Pintu museum sudah dibuka meskipun dengan sejumlah aturan demi mencegah penularan Covid-19. Hanya saja, minat orang mengunjungi museum masih sedikit.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setahun lebih setelah pandemi Covid-19 melanda di dalam negeri, museum-museum masih merana. Belum dimulainya kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka di sekolah menjadi faktor utama turunnya jumlah pengunjung museum di Jakarta. Selama ini, rombongan siswa menjadi pengunjung mayoritas yang meramaikan museum.
Museum Joang 45 yang berlokasi di Jalan Menteng Raya, Menteng, Jakarta Pusat, terlihat lengang pada Jumat (12/3/2021) siang. Hingga pukul 11.00 tercatat hanya satu pengunjung yang mendatangi Museum Joang 45 sejak dibuka pada pukul 08.00.
Pandemi Covid-19 memang masih berdampak pada tren kunjungan di sana. Menurut anggota staf Museum Joang 45, Euis Rahmi, sekolah-sekolah di Jakarta ataupun luar Jakarta yang masih ditutup menjadi salah satu penyebab utama.
”Biasanya, kan, suka ada rombongan dari sekolah-sekolah. Pas pandemi, sama sekali tidak ada,” katanya saat ditemui.
Suasana yang sama juga masih terlihat pada akhir pekan dan hari libur nasional. Pada hari libur nasional Isra Miraj yang jatuh pada Kamis (11/3/2021), misalnya, Euis mencatat hanya 20 orang yang mengunjungi Museum Joang 45.
Sebagai perbandingan, pada Februari 2020, atau sebulan sebelum pandemi Covid-19, rata-rata jumlah pengunjung yang datang ke Museum Joang 45 mencapai 50 orang per hari. Data tersebut diambil dari Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta yang membawahkan empat museum, yakni Museum Sejarah Jakarta, Museum Prasasti, Museum Joang 45, dan Museum MH Thamrin.
”Sebelum Covid-19, kami bahkan pernah menerima kunjungan dari rombongan sebanyak 400 orang sehari. Sampai-sampai kami minta bantuan pemandu wisata dari Museum Sejarah Jakarta,” katanya.
Sementara, jumlah pengunjung pada empat museum di bawah naungan Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta pada Februari 2020 mencapai 43.802 orang. Sementara pada Februari 2021, hanya 1.636 orang yang berkunjung ke empat museum tersebut.
Museum-museum di Jakarta sempat ditutup pada 26 Januari-8 Februari 2021 menyusul pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta. Namun, semenjak tanggal 9 Februari 2021, museum kembali dibuka dengan sejumlah ketentuan, termasuk membatasi jumlah pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas.
Lulu Azizah, pemandu wisata di Museum Sejarah Jakarta, mengungkapkan, sebelum pandemi, satu pemandu wisata bisa memandu 30-50 pengunjung sekali tur. Selama pandemi, pemandu wisata hanya memandu maksimal 15 pengunjung sembari menerapkan pembatasan sosial.
”Aturannya, jika pengunjung di dalam museum sudah melebihi kapasitas yang ditentukan, pengunjung lain menunggu di luar dulu. Tapi, hal itu belum pernah diterapkan karena jumlah pengunjung memang sedikit,” katanya.
Pada hari libur nasional Isra Miraj kemarin, setidaknya 127 pengunjung datang ke Museum Sejarah Jakarta. Angka ini masih jauh dibandingkan jumlah rata-rata harian pengunjung sebelum pandemi. Pada Februari 2020, misalnya, jumlah pengunjung rata-rata 1.600 orang per hari.
”Selama pandemi ini, kami pernah menerima kunjungan 15-30 pengunjung dalam sehari. Itu yang paling sepi. Tapi, kami pernah melayani 300 pengunjung,” lanjut Lulu.
Dikira tutup
Bayu (24) dan Mey (24), warga Magelang, Jawa Tengah, pada akhir pekan ini sengaja berlibur ke Jakarta. Jumat siang, keduanya memutuskan mengunjungi kawasan wisata Kota Tua di Jakarta Barat.
Awalnya, keduanya berniat masuk ke museum-museum di sekitar Taman Fatahillah, seperti Museum Wayang dan Museum Sejarah Jakarta. Namun, saat hendak melewati pintu masuk Taman Fatahillah, keduanya melihat pengunjung lain berbalik arah setelah dicegat oleh petugas keamanan.
Dari situ, mereka menganggap Taman Fatahilah dan museum-museum di sekitarnya masih ditutup untuk umum. Bayu dan Mey kemudian mengalihkan tujuan ke Kali Besar Kota Tua.
”Saya kira masih ditutup soalnya pintu masuknya dijaga ketat. Di dalamnya juga sepi gitu. Jadinya ke sini (Kali Besar),” ucap Bayu.
Berdasarkan pantauan pada Jumat siang, kawasan Taman Fatahillah memang masih ditutup untuk umum. Beberapa petugas keamanan juga terlihat berjaga di area tersebut untuk memberikan informasi kepada para pengunjung. Pengunjung yang diperbolehkan melewati pintu masuk di Taman Fatahillah hanyalah pengunjung yang hendak masuk ke museum.
Sementara Septi (27), warga Koja, Jakarta Utara, awalnya hanya ingin berkunjung ke kawasan Taman Fatahillah untuk berburu foto. Namun, setibanya di pintu masuk, dia diberi informasi oleh petugas bahwa Taman Fatahillah masih ditutup. Dia dan temannya kemudian memutuskan untuk masuk ke Museum Sejarah Jakarta.
”Niatnya, sih, mau ke Taman Fatahillah. Tapi, karena masih ditutup, ya, sudah masuk ke museum saja,” katanya.
Septi sengaja menghindari datang ke Kota Tua pada hari libur nasional Isra Miraj, Kamis kemarin. Dia khawatir jumlah pengunjung membeludak. Selain takut berada di tengah kerumunan, dia juga khawatir harus mengantre masuk.
”Hari ini saya cuti karena hari kejepit. Makanya, saya datangnya pas hari ini karena pasti sepi,” ujar karyawan swasta ini.
Sementara itu, pada Rabu (10/3/2021), Museum Macan di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kembali dibuka secara terbatas. Pengelola hanya membatasi pembelian tiket untuk 100 orang per sesi.
Museum Macan juga menetapkan harga tiket khusus, yakni Rp 56.000-Rp 70.000 untuk hari kerja (Selasa-Jumat) dan Rp 72.000-Rp 90.000 untuk akhir pekan (Sabtu-Minggu). Tiket tersebut hanya tersedia secara daring melalui situs web resmi Museum Macan dan mitra penjualan tiket daring.
Chairwoman Museum Macan Foundation Fenessa Adikoesoemo mengatakan, timnya telah bekerja keras untuk membuka kembali museum dan merancang program fisik ataupun virtual yang relevan bagi penonton. Dengan ini, dia meyakini, pengunjung dapat menikmati seni dalam lingkungan yang aman, tetapi tetap menyenangkan.
”Seni telah memungkinkan kita untuk merefleksikan tantangan yang kita hadapi secara pribadi dan komunal sebagai bangsa dan bagian dari dunia, mempersatukan kita untuk memperkuat satu sama lain, dan juga menandai keadaan unik yang telah mengubah cara hidup kita secara signifikan,” katanya dalam keterangan tertulis.