Sungai-sungai utama idealnya selebar 15-30 meter dan saluran-saluran air harus saling tersambung, jangan ada yang buntu dan tidak berfungsi. Area limpahan air sungai seperti bantaran kali tidak bisa dibiarkan diokupasi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terjadinya banjir akibat curah hujan ekstrem di awal tahun hendaknya membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat kinerja untuk membenahi daerah aliran sungai. Jalan keluar permanen dari masalah banjir dan genangan, salah satunya, ialah memastikan semua saluran air, selain bebas sampah dan endapan lumpur, juga memiliki lebar yang ideal.
”Pada dasarnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang tengah berjalan sudah memiliki program pengentasan masalah banjir dari Ibu Kota,” kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, Senin (22/2/2021).
Di akhir tahun 2020, DPRD menyepakati rencana Pemprov DKI Jakarta untuk membenahi masalah banjir. Terdapat alokasi anggaran dari pemerintah pusat melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 552 miliar untuk pengadaan saluran air dan Rp 229,2 miliar untuk pengadaan waduk.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang tengah berjalan sudah memiliki program pengentasan masalah banjir dari Ibu Kota. (Gembong Warsono)
Di dalam dana PEN turut mencakup pembiayaan program pembebasan 630 lahan di sekitar lima sungai, yakni Ciliwung, Jatikramat, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Adapun empat waduk yang akan diperluas dengan dana itu ialah Pondok Ranggon, Brigif, Ulujami, dan Lebak Bulus.
Masalahnya, lanjut Gembong, hingga kini belum tampak eksekusi nyata program itu di lapangan. Pemprov DKI Jakarta lebih terlihat sibuk melakukan operasi Gerebek Lumpur, yakni mengeruk endapan di berbagai saluran air dan membuat sumur-sumur resapan. Menurut dia, kegiatan itu sejatinya ialah rutinitas pemeliharaan sarana seperti layaknya membawa kendaraan ke bengkel secara teratur.
”Kita butuh aksi untuk menanggulangi masalah banjir. Toh, inti masalahnya sudah jelas, sungai-sungai di Jakarta menyempit dan penuh sampah. Jalan keluarnya adalah melebarkan sungai. Operasi Gerebek Lumpur itu nantinya kegiatan rutin merawat sungai tersebut,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, pada periode 2017-2020, Pemprov DKI Jakarta disebut kurang maksimal dalam program penanganan banjir. Padahal, jika eksekutif cemas masyarakat di sepanjang bantaran sungai dan waduk menolak digusur, legislatif beserta berbagai lembaga swadaya masyarakat tidak segan memediasi diskusi agar tercapai kesepakatan yang adil.
Menurut Gembong, penataan permukiman dengan relokasi warga bantaran sungai ke hunian layak bisa dipadankan dengan sejumlah program pemberdayaan masyarakat. Selama ini, Pemprov DKI Jakarta memiliki pendampingan untuk para pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah. Terdapat pula pelatihan bagi orang-orang yang hendak merintis wiraswasta. Pada dasarnya, pemindahan warga memiliki banyak program yang bisa menopang mereka jika dilaksanakan dengan benar.
Awal Februari, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna dan Nirwono Joga, diundang ke DPRD untuk memaparkan tentang sistem zonasi dan tata ruang yang benar. Keduanya menekankan sungai-sungai utama idealnya selebar 15-30 meter dan saluran-saluran air harus saling tersambung, jangan ada yang buntu dan tidak berfungsi.
Bersiap
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai memimpin apel operasi lalu lintas mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta bersiap menghadapi curah hujan ekstrem sesuai perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Puncak hujan untuk pekan ini kemungkinan pada Selasa-Rabu tanggal 23-24 Februari.
Sebelumnya, ia menjelaskan bahwa curah hujan yang terjadi beberapa hari terakhir ini di atas 150 milimeter per hari. Saluran air Ibu Kota kemampuan maksimalnya 100 milimeter per hari sehingga wajar terjadi genangan. Hal terpenting ialah genangan bisa surut dalam enam jam meskipun saat ini susah akibat adanya air kiriman dari Bogor dan Depok yang turut dilanda hujan.
Banjir kali ini mengakibatkan lima orang tewas akibat terkena arus. Empat di antara korban masih berusia anak-anak. Anies beserta Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mendatangi rumah orangtua salah satu korban untuk memberi ucapan belasungkawa.
”Masyarakat dan petugas harap memperhatikan anak-anak. Genangan air bukan kolam bermain karena berbahaya,” ujarnya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Jusuf sesuai bertemu Komisi D DPRD mengatakan bahwa program pembebasan lahan di bantaran sungai dan waduk terus berjalan. Kegiatan ini agak lama karena Dinas SDA bermitra dengan Badan Pertanahan Nasional untuk memeriksa kelengkapan dan keabsahan setiap berkas yang dibawa warga. Hal ini untuk menghindari konflik sosial di masa depan.
Ia mengungkapkan, Dinas SDA juga sibuk membuat sumur-sumur resapan. Lokasinya di tanah-tanah milik Pemprov DKI Jakarta, seperti sekolah negeri, kantor kelurahan, kantor kecamatan, puskesmas, ruang terbuka hijau, dan pembatas jalan. Pemantauan sejauh ini keberadaan sumur resapan membantu menyurutkan genangan air.
”Contohnya sumur resapan di Jalan Ahmad Yani dan di depan kantor Kecamatan Jatinegara. Dua lokasi itu biasanya selalu tergenang setiap hujan, sekarang tidak lagi,” kata Juaini.
Pada tahun 2020, banjir yang terjadi di awal bulan Januari mengakibatkan 312 korban banjir dari sejumlah wilayah Jakarta menggugat Pemprov DKI Jakarta. Mereka menuduh pemerintah gagal memberi peringatan dini dan menyiapkan sarana mitigasi. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meskipun menerima gugatan itu sebagai perwakilan kelompok (class action), mengatakan bahwa semestinya dialamatkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Kuasa hukum penggugat, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, perilaku ini menunjukkan pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk membantu warga. Warga yang menggugat tidak bermaksud merugikan Pemprov DKI Jakarta. Mereka justru mendorong pemerintah bersikap matang dan menyiapkan sistem mitigasi banjir yang optimal.