Sejumlah Tanya di Balik Serangan Zakiah di Mabes Polri
Keluarga menduga ada penuntun di balik aksi Zakiah Aini menyerang Markas Besar Polri. Penyidikan polisi masih dinanti.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
M Ali (69) melangkah tenang kembali ke rumahnya di Gang Taqwa, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (1/4/2021) sekitar pukul 12.30, seusai menunaikan shalat di masjid tak jauh dari rumahnya. Ia berkali-berkali mengatupkan tangan sebagai tanda penolakan diwawancarai di depan puluhan wartawan yang menunggu sejak pagi. Lelaki itu ayah dari Zakiah Aini, perempuan 25 tahun, yang tewas ditembak saat menyerang petugas di Markas Besar Polri, Rabu lalu.
Saat mendekati beranda rumahnya, M Ali berpapasan dengan salah satu tetangga rumahnya, Theoria (68). Ia menyambut tetangganya itu dengan senyum dan bertegur sapa. Mereka lalu mengobrol sekitar 15 menit.
Bagi Theoria, Ali sudah seperti keluarga. Ali yang pekerja harian lepas sering diminta Theoria membantunya di rumah jika ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang membutuhkan bantuan orang lain. Hubungan baik itu terawat hingga kini.
Saat izin keluar rumah, Zakiah tak membawa barang apa pun selain telepon selulernya.
Dari kedekatan itu, Ali nyaman menceritakan situasi putri bungsunya selama di rumah sebelum akhirnya tewas di Mabes Polri. Sambil menggeleng-gelengkan kepala, ayah lima anak itu tak percaya putrinya bertindak senekat itu dengan menerobos ”jantung polisi” sambil menembakkan pistol.
Zakiah memang dikenal pendiam, tertutup, dan sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Zakiah juga dikenal sosok yang polos dan sering sakit-sakitan.
”Anak itu masih labil. Kalau diajak orang, dia mau. Orangnya lugu, kurus, dan juga sakit-sakitan,” kata Theoria menceritakan kembali obrolannya dengan ayah Zakiah.
Dari cerita M Ali kepada Theoria, diketahui kalau Zakiah pamit dari rumah pada Rabu (31/3/2021) pukul 09.00. Ia pamit kepada ibunya untuk pergi sebentar tanpa memberitahukan alasan kepergiannya itu.
Saat izin keluar rumah, ia tak membawa barang apa pun selain telepon selulernya. Dua jam kemudian, Zakiah mengirim pesan ke grup WhatsApp keluarga. Ia pamit.
”Keluarganya sempat kaget, tapi mereka sama sekali tidak curiga dia mau nyerang polisi. Mereka lalu coba Whatsapp dan juga telepon ke nomornya, kenapa dia pamit. Tetapi terlambat, nomor anaknya sudah tidak aktif,” kata Theoria.
Keluarga Zakiah sempat berinsiatif melapor ke polisi. Namun, inisiatif itu diurungkan lantaran Zakiah baru keluar rumah dan belum bisa dikategorikan hilang lantaran belum sampai 24 jam. Rabu sore, keluarga mendapat kabar bahwa putri mereka tewas saat menyerang di Markas Besar Polri.
Menurut Theoria, M Ali memiliki lima anak. Dua anaknya laki-laki dan tiga lainnya perempuan, termasuk Zakiah. Dari lima anak itu, hanya Zakiah yang dikenal tertutup dan mengurung diri di rumah.
Sikap tertutup Zakiah baru muncul saat ia melanjutkan studinya di Universitas Gunadarma tahun 2013. Seusai menjalani masa kuliah sekitar 5 semester, ia berhenti kuliah.
”Saat sudah tidak kuliah juga, kami hampir tidak pernah lihat. Sangat tertutup, tidak pernah mau keluar. Dia berbeda sekali dengan kakak-kakaknya,” katanya.
Agung (35), tetangga lain yang juga dekat dengan salah satu kakak lelaki Zakiah, berkisah, Zakiah selama ini hanya dekat dengan kakak lelakinya itu. Dari situ Agung sedikit tahu kalau keseharian bungsu itu tak jauh dari telepon seluler.
”Dia sering pesan air kelapa hijau. Itu juga pakai aplikasi daring. Tidak pernah dia mau keluar untuk beli langsung,” kata lelaki yang kesehariannya berdagang sayur tak jauh dari rumah Zakiah.
Sementara itu, menurut Kasdi, Ketua RT 003 RW 010, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Zakiah sejak masa sekolah menengah pertama memang dikenal pendiam. Sifat pendiam itu terbawa hingga ia duduk di perguruan tinggi dan kemudian berhenti kuliah.
”Kegiatan di lingkungan sini juga tidak pernah aktif. Kata keluarganya, dia kalau keluar itu paling hanya sampai teras. Beberapa menit lagi balik ke kamar. Saya selama jadi RT di sini, malah tidak pernah lihat anak itu,” katanya.
Sifat tertutup Zakiah tak ditunjukkan dengan memakai cadar. Ia berpakaian seperti biasa dan selalu berjilbab. Kebiasaan di rumahnya persisi saat ia terekam kamera pemantau Mabes Polri saat menyerang petugas pada Rabu sore.
Saat berada di Mabes Polri, Zakiah mengenakan pakaian hitam dan berjilbab biru. Zakiah juga diketahui membawa senjata berjenis pistol beserta sebuah map berwarna kuning.
Berbagai benda itu, menurut pengakuan keluarga yang diceritakan kembali oleh Theoria, tak mungkin ia bawa dari rumah. Sebab, dari pengetahuan keluarga, ia tidak pernah menyimpan benda apa pun yang berbahaya. Saat menggeledah rumah Zakiah pascapenyerangan, polisi juga tidak menemukan barang berbahaya. Hanya sehelai surat wasiat yang diduga kuat ditulis oleh Zakiah.
”Sepertinya ada yang ngasih (senjata). Kata keluarga, ada yang mungkin menuntun anak ini,” ucap Theoria lagi.
Lantas, siapa penuntun atau pembisik Zakiah sehingga ia bertindak senekat itu? Bagaimana ia sampai di Mabes Polri? Siapa pemberi pistol? Penyidikan polisi untuk membuat terang teror di jantung polisi itu masih dinanti publik.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dalam jumpa pers, Rabu (31/3/2021) malam, menyebutkan, tindakan tersangka merupakan tindakan lone wolf (beraksi sendiri) dan berideologi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Itu dibuktikan dengan unggahan di media sosial pelaku.