Bersiasat Menghadapi Perpanjangan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Pelaku usaha mengaku kesulitan menutup biaya operasional ketika pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM diperpanjang. Mereka pun bersiasat agar usahanya tetap berjalan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM diperpanjang mulai 26 Januari hingga 8 Februari 2021. Pelaku usaha yang berupaya bangkit pun terkendala. Pemerintah diharapkan memberi insentif untuk membantu.
Masakan Padang yang dijajakan Putri (20) masih banyak tersaji di etalase kaca. Sedikitnya ada sepuluh menu yang dihidangkan. Wadah plastik dan piring keramik yang menampung makanan-makanan itu masih penuh. Tidak banyak yang membeli makanan di kedai Putri karena para pekerja kantor langganannya kini bekerja dari rumah.
”Makanan yang saya jual hari ini sekitar 50-60 porsi. Itu sudah dikurangi agar habis terjual. Sebelum pandemi, porsi yang dijual lebih banyak,” kata Putri di Jakarta, Jumat (22/1/2021).
Baru sekitar 2 bulan terakhir hasil jualan Putri balik modal. Sebelumnya, ia merugi dan harus menambal modal dengan tabungan sendiri. Usaha yang dijalankan bersama orangtuanya itu pelan-pelan stabil walau tidak menghasilkan laba berarti.
Pendapatannya bergantung pada jam kerja para pegawai kantoran. Jam makan siang pegawai adalah saat menjaring rezeki. Namun, PPKM membatasi agar perkantoran hanya dihadiri 25 persen pegawai. Sebanyak 75 persen sisanya diminta bekerja dari rumah.
”Dagangan saya memang terdampak PPKM, tetapi pembatasan itu lebih baik ketimbang tidak berjualan sama sekali. Dulu, di masa awal PSBB (pembatasan sosial berskala besar), kami tutup 3 bulan. Keadaan sulit saat itu,” kata Putri.
PPKM kini membatasi jam operasional restoran dan pusat perbelanjaan hingga pukul 20.00. Sebelumnya, kedua tempat publik itu hanya boleh beroperasi hingga pukul 19.00.
Dagangan saya memang terdampak PPKM, tetapi pembatasan itu lebih baik ketimbang tidak berjualan sama sekali. Dulu, di masa awal PSBB, kami tutup 3 bulan. Keadaan sulit saat itu.
PPKM diperpanjang karena pemerintah melihat kurva kasus Covid-19 di sebagian besar daerah masih tinggi. ”Di provinsi-provinsi (yang memberlakukan PPKM), kurvanya belum melandai. Maka, diputuskan diperpanjang selama dua minggu,” kata Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi (KPC PEN), kemarin.
Pilihan lebih baik
Liana (46), pegawai kedai kuliner, sependapat dengan Putri. Ia lebih memilih bisa berjualan dengan pembatasan tertentu daripada harus menutup kedainya sementara seperti saat awal pandemi. Kedainya kini bergantung pada pesanan via telepon dan pesanan untuk dibawa pulang.
”Pelanggan sudah tahu kami menjamin kebersihan makanan. Protokol kesehatan juga diterapkan di sini. Jadi, mereka yakin mau beli makanan dari kami,” kata Liana.
Kedainya dulu beroperasi dari pukul 10.00 hingga pukul 21.00-22.00. Kini, kedainya tutup lebih awal. Kendati tidak bisa mendapat keuntungan maksimal dengan pembatasan tersebut, ia bersyukur karena usahanya masih bisa bertahan.
”Omzet kami turun 70 persen selama pandemi. Bos kami sampai harus menjual dua rumah untuk membayar gaji karyawan. Namun, kami setidaknya bisa berjualan dengan mengandalkan pesanan untuk dibungkus saat ini,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan, pengusaha akan kesulitan menutup biaya operasional ketika PPKM diperpanjang. Kompensasi dari pemerintah pun diharapkan. Kompensasi itu akan digunakan, salah satunya, untuk membayar gaji karyawan.
Kelonggaran jam operasional tempat usaha dari pukul 19.00 ke pukul 20.00 dinilai membantu. Namun, Sutrisno berharap agar kelonggaran jam operasional ditambah.
”Penambahan 1 jam dari pemerintah itu menolong kami untuk menambah penghasilan. Kemudian, saya harap pengunjung yang boleh makan di tempat dikembalikan ke 50 persen dari kapasitas maksimal, jangan hanya 25 persen. Jika tidak, kompensasi diperlukan,” ujar Sutrisno.
Insentif lain yang dibutuhkan pengusaha, menurut dia, adalah tunjangan keringanan membayar pajak, seperti Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pembangunan Satu (PB1), Pajak Reklame, dan keringanan membayar tagihan listrik.
Ia meminta pemerintah membuat kebijakan yang turut menciptakan permintaan bisnis baru. Misalnya, PPKM disertai dengan upaya pemerintah memesan makanan atau tempat rapat ke pengusaha lokal.
“Tahun ini kami ada Gerakan Kebangkitan untuk membangun optimisme, menciptakan demand yang lebih baik, dan advokasi ke pemerintah untuk melonggarkan peraturan yang dinilai menyulitkan,” ujarnya.