Pembebasan Lahan Sodetan Ciliwung Masih Belum Tuntas
Proyek sodetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur sempat mangkrak selama beberapa tahun karena warga Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, menolak untuk mengosongkan lahan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses kelanjutan sodetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur di Ibu Kota masih menunggu pembebasan lahan. Sebelumnya, Balai Besar Ciliwung-Cisadane di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan bahwa bulan Juni proyek sodetan sudah bisa dimulai. Namun, di lapangan, warga baru mau mengajukan surat pembebasan tanah.
Rencana tersebut diungkapkan oleh Kepala BBWSCC Bambang Heri Mulyono dalam seminar daring bersama Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta dan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada pertengahan Maret lalu. Menurut dia, proses sodetan Sungai Ciliwung dengan Kanal Banjir Timur (KBT) sudah berlangsung sejak 2013. Dari hilir menuju hulu telah terbangun dua pipa sepanjang 600 meter.
”Daerah bermasalah justru di hulu, yaitu di inlet sodetan karena ada kendala penyediaan lahan. Tapi, tanggal 16 Oktober 2020 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah memfasilitasi dialog dengan warga dan mereka menyetujui proyek dilanjutkan,” kata Bambang.
Daerah bermasalah justru di hulu, yaitu di inlet sodetan karena ada kendala penyediaan lahan. Tapi, tanggal 16 Oktober 2020 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah memfasilitasi dialog dengan warga dan mereka menyetujui proyek dilanjutkan.
Menurut rencana, sodetan Ciliwung-KBT akan sepanjang 1,2 kilometer dengan kemampuan mengalirkan 60 meter kubik air setiap detik. BBWSCC menargetkan, jika Juni tahun ini bisa segera melanjutkan proyek, dalam dua tahun atau pada 2023 sodetan itu sudah selesai dibangun.
Pelepasan hak
Proyek sodetan Ciliwung-KBT sempat mangkrak selama beberapa tahun karena warga Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, menolak untuk mengosongkan lahan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menyatakan bahwa lahan yang ditempati warga tersebut adalah tanah milik pemerintah sehingga tidak bisa diberi ganti rugi. Akibatnya, warga mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke pengadilan.
”Ada dua RW (rukun warga) yang terdampak proyek sodetan, yaitu RW 004 dan RW 014. Kalau digabung setidaknya ada 300 rumah,” kata kuasa hukum Gugatan Perwakilan Kelompok RW 004 dan RW 014 Bidara Cina, Yudi Anton Rikmadani, dari firma hukum Kariem and Partners tatkala dihubungi di Jakarta, Senin (12/4/2021).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Putusan Nomor 321/PDT.G/2015/PN.JKT.PST menyatakan bahwa warga memenangi gugatan dan Pemprov Jakarta harus memberikan kompensasi apabila hendak menggusur mereka. Yudi mengatakan, pada tahun 2020 memang ada dialog dengan Pemprov Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan. Intinya ialah warga menyadari pentingnya proyek sodetan tersebut dan bersedia bekerja sama dengan ganti rugi yang adil.
Kesepakatan itu sesuai dengan kasasi dari Mahkamah Agung yang tertuang dalam Putusan Kasasi Nomor 743 K/PDT/2020. Sertifikat hak pakai milik Pemprov Jakarta dinyatakan tidak sah oleh pengadilan sehingga mereka wajib memberi kompensasi kepada warga terhadap tanah, bangunan, ataupun tumbuh-tumbuhan yang terimbas proyek sodetan Ciliwung-KBT. Anies menyetujui kasasi ini guna menghindari konflik berkepanjangan dan proyek sodetan bisa segera dijalankan kembali (Kompas, 20 September 2019).
”Proses saat ini adalah warga sedang mengurus pelepasan hak atas tanah. Ini proses administrasi dengan cara mengumpulkan berkas untuk diajukan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kantor Wilayah DKI Jakarta,” papar Yudi. Pengajuan pelepasan hak ini tidak atas nama individu, tetapi satu kesatuan sesuai dengan daftar para penggugat perwakilan kelompok tersebut.
Ia melanjutkan, jika proses pelepasan hak atas rumah dan tanah semua warga RW 004 dan RW 014 selesai, BPN baru bisa mengukur lahan terdampak serta merumuskan nilai ganti rugi yang sepadan. Biaya kompensasi atas lahan ditanggung oleh BPN, rumah dan bangunan akan dibayar oleh Dinas Perumahan, dan tanaman akan dibayar oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan. Tidak ada yang bisa memastikan jadwal semua pelepasan hak rampung.
Ketika Kompas mendatangi RW 004 Kelurahan Bidara Cina, sejumlah warga yang menolak disebutkan namanya mengatakan, petugas dari BPN sudah beberapa kali datang meninjau lokasi. Namun, mereka belum memutuskan lebar wilayah yang akan dipakai untuk proyek sodetan.
Sepanjang pengetahuan warga, sodetan akan dilakukan di Jalan Sensus hingga ke bantaran sungai Ciliwung yang panjangnya sekitar 200 meter. Salah satu warga berinisial G mengatakan, jika proyek itu dimulai, pastinya akan ada kendala akses keluar dan masuk permukiman, polusi suara, dan pekarangan ataupun bangunan milik warga yang terpaksa dirombak.