Mempertanyakan Karpet Merah bagi Pegiat ”Road Bike” di Ibu Kota
Tak ada pembenaran dalam bentuk apa pun untuk mengancam keselamatan diri dan pengguna jalan lainnya. Aturan dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan UU No 38/2004 tentang Jalan harus ditegakkan.
Ketika matahari baru beberapa saat terbit di ufuk timur Jakarta, roda-roda sepeda balap atau road bike sudah menggilas aspal jalanan Ibu Kota. Roda-roda besar sepeda berputar cepat dikendalikan kayuhan kaki para penggunanya yang membungkuk, menembus jalan yang mulai dipadati kendaraan roda dua dan empat.
Di sekitar kawasan Senayan, sejumlah pesepeda balap berbaris membentuk peleton, berdampingan dengan pengendara kendaraan bermotor lainnya, di lajur kiri. Di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, pesepeda juga terlihat berlalu lalang di lajur kiri. Namun, ada juga yang masuk ke jalur khusus sepeda permanen bersama segelintir pengguna sepeda lipat dan sepeda biasa.
Sekitar pukul 06.00, rombongan polisi lalu lintas mengawasi pergerakan mereka. Sebagian dari mereka berjaga di sejumlah titik jalur khusus sepeda bersama petugas dinas perhubungan. Sebagian lainnya berpatroli dengan motor besar dan mobil.
Rabu (2/6/2021), polisi dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengadakan sosialisasi pengaturan jalan bagi pesepeda balap. Sesuai hasil evaluasi dalam rapat bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan, Senin lalu, jalan utama Sudirman-Thamrin boleh dipakai pesepeda road bike pada pukul 05.00-06.30 setiap hari Senin-Jumat.
Polisi pun berkeliling antara Bundaran Senayan dan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat untuk mengawasi pesepeda yang mungkin masih berkendara di luar jalur sepeda, lepas pukul 06.30. Sampai sekitar pukul 07.00, kerja polisi lalu lintas tampak tidak terlalu berat karena jumlah pesepeda yang tidak terlalu ramai cenderung mudah ditertibkan.
Baca juga : Pengaturan Lintasan ”Road Bike” Menunggu Persetujuan Gubernur DKI Jakarta
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo, yang ikut berpatroli, mengatakan, patroli tersebut merupakan bagian dari upaya sosialisasi dan preventif terkait penerapan beberapa poin hasil rapat bersama. Upaya itu akan diterapkan seterusnya kendati hasil evaluasi belum diketuk palu oleh Gubernur DKI Jakarta.
”Jalur sepeda yang ada hukumnya wajib dipakai semua pesepeda. Namun, ada dispensasi bagi pesepeda olahraga untuk menggunakan jalan di luar jalur sepeda yang lebih memadai. Kami mengakomodasi sehingga tercipta keamanan, keselamatan, dan kenyamanan berkendara,” tutur Sambodo.
Selain mengatur waktu untuk lintasan sepeda di luar jalan utama Jalan Sudirman-Thamrin pada hari kerja, instansi tersebut juga menyepakati penggunaan jalan layang non-tol Kampung Melayu-Tanah Abang untuk pesepeda pada Sabtu dan Minggu dari pukul 05.00 sampai 08.00. Pesepeda balap diimbau menggunakan lintasan tersebut dengan tertib pada akhir pekan, selain Jalan Sudirman-Thamrin.
Ini sudah jelas diatur oleh UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ juga UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, bahwa pesepeda menggunakan jalur khusus pesepeda di sisi kiri jalan. Jadi, tidak ada dasar pesepeda road bike bisa mendapat hak khusus untuk menggunakan jalan raya. (Azas Tigor Nainggolan)
Untuk melengkapi pengaturan tersebut, Sambodo menjelaskan, pihaknya akan segera membuat prosedur standar operasi atau SOP untuk penegakan hukum bagi pesepeda yang melanggar aturan. SOP bagi pesepeda itu akan mendetailkan aturan lalu lintas yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya Pasal 229.
”Kita akan sama-sama menyusun SOP penindakan terkait Pasal 229. Ini pertama kalinya Indonesia akan punya SOP penindakan bagi pengguna sepeda. Nanti kita akan lihat, apa aturannya akan berbentuk penyitaan KTP pengguna atau sepeda,” ujarnya.
Tidak berdasar
Sejumlah pengamat transportasi pun mempertanyakan pemerintah provinsi yang seolah memberi karpet merah bagi pesepeda, khususnya pegiat road bike. Azas Tigor Nainggolan dari Forum Warga Kota Jakarta menegaskan, jalan raya umum tetap harus menjadi sarana transportasi, bukan untuk road bike.
”Ini sudah jelas diatur oleh UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ juga UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, bahwa pesepeda menggunakan jalur khusus pesepeda di sisi kiri jalan. Jadi, tidak ada dasar pesepeda road bike bisa mendapat hak khusus untuk menggunakan jalan raya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, kemarin.
Dengan jelasnya aturan lalu lintas tersebut, ia berharap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih fokus dalam menangani isu publik lainnya. Polisi juga diharapkan menindak tegas pengguna road bike yang melanggar undang-undang.
”Tindakan tegas adalah untuk keselamatan pesepeda road bike itu sendiri dan pengguna jalan lainnya,” katanya.
Setali tiga uang, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai demam road bike tidak akan berlangsung lama sekalipun Gubernur DKI Jakarta turun tangan mengesahkan aturannya. Layaknya motor atau mobil balap, sepeda road bike yang bisa melaju dengan kecepatan maksimal 60 kilometer per jam hanya optimal melaju di jalur khusus yang bebas hambatan.
”Jalur sepeda di Jalan Sudirman-Thamrin sudah beberapa kali disesuaikan, mulai dari jalur sepeda yang menyatu dengan trotoar hingga jalur khusus sepeda yang terlindungi. Di tempat-tempat tersebut sepeda hanya bisa melaju maksimal 25 kilometer per jam. Kalau sepeda balap masuk jalan umum, enggak mungkin karena kecepatan kendaraan di jalan raya kota maksimal hanya 40 kilometer per jam. Ini sudah menyalahi aturan,” jelasnya.
Baca juga : Saatnya Tren Bersepeda di DKI Jakarta Dibarengi Pengaturan dan Penegakan Hukum yang Tegas
Untuk itu, menurut Djoko, pemerintah sebaiknya menyediakan fasilitas bersepeda yang lebih sesuai bagi pesepeda balap. Di Jakarta sendiri sudah ada gelanggang balap sepeda yang disediakan, seperti di Jakarta Velodrome. Di luar itu, pemerintah juga bisa menyediakan jalur sepeda di jalan tol. Fasilitas semacam itu sudah dilakukan di negara lain, seperti Korea dan Jepang.
Terkait penyediaan jalur sepeda di jalan tol, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mengupayakan hal itu. Pada 11 Agustus 2020, Anies mengajukan permohonan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memanfaatkan ruas jalan tol lingkar dalam bagi pesepeda road bike.
Keselamatan
Djoko menilai, bagaimanapun, keamanan dan keselamatan pengguna jalan yang utama. Oleh karena itu, pihak berwenang dan pengguna jalan, khususnya pesepeda road bike, harus menjalani aturan yang berpihak pada keselamatan lalu lintas.
Komunitas pesepeda road bike, GoShow Cycling Community, juga menilai keselamatan dan keamanan adalah prioritas utama. Komunitas yang diikuti 20 pegiat road bike di Jakarta itu mendadak viral karena unggahan foto kegiatan mereka bersama komunitas Jakarta Cycling Community di Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di Jalan Layang Dukuh Atas, Rabu (26/5/2021).
Foto itu menunjukkan seorang pengendara sepeda motor yang mengacungkan jari tengah ke hadapan rombongan pesepeda yang hampir menutupi seluruh lajur jalan. Foto itu pun menggulirkan banyak perdebatan di media sosial. Komunitas GoShow pun sempat memberi klarifikasi, yang justru semakin memanaskan perdebatan. Namun, mereka segera menyatakan permohonan maaf lewat akun Instagram komunitasnya.
”Tentu saja tidak ada pembenaran dalam bentuk apa pun untuk mengancam keselamatan diri ataupun pengguna jalan lainnya,” kata Ade, salah satu pengurus komunitas GoShow, kepada Kompas.
Keamanan dan keselamatan pengguna jalan yang utama. Oleh karena itu, pihak berwenang dan pengguna jalan, khususnya pesepeda road bike, harus menjalani aturan yang berpihak pada keselamatan lalu lintas. (Djoko Setijowarno)
Menanggapi pengaturan jalur road bike oleh Pemprov DKI Jakarta, mereka menilai upaya itu sebagai bentuk dukungan serius dalam mengampanyekan hidup sehat dengan bersepeda serta memberikan keamanan dan kenyamanan untuk pesepeda.
”Apa yang baru saja terjadi menjadi pelajaran berharga untuk kami. GoShow Cycling Community akan mendukung serta menaati peraturan apa pun yang disahkan oleh pemerintah,” lanjut Ade yang mengharuskan anggotanya untuk memulai kegiatan bersepeda dari pukul 05.00 agar tidak mengganggu pengguna jalan lainnya.
Muhammad Busro (23), pesepeda dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, ke Jakarta Pusat, juga mengamini hal yang sama. Walaupun bersepeda hanya untuk mengisi waktu luang, adanya fasilitas jalan dan penegakan hukum yang tegas untuk seluruh pengguna jalan juga dibutuhkan.
”Namun, saya lebih setuju pesepeda tetap pakai jalur khusus sepeda. Kalau di luar jalur, apalagi masuk ke lajur tengah, bisa bahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lain juga. Sayangnya, jalur sepeda yang bagus baru ada di Jalan Sudirman-Thamrin,” ujarnya.
Ia pun berharap, pemerintah memperluas jalur sepeda ke jalan-jalan lainnya di Ibu Kota. Harapan itu semakin kuat setelah melihat pembangunan trotoar jalan yang telah lebih dulu berkembang, dengan Jalan Sudirman-Thamrin sebagai acuannya.
”Walaupun saya bersepeda kalau ada waktu luang saja, saya ingin jalur sepeda diperluas lagi supaya semakin banyak orang yang mau naik sepeda, terutama untuk transportasi,” katanya.
Bukan hanya bagi pesepeda road bike, pemerintah juga harus berpacu dalam melindungi keamanan dan keselamatan berlalu lintas seluruh pengguna jalan, sembari terus mengembangkan fasilitas bertransportasi yang ideal bagi semua. Ruang publik seperti jalan umum harus adil untuk semua, bukan memberi karpet merah kepada pengguna jalan tertentu.