Peristiwa Penembakan Tidak Menggoyahkan Sinergi TNI-Polri
Lepas dari berbagai dinamika yang terjadi di lapangan, sinergi TNI-Polri bersama segenap komponen bangsa lainnya sangat diperlukan dalam upaya menekan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra dan Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengingatkan pentingnya sinergi antara TNI dan Polri. Komunikasi menjadi kunci dari sinergi.
Hal ini disampaikan Hadi saat memberikan pengarahan kepada prajurit TNI dan anggota Polri di Batalyon Infanteri Raider 751/Vira Jaya Sakti, Jayapura, Jumat (26/2/2021). Hadi menyampaikan terkait pandemi yang masih berlangsung, TNI-Polri harus menjadi contoh disiplin melaksanakan protokol kesehatan sehari-hari.
”Logika sederhananya, apabila kita disiplin melaksanakan 3M, kita terhindar dari penularan Covid-19 dan masih dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari,” kata Hadi.
Kapolda Irjen Fadil Imran telah menegaskan akan mengusut tuntas dan menjatuhkan hukuman berat bagi tersangka. Kapolda juga meminta maaf kepada pihak TNI serta berkoordinasi agar tidak terjadi respons tidak diinginkan atas kejadian ini.
Hadi mengingatkan, lepas dari berbagai dinamika yang terjadi di lapangan, sinergi TNI-Polri bersama segenap komponen bangsa lainnya sangat diperlukan dalam upaya menekan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
Pada Kamis (25/2/2021), terjadi insiden penembakan di kafe oleh anggota Polri, Bripka CS, yang menewaskan tiga orang, salah satunya anggota TNI AD.
”TNI-Polri harus terus memantapkan sinergi melalui strategi komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dalam setiap penugasan. Komunikasi yang baik awal terbangunnya kerja sama yang baik pula,” kata Hadi.
Hadi juga menyampaikan bahwa bintara pembina desa (babinsa) hingga bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) berperan sangat penting dalam menjalin komunikasi yang baik di akar rumput dengan semua pihak.
Sebelumnya, Kapolri mengatakan telah memerintahkan seluruh jajarannya, khususnya Polda Metro Jaya, agar memberikan sanksi hukuman pemecatan dengan tidak hormat terhadap Bripka CS.
Seluruh jajaran Polri juga diminta proaktif dalam rangka meningkatkan sinergitas dengan TNI melalui kegiatan-kegiatan operasional, keagamaan, olahraga hingga kegiatan sosial secara terpadu. Para pengemban tugas di divisi profesi dan pengamanan (propam) diminta meningkatkan koordinasi dengan detasemen polisi militer (Denpom) TNI setempat sebagai upaya pencegahan dan menyelesaikan persoalan antara anggota TNI dan Polri secara cepat dan tuntas.
Kepala Polda Metro Jakarta Raya Inspektur Jenderal Fadil Imran saat meninjau lokasi Kampung Tanggung Jaya di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, enggan memberikan keterangan terkait upaya yang akan ia tempuh agar peristiwa penembakan oleh polisi tersebut tidak terulang.
Namun, Kapolda telah menegaskan akan mengusut tuntas dan menjatuhkan hukuman berat bagi tersangka. Kapolda juga meminta maaf kepada pihak TNI serta berkoordinasi agar tidak terjadi respons tidak diinginkan atas kejadian ini.
Penegakan aturan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Jumat, mengemukakan, insiden penembakan yang dilakukan Brigadir Kepala CS tidak perlu terjadi apabila pengawasan pimpinan di instansi kepolisian terhadap bawahannya berjalan maksimal. Oleh sebab itu, ia menilai penting bagi kepolisian untuk terus memperkuat mekanisme pengawasan berjenjang dari atasan terhadap para anggotanya secara berkala.
Kelemahan pengawasan itu terlihat dari beroperasinya kafe tempat insiden penembakan terjadi. Kepolisian yang juga menjadi bagian dari pengawas pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro hingga 8 Maret 2021 tidak menindak kafe yang beroperasi melanggar ketentuan. Neta menilai ada pembiaran polisi terhadap kafe tersebut.
Contoh lainnya, kata Neta, adalah soal ketentuan psikotes terhadap anggota kepolisian yang memegang senjata api. Anggota polisi yang memegang senjata api semestinya wajib mengikuti psikotes setiap enam bulan sekali. Aturan itu didorong tegas dilaksanakan.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel memandang pemantauan terhadap kondisi psikis dan fisik anggota kepolisian harus dilakukan secara berkala. ”Karena semakin tinggi kadar stres dalam tugas, semakin rentan pula psikis personel terguncang,” ucap Reza.
Reza juga menyarankan agar pemantauan terhadap anggota juga tak hanya dilakukan pada kondisi psikis terkait penggunaan senjata, tetapi juga kondisi psikososial. Sebab, kehidupan sehari-hari anggota kepolisian, baik di dalam maupun luar kantor bisa saja berimbas pada performanya, termasuk performa anggota kepolisian saat memegang senjata.