Posko Penanganan Covid-19 di Tangerang Selatan Mulai Diaktifkan
Posko penanganan Covid-19 di tingkat kelurahan mulai diaktifkan di Kota Tangerang Selatan. Permasalahan pelacakan kontak hingga kini menjadi salah satu yang belum terselesaikan
Oleh
i GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS – Sejumlah kelurahan di Kota Tangerang Selatan, Banten, telah merampungkan pembentukan posko penanganan Covid-19, Kamis (11/2/2021). Kehadiran posko diharapkan membuat peran satuan tugas penanganan Covid-19 di tingkat rukun tetangga dan rukun warga lebih aktif.
Kelurahan Setu merupakan salah satu kelurahan yang baru saja merampungkan pembentukan posko penanganan Covid-19. Pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat kelurahan merujuk pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
“Baru selesai dibentuk, dikomandoi kepala seksi kesejahteraan sosial. Satgas RT/RW nanti melaporkan ke posko kalau ada warga yang terkena Covid-19,” kata Lurah Setu Naun Gunawan, saat dikonfirmasi.
Satgas RT/RW nanti melaporkan ke posko kalau ada warga yang terkena Covid-19.
Naun memandang dengan adanya posko tersebut, penanganan Covid-19 di tingkat kelurahan akan lebih efektif. Sebab, keberadaan posko dinilai bisa membuat tindakan penanganan terhadap masyarakat yang terjangkit Covid-19 lebih cepat. Instruksi Mendagri itu juga mengamanatkan setiap RT/RW untuk lebih aktif melaporkan ke posko bila ada warganya yang terjangkit Covid-19.
“Kalau sebelumnya kan penanganannya umum saja, belum terlampau mikro. Sekarang dengan adanya posko bisa lebih mengawasi satgas di tingkat RT/RW,” katanya.
Sementara itu di kelurahan lainnya di Kota Tangerang Selatan, posko penanganan Covid-19 juga sudah terbentuk di Kelurahan Sawah Baru. Lurah Sawah Baru, Muslim, menyampaikan, posko penanganan Covid-19 di kelurahannya sudah terbentuk bahkan sebelum Instruksi Mendagri terbit. Posko diisi salah satunya oleh personil bintara pembina desa (babinsa).
Perbedaannya, menurut Muslim, kali ini petugas yang terlibat di posko penanganan Covid-19 tingkat kelurahan dibebankan fungsi pengawasan yang lebih mikro. Fokus penanganan tidak seumum dulu lagi, melainkan lebih fokus ke tingkat RT/RW.
“Dulu posko Covid-19 kelurahan itu memang sifatnya lebih umum. Cuma pencegahan atau sosialisasi saja. Sekarang karena berskala mikro, ada fungsi penanganan,” kata Muslim.
Instruksi Mendagri 3/2021 membuat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT. Terdapat pembagian zona di tiap RT, yaitu zona hijau, kuning, oranye, dan merah.
Untuk wilayah zona hijau, tidak ada kasus Covid-19 di satu RT. Skenario pengendalian kemudian dilakukan dengan surveilans aktif. Seluruh suspek dites dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala.
Sebuah RT masuk dalam zona kuning jika terdapat 1-5 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam 7 hari terakhir. Skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat.
Adapun RT yang masuk zona oranye, apabila terdapat 6-10 rumah dengan kasus konfirmasi positif selama 7 hari terakhir. Skenario pengendalian dilakukan dengan menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Sedangkan, pada RT dengan zona merah, terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 hari terakhir. Skenario pengendalian adalah pemberlakuan PPKM tingkat RT yang mencakup 6 hal, yaitu, menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, melakukan isolasi mandiri/terpusat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
Langkah lebih lanjut adalah melarang kerumunan lebih dari tiga orang, membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga Pukul 20.00, serta meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan.
Kendala pelacakan
Kendati posko penanganan Covid-19 sudah terbentuk, baik Muslim dan Naun Gunawan sama-sama menyebut masih ada kendala dalam upaya pelacakan kontak. Permasalahan ini sejak dulu hingga sekarang belum terselesaikan.
Naun, misalnya, mengungkapkan, upaya pelacakan kontak terhadap warga yang positif Covid-19 di wilayahnya kerap terbentur dengan ketidakjujuran masyarakat. Menurut Naun, beberapa warga enggan berterus terang dan menolak untuk menjalani pelacakan kontak dari petugas. Naun menduga, sikap itu muncul lantaran masyarakat yang dari hasil pelacakan kontak ternyata positif, wajib menjalani isolasi mandiri atau terpusat.
“Kalau sudah dinyatakan positif, mereka pikirannya macam-macam. Beberapa takut di-tracing karena harus diisolasi jika hasil tesnya positif. Kalau sudah begitu, mereka tidak bisa mencari nafkah,” kata Naun.
Lebih lanjut Naun menjelaskan, fenomena itu umumnya ditemui pada warga yang berdomisili di kawasan perkampungan. Adapun untuk warga yang tinggal di daerah perumahan justru sebaliknya. Mereka secara aktif melaporkan diri kepada satgas di tingkat RT/RW untuk menjalani pelacakan kontak.
Kondisi di Kelurahan Sawah Baru juga tak jauh berbeda. Menurut Muslim, selain keengganan warga untuk menjalani tracing. Kendala pelacakan kontak juga muncul dari respons pihak puskesmas setempat yang cukup lama.
Ia mencontohkan, bila ada satu warga dinyatakan positif Covid-19, pihak kelurahan kemudian melaporkannya kepada puskesmas agar segera dilakukan tracing. “Pada kondisi itu penanganan di puskesmas agak lama. Mungkin karena prosedurnya begitu. Kalau kami lapor ada warga positif tidak langsung ditindaklanjuti. Masyarakat, kan, inginnya kalau ada laporan langsung ditangani,” ujar Muslim.
Dihubungi secara terpisah, Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono berpendapat, kesuksesan pengendalian Covid-19 dengan PPKM berbasis mikro akan sangat bergantung pada masyarakat dan pihak kelurahan hingga ke tingkat RT/RW. Oleh karena itu ia meminta masyarakat turut aktif membuka diri dan membantu petugas dalam memuluskan upaya surveilans.
Kota Tangerang Selatan hingga kini masih belum berhasil menekan angka kematian akibat Covid-19. Dari laporan Satgas Penanganan Covid-19, korban meninggal per 11 Februari 2021 bertambah satu orang. Dengan demikian, total korban meninggal terkonfirmasi positif Covid-19 di Tangerang Selatan telah menembus 287 orang. Dari data yang diberikan satgas, korban meninggal selalu ada tiap harinya. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 24 Januari 2021.