tanpa demam.
Hasil pemeriksaan fisik, tanda vital, dan pemeriksaan umum menunjukkan batas normal. Puskesmas juga melakukan tes usap antigen dengan hasil negatif.
Gejala yang timbul bisa mengalami perburukan karena komorbiditas hipertensi atau tekanan darah tinggi. Puskesmas telah melakukan penapisan infeksi Covid-19 dengan tes antigen kepada Joko yang hasilnya negatif. (Edison P Saragih)
Joko mendapatkan obat sesuai dengan keluhan dan disarankan untuk isolasi mandiri serta menjalani tes reaksi berantai polimerase (PCR) keesokan harinya.
Sepulang dari puskesmas, dia diperiksa oleh tetangganya dengan hasil tekanan darah tinggi dan penurunan kadar oksigen. Pukul 15.45, dia dibawa ke IGD RS PI dengan kondisi henti napas serta jantung dan dinyatakan meninggal.
Hipertensi
Istri mendiang Joko, Putri Rahmawati (31), menyebutkan, suaminya dalam kondisi sehat walafiat ketika mengikuti vaksinasi di Pinang, Kota Tangerang. Suaminya juga tidak mempunyai riwayat penyakit bawaan ataupun berat.
Ketika pemeriksaan kesehatan, tekanan darahnya tinggi. Namun, tenaga kesehatan mengizinkan untuk penyuntikan vaksin. ”Tensi darahnya 160 pas dicek sebelum suntik,” ujarnya.
Atas peristiwa itu, dia mempertanyakan penyuntikan vaksin kepada warga yang punya tekanan darah tinggi. ”Kenapa tekanan darah 160 divaksinasi. Tenaga kesehatan seharusnya tahu kondisi kesehatan yang boleh atau tidak untuk divaksinasi,” katanya.