Gunakan Dirham-Dinar, Polisi Tangkap Zaim Said Pengelola Pasar Muamalah
Bank Indonesia mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan rupiah sebagai mata uang NKRI.
DEPOK, KOMPAS — Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menangkap Zaim Said, pendiri dan pengelola Pasar Muamalah, Tanah Baru, Beji, Kota Depok. Zaim Said dinilai melanggar aturan perdagangan tanpa menggunakan rupiah, tetapi mata uang dinar dan dirham.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap Zaim Said pada Selasa (2/2/2021). Zaim merupakan inisiator, pengelola, pemilik lahan, dan penyedia lapak Pasar Muamalah di Jalan Raya Tanah Baru, Beji, Kota Depok.
Baca Juga: Uang Kartal dan Upaya Menjaga Kedaulatan Rupiah
Ramadhan mengatakan, pengungkapan kasus berasal dari informasi yang diperoleh tim penyidik pada Kamis (28/1/2021). Ada video viral terkait penggunaan alat tukar selain rupiah, yaitu dinar dan dirham, sebagai alat transaksi jual beli atau perdagangan di Depok. Keberadaan Pasar Muamalah sebagai kegiatan perdagangan atau bazar sudah berlangsung sejak 2014. Aktivitas perdagangan dilakukan dua minggu sekali pada pukul 10.00-12.00.
”Tersangka ZS juga sebagai wakala induk, yaitu tempat menukarkan rupiah menjadi alat tukar dinar dan dirham yang digunakan sebagai alat jual beli. ZS juga merupakan amir amirat nusantara yang membentuk komunitas masyarakat yang ingin berdagang dengan aturan dan mengikuti tradisi pasar zaman nabi,” kata Ramadhan dalam konferensi pers, Rabu (3/2/2021).
Berdasar temuan tim penyidik, kata Ramadhan, Zaim Saidi menentukan harga beli koin dinar dan dirham merujuk acuan harga pada PT Aneka Tambang (Antam) ditambah 2,5 persen sebagai margin keuntungan. Dinar dan dirham dipesan dari PT Aneka Tambang, Kesultanan Bintan, Kesultanan Cirebon, dan Kesultanan Ternate dengan harga sesuai acuan PT Aneka Tambang. Selain itu, dirham perak diperoleh dari perajin daerah Pulo Mas Jakarta. Dirham perak yang diperoleh dari perajin harganya lebih murah dari acuan PT Antam.
Dinar yang digunakan sebagai alat pembayaran adalah koin emas seberat 4 1/4 gram emas 22 karat. Nilai tukar 1 dinar setara Rp 4 juta. Sementara dirham yang digunakan adalah koin perak seberat 2,975 gram perak murni. Nilai dirham setara Rp 73.500. Pada sebagian koin dinar dan dirham yang tercetak, tertulis nama Zaim Saidi. Itu karena Zaim Saidi sebagai penanggung jawab atas kandungan berat koin dinar dan dirham tersebut.
Atas perbuatan Zaim yang melakukan kegiatan jual beli tanpa mata uang rupiah, ia dijerat Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang asing. Zaim terancam hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
”Ini masih kami dalami dan kembangkan. Akumulasi keuntungan, karena ini sudah lama, kami akan lihat penghitungannya. Perkembangan selanjutnya akan kami update,” kata Ramadhan.
Tidak seperti pasar pada umumnya yang selalu ramai aktivitas jual beli, Rabu (3/2/2021), suasana Pasar Muamalah tampak sepi. Di lokasi Pasar Muamalah hanya terdiri atas lima rumah toko (ruko). Salah satu ruko yang memasang papan nama ”Muamalah” sudah terpasang garis polisi.
Yasser, salah satu pedagang di pasar Muamalah, mengatakan, aktivitas di pasar hanya berlangsung minggu kedua setiap bulan. Tidak ada yang berbeda dengan pasar lainnya. Namun, di Pasar Muamalah tidak ada sewa dan pajak.
”Mekanisme perdagangan seperti biasa, ada sistem barter. Harta ketemu harta, komoditas ketemu komoditas. Sistem transaksi dinar dan dirham tidak wajib. Sistem pembayaran rupiah, bahkan beras pun, kami terima, yang penting kesepakatan penjual dan pembeli. Untuk izin, kita tidak tahu seperti apa izinnya. Aktivitas jual beli sudah berlangsung sekitar 2014,” tutur Yasser.
Yasser yang menjajakan makanan basah dalam kemasan itu tidak terima jika mereka dianggap tidak mengikuti aturan karena sistem jual beli tetap menggunakan rupiah dan sistem barter barang. Menurut dia, tidak ada sesuatu yang dianggap melanggar hukum.
”Dinar dan dirham standar berat. Nah, di sini yang aktualnya emas dan perak. Koin ini yang kita pakai. Besaran penentuan harga, fleksibel. Pertama harus dibedakan mata uang dengan uang. Mata uang itu rupiah, yen, dinar, dan lainnya, sedangkan uang itu termasuk beras, kurma, bahkan di Nigeria indomi menjadi uang. Apa yang masyarakat bisa terima itulah uang,” tutur Yasser yang tidak bisa menjelaskan nilai ketentuan besaran nilai tukar koin dinar dan dirham.
Menurut Yazzer, kegiatan di Pasar Muamalah merupakan sunah. Keberadaan pasar tidak semata untuk menghidupkan ekonomi rakyat lewat jual beli, tetapi juga menjadi sarana wakaf, sedekah, dan zakat. Sistem barter, termasuk dengan komoditas logam, diharapkan dapat memfasilitasi para penerima sedekah zakat untuk bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan.
Tanpa izin
Lurah Tanah Baru Zakky Fauzan mengatakan, pihaknya melaporkan Pasar Muamalah yang bertransaksi menggunakan koin dinar dan dirham ke pihak Kecamatan Beji. Laporan itu dibuat karena tidak ada izin resmi. ”Ke kami tidak ada izin resmi. Bisa dilacak, keberadaan Pasar Muamalah di Depok ini sejak 2016. Dari pantauan kasi pemerintahan, memang ada aktivitas jual beli menggunakan koin dinar dan dirham,” kata Zakky.
Ekonom dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah, saat dihubungi Kompas, Selasa, menilai fenomena penggunaan alat tukar tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan tidak bermasalah. Hal ini karena penggunaan alat tukar dilakukan secara terbatas.
Alat tukar tersebut juga sama dengan penggunaan voucher, hasil penukaran rupiah, untuk bertransaksi dalam satu lokasi. Ini juga sama halnya dengan penggunaan uang elektronik seperti yang jamak dipakai saat ini.
”Saya kira fenomena adanya sekelompok masyarakat kita yang bernostalgia dengan uang dirham emas zaman lampau adalah sebuah realitas yang tidak perlu ditanggapi terlalu serius, selama mereka tidak melanggar peraturan perundangan. Fenomena uang emas itu sama dengan uang bambu yang dipergunakan secara terbatas sekali di lingkungan mereka,” tuturnya (Kompas, Selasa, 2/2/2021).
Sementara itu, penggunaan mata uang tunai selain rupiah, seperti valuta asing, atau mata uang baru yang dipakai secara massal disebutnya sebagai menyalahi aturan. Fenomena penggunaan valuta asing sebagai alat pembayaran tunai pernah marak di lingkungan usaha dan perhotelan sebelum tahun 2010-an.
Pada saat itu, Bank Indonesia (BI) sampai mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan valuta asing. Hal itu bertujuan mengendalikan permintaan valuta asing yang bisa memengaruhi nilai tukar rupiah.
”Ketegasan untuk fenomena seperti itu memang harus diapresiasi. Wibawa rupiah harus dijaga dan rupiah harus digunakan sepenuhnya,” kata Piter.
Alat pembayaran
Meski demikian, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono tetap memperingatkan masyarakat tentang kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah negara. Peringatan tertulis pekan lalu juga disampaikan kepada penyelenggara Pasar Muamalah yang sempat viral di media.
Mewakili BI, ia menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 23b Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 juncto Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2, Pasal 2 Ayat (1) serta Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Mata Uang, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasal 23b dalam UUD 1945 menjelaskan, macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Sementara Pasal 21 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, antara lain, menjelaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah NKRI.
Adapun soal sanksi dan ketentuan pidana penjara hingga denda atas pelanggaran pasal tersebut diatur dalam Pasal 33 pada undang-undang yang sama. Pelanggar bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
”BI mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan rupiah sebagai mata uang NKRI,” ucapnya.
Semangat menjaga kedaulatan rupiah ini pernah juga dikeluarkan BI untuk menanggapi kehadiran mata uang digital, bitcoin. Mata uang yang dapat digunakan untuk membeli, menjual, dan menjadi ukuran nilai atau harga barang-barang itu cenderung menjadi alat spekulasi, seperti emas dan perak.
Baca Juga: ”Bitcoin”, Mata Uang atau Komoditas?
Pada awal 2021, Pemerintah Indonesia pun hanya mengizinkan perdagangan mata uang digital (cryptocurrency), seperti bitcoin, itu di bursa berjangka. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengakui 229 uang digital di Tanah Air.