Penambahan Satu Jam Operasional untuk Mal Tak Berdampak pada Bisnis
Penambahan jam operasi pusat perbelanjaan dan restoran sebanyak satu jam di PPKM tahap dua dinilai tidak akan membawa dampak signifikan. Tambahan jam operasi harus diikuti kebijakan lain.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengusaha menilai perpanjangan jam operasi pusat perbelanjaan dan restoran dari pukul 19.00 menjadi 20.00 selama masih diterapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM tak terlalu berdampak bagi usaha mereka yang kian lesu akibat berlarutnya penanganan pandemi Covid-19. Perpanjangan jam operasi mulai diberlakukan mulai Selasa (26/1/2021) besok hingga Senin (8/2/2021).
Pengusaha menilai penambahan jam operasi tidak akan berdampak signifikan bagi usaha mereka. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Ellen Hidayat menilai tambahan satu jam operasi tidak akan berdampak banyak. Itu karena, antara lain, penambahan jam operasi tidak disertai pelonggaran aturan makan di tempat (dine-in) bagi pelanggan restoran. Jumlah pelanggan yang dapat makan di tempat 25 persen dari kapasitas maksimal restoran.
Hal itu diatur dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berlangsung di Jawa dan Bali. PPKM tahap pertama dilaksanakan pada 11-25 Januari 2021. PPKM kemudian diperpanjang mulai 26 Januari hingga 8 Februari 2021.
Menurut Ellen, tingkat kunjungan pusat perbelanjaan pada Desember 2020 rata-rata 40 persen. Angka tersebut turun menjadi 30 persen sejak PPKM tahap pertama berlaku. ”Penurunan 10 persen itu besar sekali. Sebelum PPKM, mencapai traffic (tingkat kunjungan) 40 persen pun sebenarnya sulit,” ujarnya, Senin (25/1/2021).
Penurunan itu dipengaruhi beberapa hal, antara lain pembatasan jam operasi pusat perbelanjaan dan restoran hanya hingga pukul 19.00, serta pembatasan jumlah pelanggan restoran yang dapat makan di tempat. Selain itu, pemerintah meminta 75 persen pegawai kantor bekerja dari rumah. Padahal, mal dan restoran sering dikunjungi pegawai kantor saat jam istirahat untuk makan dan belanja.
”Pelonggaran satu jam di PPKM tahap kedua akan membuat kondisi sedikit lebih baik. Saya prediksi tingkat kunjungan pusat perbelanjaan maksimal 33 persen, tidak akan bisa banyak (kenaikannya). Itu karena pembatasan dine-in masih 25 persen dan pegawai kantor masih WFH (working from home/bekerja dari rumah),” kata Ellen.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, sebagian konsumen beraktivitas setelah shalat Maghrib, yakni sekitar pukul 18.30. Jam operasi pusat perbelanjaan dan restoran hingga pukul 19.00 ataupun pukul 20.00 dinilai membuat konsumen merasa diburu waktu. Penambahan waktu sejam dinilai tidak akan mengubah perilaku belanja konsumen.
”Menurut pantauan kami, rata-rata restoran di mal tidak buka pada malam hari karena akan merugi. Ini karena jam operasional mereka pendek walau kini diperpanjang hingga pukul 8 malam. Kami berharap bisa buka sampai pukul 9 malam karena kondisi restoran dan mal sedang berat,” kata Hariyadi.
Sebelumnya, APPBI, Apindo, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengusulkan agar pusat perbelanjaan dapat beroperasi hingga pukul 21.00. Jumlah konsumen yang dapat makan di restoran pun agar dilonggarkan menjadi 50 persen (Kompas, 19/1/2021).
Wakil Ketua Umum PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono akhir pekan lalu mengatakan, penambahan satu jam operasi restoran dan pusat belanja menolong mereka menambah pendapatan. Namun, ia meminta kelonggaran agar bisa buka hingga pukul 21.00 dengan kapasitas konsumen dine-in 50 persen.
Menurut karyawan kedai makanan di salah satu mal di Jakarta Selatan, Dicky (19), tambahan sejam operasional di tempatnya bekerja cukup berarti. Itu karena pelanggannya biasa berdatangan pukul 15.00-16.00 hingga malam di akhir pekan. ”Saya harap lebih banyak konsumen datang dan membeli dagangan,” ucapnya yang pernah dirumahkan saat masa awal pandemi.
Adapun PHRI mencatat ada 8.000 restoran dan 2.000 hotel tutup dari awal PSBB hingga hari ini. Hariyadi Sukamdani yang juga Ketua PHRI mengatakan, kondisi mulai membaik saat PSBB dilonggarkan. Namun, pengusaha kembali terdampak saat PSBB diterapkan lagi dan berlanjut menjadi PPKM.
Evaluasi kebijakan
Baik Ellen maupun Hariyadi meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan PPKM yang dinilai memberatkan para pengusaha. Ini karena pusat perbelanjaan selama ini dinilai patuh dan ketat menjalankan protokol kesehatan. Kluster Covid-19 pusat perbelanjaan pun terbilang minim.
PPKM hanya bisa berhasil jika ditaati seluruh elemen masyarakat. Pengawasan dan aturan ketat, menurut dia, harusnya ditujukan pada kelompok atau tempat yang rentan Covid-19
Per hari ini ada 999.256 kasus positif Covid-19 di Indonesia atau bertambah 9.994 kasus dibandingkan kemarin. Sebanyak 809.448 orang dinyatakan sembuh dan 28.132 orang meninggal.
”Protokol kesehatan di mal sangat ketat. Pengunjung pun kooperatif apabila protokol kesehatan dijalankan dengan ketat karena mereka merasa aman. Menurut saya, pemerintah perlu memetakan kluster-kluster Covid-19 agar kebijakannya tepat sasaran,” ujar Ellen.
Menurut Hariyadi, PPKM hanya bisa berhasil jika ditaati seluruh elemen masyarakat. Pengawasan dan aturan ketat, menurut dia, harusnya ditujukan pada kelompok atau tempat yang rentan Covid-19.
”Misalnya, permukiman padat penduduk, pasar tradisional, dan komunitas atau wilayah yang masyarakatnya tidak peduli (protokol kesehatan). Jika aturan tidak tepat, ini bukannya menyelesaikan masalah, melainkan mematikan bisnis yang patuh pada protokol kesehatan,” katanya.