Pekerja informal mudik lebih awal karena pertimbangan kondisi Jakarta yang sepi pada momen Ramadhan dan pandemi Covid-19. Sebagian mereka telah banyak merugi meski baru memasuki awal pekan bulan puasa.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kalangan pekerja informal memilih mudik lebih awal karena pertimbangan kondisi Jakarta yang sepi selama bulan Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 ini. Aktivitas warga yang tak seramai sebelum masa pandemi membuat usaha mereka merugi meski baru memasuki awal bulan puasa.
Sejumlah warga yang bekerja pada sektor informal di Jakarta telah mantap memilih pulang ke kampung halaman, Selasa (20/4/2021). Sebagian dari mereka yang berusaha di bidang kuliner dan jasa pada pekan ini perlahan mendatangi terminal bus untuk melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman.
Doni Mulyadi (25), penjual tongseng, siang itu telah bersiap menunggu bus PO Sinar Dempo di Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kalideres, Jakarta Barat. Keputusannya mudik ke Pagar Alam, Sumatera Selatan, telah mantap lantaran lapak di perkantoran kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sangat sepi pada pekan pertama puasa.
"Saya sudah coba menimbang keputusan dan lihat pemasukan (dari berdagang tongseng) sepekan ini. Hampir enggak ada keuntungan belakangan, saya takut nanti tambah rugi karena (Jakarta) makin sepi. Saya mantapkan pulang dengan sisa tabungan, yang penting bisa bertemu orang tua," ucap Doni.
Sepinya lapak dagangannya itu membuat omzet harian sepekan terakhir tidak pernah sampai Rp 500.000. Padahal, momen Ramadhan selama masa sebelum pandemi setidaknya menghasilkan Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta per hari. Kondisi tersebut membuatnya tidak terlalu berharap adanya tambahan pendapatan, sehingga ia pun memilih mudik.
"Saya sudah coba menimbang keputusan dan lihat pemasukan (dari berdagang tongseng) sepekan ini. Hampir enggak ada keuntungan belakangan, saya takut nanti tambah rugi karena (Jakarta) makin sepi. Saya mantapkan pulang dengan sisa tabungan, yang penting bisa bertemu orang tua," ucap Doni.
Pertimbangan mudik lebih awal juga dipilih untuk menghindari periode larangan mudik pemerintah pada 6-17 Mei mendatang. Larangan itu sebelumnya tertuang dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah selama 6-17 Mei.
Pemerintah melarang penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi selama periode yang telah ditentukan untuk seluruh moda meliputi darat, laut, udara, dan perkeretapian.
Doni juga trauma karena lapaknya sempat tutup total saat pembatasan sosial berskala besar tahun lalu. Lapaknya itu tutup total selama periode Maret hingga Juli 2020, termasuk saat momen Ramadhan. Akibatnya, usaha yang dijalankannya saat ini adalah untuk menutup kerugian akibat hilangnya pendapatan selama Maret-Juli 2020 itu.
Tahun ini, Doni pun merelakan waktu lebih lama di kampung halaman. "Belum lihat tanggal (untuk pulang), tapi yang jelas saya baru akan pulang setelah periode larangan mudik usai," ujarnya.
Sugeng (52) bersama istri dan anaknya juga mudik dengan naik bus dari Terminal Kalideres. Dia dan keluarga menghindari periode larangan mudik sehingga berangkat lebih dini.
Selain itu, alasan mudik lebih awal juga karena usaha konfeksi Sugeng yang nihil pesanan. Dia tidak ingin mengambil risiko apabila pesanan kian sepi pada pekan berikutnya.
"Biasanya pasti ada pesanan jahitan yang mudah, mungkin masih bisa dapat pemasukan Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Tapi saya ambil risiko untuk mudik kali ini karena tiga tahun terakhir pun belum pulang," tuturnya.
Tren kepadatan pemudik di Terminal Kalideres diperkirakan akan terjadi pada periode 1-5 Mei mendatang. (Kepala Terminal Bus AKAP Kalideres Revi Zulkarnaen)
Puncak mudik
Kepala Terminal Bus AKAP Kalideres Revi Zulkarnaen menjelaskan, kondisi terminal saat ini masih landai meski ada sejumlah warga yang menyegerakan mudik. Selama periode larangan mudik belum berlaku, bus tetap diizinkan berangkat dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Revi menyatakan, tren kepadatan pemudik di Terminal Kalideres diperkirakan akan terjadi pada periode 1-5 Mei mendatang. "Kami mewaspadai lonjakan penumpang bus yang diperkirakan terjadi di awal Mei nanti. Semuanya mesti berjalan sesuai dengan protokol kesehatan," jelas dia.
Di Jakarta Timur, sebagian pekerja informal juga ditemukan mudik dengan moda bus ke berbagai tujuan. Contohnya, Adib (37) bersama istri dan anaknya. Saat ditemui di agen bus PO Rosalian Indah di Ciracas, Jaktim, mereka tengah menunggu giliran menaiki bus untuk pulang kampung ke Ngawi, Jawa Timur.
Adib memilih moda bus lantaran tidak adanya prasyarat surat keterangan tes bebas Covid-19. "Prasyarat naik bus tidak serumit kalau naik kereta. Di samping itu, harga tiket Rp 200.000 (per penumpang) relatif terjangkau buat ekonomi keluarga yang sedang sulit," ujar pemilik lapak bakso di Depok, Jawa Barat, ini.
Sebelumnya, ada juga Nurkatiyah (49) yang mudik ke Klaten, Jawa Tengah, dengan menumpangi bus pada Minggu (18/4/2021) kemarin. Saat itu, pedagang nasi rawon di kawasan Ciracas ini mengaku memilih mudik lebih awal untuk menghindari periode larangan mudik.
"Takutnya nanti kalau ditunda-tunda, saya enggak bisa menemani anak yang sudah hamil besar di kampung," kata Nurkatiyah.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan, pekerja informal menjadi kalangan yang paling mungkin menyegerakan mudik. Ada kemungkinan mereka menimbang keputusan mudik lebih awal karena kondisi usaha yang lesu saat Ramadhan.
"Sebagian pekerja informal mungkin melihat peningkatan omzet yang cenderung tidak signifikan. Akhirnya muncul pemikiran, ngapain berlama-lama di kota, lebih baik menyegerakan mudik untuk bertemu sanak saudara," kata Tauhid.
Tauhid menambahkan, keputusan menyegerakan mudik juga dipengaruhi pengalaman pada tahun lalu. Mereka yang mengalami pelarangan mudik mungkin akan lebih menyegerakan kepulangan.
Selain itu, para pekerja informal pasti telah mempertimbangkan modal serta waktu yang mereka punya. "Mungkin ada perhitungan dari mereka, rugi tidak buka dua-tiga minggu gitu, masih bisa ditutup dengan pemasukan dari bulan-bulan sebelumnya. Sebagian pekerja informal juga menumpuk harta di kampung halaman mereka," jelasnya.
Terkait itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan pelarangan mudik adalah upaya mencegah kembali tingginya angka kasus Covid-19. ”Mudik, paling banter hukumnya sunah, sedangkan menjaga kesehatan kita, keluarga, dan lingkungan adalah wajib. Jangan sampai yang wajib ditinggalkan hanya untuk mengejar yang sunah,” ujarnya dalam telekonferensi pers, Senin (Kompas, 19/4/2021).