Ramai-ramai ”Berburu Celeng” di Depok
Di Indonesia, dengan ragam budaya dan suku, muncul berbagai kepercayaan pesugihan atau cara untuk memperkaya diri dengan cara apa pun yang tak wajar. Paling segar dalam ingat publik saat ini, yaitu babi ngepet di Depok.
Celeng atau babi hutan ini cukup sering dijadikan obyek berkonotasi negatif oleh manusia. Seorang perupa Djoko Pekik pun menggunakan babi sebagai narasi dalam lukisannya. Dari lukisan berjudul Indonesia 1998: Berburu Celeng itu Pekik mendapat sekitar Rp 1 miliar. Pekik menjadi pelukis Indonesia yang sugih (Jawa; kaya).
Dalam lukisan itu, Pekik menggambarkan seekor celeng dengan perut besar atau gendut terikat di sebilah bambu yang digotong oleh dua warga. Celeng berwarna hitam itu tertangkap warga. Seribu pasang mata warga melihat babi itu dengan senang dan gembira.
Seperti dalam fenomena ”babi ngepet” yang baru-baru ini yang viral dan ramai diperbincangkan, lukisan Pekik sedikit mengambarkan realitas di Kampung Bedahan, Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat.
”Sebulan lalu saya dengar ada suara babi, tapi tak berhasil ditangkap warga. Saya di dalam rumah, tidak lihat juga babi itu. Kejadian sebulan lalu itu jadi pembicaraan warga dan sepertinya yang dikatakannya (AI) benar, ada babi ngepet yang mau curi uang,” kata seorang ibu warga Kampung Bedahan.
Malunya itu malu banget karena suami saya nurut ikut AI untuk telanjang saat babi itu ketangkap.
Selang sebulan, Selasa (27/4/2021) dini hari, terdengar suara lantang seorang warga berteriak babi ngepet. Suara itu menyadarkan warga lainnya dan keluar untuk menangkap babi ngepet itu. Babi ngepet itu pun berhasil ditangkap Adam dan sejumlah warga lainnya.
Tak seperti babi di lukisan Pekik yang gendut, babi yang ditangkap warga Bedahan itu kurus kecil. Hanya warna bulu hitamnya yang seperti lukisan Pekik.
Warga yang berhasil menangkap babi yang sudah meresahkan itu bersuka cita, lega, karena kampung mereka aman dari ancaman babi ngepet, tak ada lagi kekhawatiran rumah mereka akan menjadi sasaran babi ngepet.
Warga pun mengiring babi ngepet itu ke halaman samping rumah AI. Di dalam sebuah kandang kecil, babi itu dipertontonkan kepada banyak orang. Kerumunan warga pun terjadi untuk melihat makhluk jadi-jadian itu. Warga menunggu wujud aslinya yang menjelma babi ngepet itu. Namun, hingga babi itu mati, tak terjadi perubahan apa-apa.
AI berusaha mempertontonkan kepada warga bahwa babi ngepet itu nyata seperti yang sudah ia ceritakan. Sampai saat itu, warga sangat percaya cerita AI adalah sebuah kenyataan.
Baca juga: Berita Bohong ”Babi Ngepet” yang Bikin Malu Warga Depok
Meski demikian, cerita babi ngepet dari AI runtuh hanya dalam waktu tiga hari. Ia justru diburu dan ditangkap oleh Kepolisian Resor Metro Kota Depok karena ceritanya membuat resah warga. Kini semua mata tertuju pada pada sosok AI.
AI terbukti bersalah karena mengabarkan informasi bohong tentang ”babi ngepet” kepada warga Kampung Bedahan. Kisah yang menimbulkan kehebohan di dunia maya itu juga membuat malu sejumlah warga, tetangga AI, yang turut telanjang demi menangkap babi hitam yang ternyata hasil rekayasa itu.
”Semuanya yang viral tiga hari ini adalah hoaks, kejadian itu tidak seperti apa yang diberitakan. Tersangka merekayasa dengan memesan secara daring seekor babi dari pencinta binatang yang dibeli seharga Rp 900.000 dan biaya ongkos Rp 200.000,” kata Kepala Polres Metro Depok Komisaris Besar Imran Edwin Siregar, Kamis (29/4/2021).
Menabur isu
Kasus babi ngepet ini berawal dari masyarakat sekitar yang merasa kehilangan uang Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Dari cerita itu, AI merekayasa informasi kepada warga Kampung Bedahan bahwa itu akibat babi ngepet.
Demi memperkuat kisah yang ia bangun, kata Imran, AI lalu membeli babi dan bekerja sama dengan sekitar delapan orang untuk mengarang atau merekayasa cerita seolah-olah babi ngepet itu nyata.
Hingga akhirnya, Senin (26/4/2021) sekitar pukul 22.30, babi itu dilepas agar warga bisa melihat bukti wujud babi ngepet yang dibingkai seolah-olah akan beraksi mencuri uang. Pada Selasa dini hari, warga yang melihat babi itu pun percaya.
Baca juga: Menunggu Realisasi Komitmen Pemkot Depok Membongkar Dugaan Korupsi Damkar
Kepada warga, AI bercerita seolah-olah ada tiga orang yang akan beraksi. Mereka menggunakan motor, satu orang lalu turun dan berjalan tanpa menapakkan kaki menuju sebuah kebun milik warga. Orang itu lalu duduk dan 1,5 jam kemudian ia berubah jadi babi hutan berwarna hitam.
”Cerita itu, cerita babi itu ada kalung di leher, ikat kepala merah, itu bohong. Tujuan mereka ini supaya terkenal saja. AI ini sebenarnya tokoh tidak terlalu terkenal. Nah, aksinya ini supaya ia dianggap saja, seperti tokoh masyarakatlah. Tersangka sudah merencanakan ini sekitar sebulan,” tutur Imran.
AI pun mengaku, kejadian pada Selasa yang kemudian menjadi viral karena aksi babi ngepet adalah berita bohong atau hoaks. ”Itu kami rekayasa dengan sebab ada laporan kehilangan sehingga timbullah di hati dan pikiran untuk mengatakan hal itu (babi ngepet) agar selesai permasalahannya,” kata AI.
Di balik jeruji dan berstatus tersangka, AI kini menilai aksi dan idenya sangat fatal dan salah. ”Saya khilaf, lemah iman. Saya turun sebagai manusia setan, masuk ke dalam diri sehingga saya punya satu pikiran yang sangat-sangat jahat dan sangat-sangat tidak masuk akal,” tuturnya.
Atas perbuatannya, Adam dikenai Pasal 14 Ayat (1) dan atau Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Adam terancam kurungan 10 tahun penjara. Delapan orang lainnya masih dalam proses pemeriksaan.
Salah satu warga Bedahan, NG, mengatakan, peristiwa di Kampung Bedahan membuatnya malu bukan main. Mereka percaya saja dengan AI tentang babi ngepet. Ia baru sadar bahwa cerita itu bohong saat ada polisi datang menangkap AI.
Oleh sejumlah warga, AI dikenal sebagai ulama dan beberapa kali warga ikut pengajian. AI dan keluarganya tinggal di Kampung Bedahan sekitar dua tahun terakhir.
”Tapi, sejak orang ini (AI) tinggal di sini, entah kenapa lalu muncul cerita-cerita mistik. Mulai ada wewe gombel, kera putih, apa-apalah itu makhluk-makhluk, sampai cerita babi ngepet. Ini mungkin dia mau bikin warga cemas, ya, dengan cerita-ceritanya agar warga datang ke dia,” kata NG, yang tak mau namanya disebut karena malu dengan kejadian aneh yang sempat ia percaya.
Warga lainnya, E, tak kalah malu, bahkan mengaku tak nafsu makan. Tidak hanya percaya begitu saja dengan cerita AI, tetapi suaminya pun ikut termakan sehingga ikut menangkap babi. ”Malunya itu malu banget karena suami saya nurut ikut AI untuk telanjang saat babi itu ketangkap,” katanya.
Ketimpangan
Dosen Departemen Antropologi dan peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Pande Made Kutanegara, menuturkan, fenomena babi ngepet menggambarkan realitas ketimpangan sosial, kultural, kaya dan miskin, juga pendidikan.
Made menjelaskan, ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan secara rasional kepada masyarakat. Misal ketika ada seseorang menjadi kaya atau ada warga yang kehilangan uang, itu tidak mudah terjelas dengan sebuah realitas. Babi ngepet kemudian menjadi simbol untuk menjelaskan dan pemahaman yang bisa diterima warga, meski itu adalah hal yang irasional. Karena warga percaya, hal yang irasional itu pun menjadi rasional bagi warga.
Ketika di suatu tempat ada sosok figur, maka ucapannya seperti menjadi kebenaran mutlak. Ini ciri masyarakat kita, penokohan, siapa yang berbicara itu penting sekali.
”Ketika muncul ketimpangan itu, muncul kecemburuan sosial. Babi ngepet menjadi fenomena daerah tertentu untuk menjelaskan ketimpangan sosial itu karena ketidakmampuan mereka melihat keberhasilan kelompok atau dalam kasus di Depok ini mereka tidak bisa menjelaskan kenapa ada warga bisa kehilangan uang. Lalu babi ngepet dijadikan realitas agar warga menerima itu,” tuturnya.
Agar warga percaya, kata Made, harus dilihat pula siapa yang menyatakan. Figur menjadi penting agar informasi itu sampai kepada warga. ”Ketika di suatu tempat ada sosok figur, maka ucapannya seperti menjadi kebenaran mutlak. Ini ciri masyarakat kita, penokohan, siapa yang berbicara itu penting sekali,” lanjut Made.
Fenomena babi ngepet menjadi pelajaran untuk semua juga pemerintah yang harus segera mengikis ketimpangan besar di masyarakat. ”Ini menjadi edukasi yang bagus. Warga menjadi paham babi ngepet ternyata tidak betul,” tutur Made.
Pekik dalam lukisan semiliarnya mengambarkan celeng sebagai simbol kerakusan, perusak, pencuri. Siapa saja bisa jadi celeng, diburu atau dikejar, dan menjadi pusat perhatian. Kekuasan jahat dan keserakahan akan menjerumuskan dan menyengsarakan orang banyak.
Baca juga: Gunakan Dirham-Dinar, Polisi Tangkap Zaim Said Pengelola Pasar Muamalah