Penyelesaian Banjir di Bekasi Butuh Keseriusan Daerah
Luapan Kali Bekasi menjadi salah satu penyumbang banjir berulang di Bekasi. Namun, upaya normalisasi aliran sungai itu masih terhambat masalah pembebasan lahan.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bencana banjir yang melanda sebagian wilayah di Kota dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, akibat meluapnya Kali Bekasi. Normalisasi aliran kali yang menampung air kiriman dari Sungai Cileungsi dan Cikeas merupakan salah satu solusi mengatasi masalah banjir di Bekasi. Namun, hingga saat ini pembebasan lahan dari pemerintah daerah masih minim.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi, hingga Senin (8/2/2021) malam, ada 7 kecamatan di Kota Bekasi yang terdampak banjir. Banjir tersebut mengakibatkan 322 keluarga di Kota Bekasi terdampak banjir. Di Kabupaten Bekasi, hingga Selasa pagi, jumlah kecamatan yang terdampak banjir ada 15 kecamatan dengan sebaran lokasi banjir mencapai 128 titik di 35 desa atau kelurahan. Jumlah warga terdampak mencapai 15.485 keluarga.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Selasa pagi, di Bekasi, mengatakan, banjir yang terjadi di Kota Bekasi merupakan banjir akibat air kiriman dari hulu. Di satu sisi, Kota Bekasi berada di dataran rendah atau hanya 29 meter di atas permukaan laut.
Kota Bekasi berada di dataran rendah atau hanya 29 meter di atas permukaan laut.
”Sekarang ini yang terus kami cari solusinya itu melalui restorative justice dan penegakan hukum terhadap fungsi-fungsi sungai yang dibuat sempit. Kami juga harus membuat polder air. Kota Bekasi dengan kepadatan penduduk 17.000 jiwa per kilometer, tidak ada upaya lain selain membangun penampungan-penampungan air,” ucap Rahmat.
Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi Arief Maulana menambahkan, seluruh saluran air di Kota Bekasi merupakan saluran air pembuang atau saluran sekunder. Saluran air sekunder itu ada yang bermuara di Kali Bekasi dan sebagian bermuara di DKI Jakarta serta Kabupaten Bekasi.
”Semua saluran air pembuang di Kota Bekasi kewenangannya ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane (BBWSCC) serta Perum Jasa Tirta. Oleh karena itu, sudah jadi kewenangannya untuk memberikan perhatian khusus pada Kota Bekasi,” kata Arief.
Sejauh ini, kata Arief, sedimentasi atau lumpur di berbagai saluran pembuang di Kota Bekasi cukup tinggi dan menyebabkan terjadi pendangkalan sungai. Pemerintah daerah hanya berwenang memelihara dan membersihkan sampah di saluran pembuang untuk memastikan aliran air di sungai mengalir lancar. Kewenangan mengeruk sedimentasi lumpur merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
Normalisasi Kali Bekasi
Salah satu aliran sungai yang selama ini menjadi penyebab banjir di Kota Bekasi hingga Kabupaten Bekasi adalah Kali Bekasi. Kali itu menampung aliran air dari dua sungai besar, yakni Cileungsi dan Cikeas.
Kepala BBWSCC Bambang Heri Mulyono mengatakan, normalisasi Kali Bekasi dibagi dalam 7 paket dengan panjang aliran sungai yang akan dinormalisasi sepanjang 33 kilometer dan panjang tanggul sekitar 50 kilometer. Normalisasi dimulai dari pertemuan Sungai Cileungsi dan Cikeas hingga Kabupaten Bekasi.
”Di Kota Bekasi, panjang sungai yang dinormalisasi 12 kilometer dan panjang tanggul sekitar 20 kilometer. Sudah kontrak untuk paket satu dari pertemuan Sungai Cileungsi dan Cikeas sampai bendung Bekasi,” kata Bambang.
Normalisasi aliran sungai di Kota Bekasi sepanjang 13 kilometer itu sudah mulai dilaksanakan. Tahap pelaksanaan itu berupa persiapan dan sosialisasi. Namun, pelaksanaan normalisasi masih terkendala pembebasan lahan.
”Yang dibebaskan baru sebagian, sekitar 6 kilometer. Sisanya masih upaya pembebasan lahan,” tutur Bambang.
Pembebasan lahan berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya normalisasi Kali Bekasi. Kemampuan daerah untuk segera membebaskan lahan di bantaran sungai akan memudahkan BBWSCC untuk mempercepat proses normalisasi. Keseriusan pemerintah daerah dalam mempercepat pembebasan lahan masih dinantikan.