Menguak Takdir Misteri Relief Orde Lama di Gedung Sarinah
Revitalisasi gedung Sarinah menyingkap perjalanan sejarah seni rupa penanda kota berupa sebuah relief kehidupan rakyat pada zamannya. Bersama gedung, relief itu diusulkan sebagai cagar budaya.
Jagat dunia maya diramaikan perbincangan tentang relief tua di pusat perbelanjaan Sarinah yang tersembunyi 50 tahun lebih. Relief berbahan beton dengan tulangan besi itu berkisah tentang kerakyatan yang bersahaja, yang datang dari era menjelang kejatuhan Orde Lama.
Sesungguhnya, keberadaan relief setinggi 3 meter dengan panjang 12 meter itu sudah diketahui pertengahan tahun 2020, saat persiapan renovasi pusat perbelanjaan Sarinah di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Menurut anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta, Bambang Eryudhawan, Senin (13/1/2021), saat itu pengelola Sarinah dan konsultan arsitek hendak melanjutkan rencana revitalisasi gedung pusat perbelanjaan pertama di Indonesia yang dibangun 1962-1966 tersebut.
Lihat juga: Sejarah Gedung Sarinah
Seiring keberadaan relief patung yang terungkap itu, misteri terkait siapa pembuat dan kapan pembuatannya pun ditelusuri. Dalam diskusi yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 21 Desember 2020, anggota TACB, Candrian Attahiyyat, lalu arsitek dan penulis buku Dua Relief di Gedung Sarinah, Yuke Ardhiati, sempat menelusuri terkait siapa pembuat relief tersebut.
”Bagi saya, itu (relief patung) masih misteri karena saya sendiri atau beberapa teman baru tahu ada itu ketika berlangsungnya renovasi Sarinah,” ucap Candrian.
Video KompasTV tentang renovasi Sarinah
Menurut Candrian, saat mendapat kesempatan melihat relief patung itu pada September 2020, ia melihat karya seni tersebut masih terhitung bagus dan memiliki nilai estetika tinggi, juga proporsional. Tak seperti relief kebanyakan yang hanya muncul 10 persen, relief patung di Gedung Sarinah muncul 70-80 persennya. Hampir menyerupai karya tiga dimensi.
”Melihat kurasi guratan pada reliefnya, ada keyakinan relief patung itu dibuat seniman dari Yogyakarta. Saat itu yang paling top ada nama Edhi Sunarso. Namun, saat ditanyakan kepada keluarganya, keluarganya tidak tahu persis,” jelasnya.
Edhi Sunarso merupakan salah satu pematung favorit Presiden Soekarno. Dialah yang merancang dan membangun sejumlah monumen yang menjadi penanda kota saat ini, sepertu Patung Selamat Datang di Bundaran HI, Patung Dirgantara atau Tugu Pancoran, dan Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ia juga terlibat dalam pembangunan penanda kota penting, seperti Tugu Pahlawan di Surabaya dan Tugu Muda di Semarang.
Untuk memastikan perbaikan masuk dalam koridor restorasi karya seni, seorang kurator seniman akan mengawal perbaikannya.
Baca juga: Dinas Kebudayaan DKI Targetkan Pembahasan Renovasi Sarinah Pekan Depan
Dugaan bahwa patung itu ada sentuhan Edhi di antaranya karena ciri relief patung di Gedung Sarinah tersebut serupa dengan relief di gedung ruang penumpang bekas Bandar Udara Kemayoran. Namun, di Sarinah lebih muda.
Rencana Sarinah
Penelusuran terkait relief patung itu masih terus dilakukan. Apalagi ke depannya relief patung itu akan dipertunjukkan kepada publik sebagai bagian dari galeri. Komitmen pengelola Gedung Sarinah akan menentukan nasib relief tersebut.
”Kami bekerja sama dengan TACB serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saat ini pembuatnya masih sedang diverifikasi, masih sedang dicari informasinya. Tetapi, kelihatannya karena itu di tahun 1963-an, mereka akan mencari atau mengarah kepada seniman-seniman di zaman itu,” jelas Fetty Kwartati, Direktur Utama PT Sarinah (Persero).
TACB DKI Jakarta mengapresiasi langkah pengelola Sarinah dan konsultan arsitek yang melaporkan adanya relief patung tersebut. ”Ini jejak masa lalu yang separuh terungkap,” kata Candrian.
Norviadi Setio Husodo, Kepala Bidang Perlindungan Budaya Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, menjelaskan, restorasi atau penyelamatan relief itu sudah beberapa kali dibahas melalui Tim Sidang Pemugaran (TSP) dan TACB di pusat konservasi cagar budaya dinas kebudayaan.
Dalam beberapa diskusi, TACB bersama TSP dan Dinas Kebudayaan DKI merekomendasikan supaya relief patung itu diselamatkan. Caranya, ruangan tempat relief patung tersebut berada dibebaskan, dinding relief tidak dipindah dan tetap pada lokasinya. Apalagi dengan status gedung Sarinah yang diusulkan sebagai cagar budaya, relief patung itu juga diusulkan sebagai benda cagar budaya.
Nantinya, relief patung itu akan ditempatkan di koridor utama, di lantai dasar yang akan dibuka dan dibuat menjadi semacam galeri.
Pihak TACB, menurut Bambang, sekali lagi mengapresiasi komitmen baik dari Sarinah dan arsitek perencana untuk memulihkan kerusakan-kerusakan yang terjadi. Relief patung itu ada bagiannya yang terpotong tembok, tertabrak, hingga terpenggal kakinya.
Baik Bambang maupun Candrian menilai, relief patung itu karya seni penting yang mewakili seni rupa akhir 1960-an. Pemprov DKI juga menilai relief patung itu sebagai karya seni sehingga perbaikan tidak bisa diberikan kepada kontraktor revitalisasi gedung. Untuk memastikan perbaikan masuk dalam koridor restorasi karya seni, seorang kurator seniman akan mengawal perbaikannya.
Menurut Bambang, kurator seniman akan bisa membantu karena dalam proses perbaikan ini juga menghadapi dilema. Utamanya dengan kondisi relief patung sepanjang 11-12 meter dengan tinggi 3 meter itu sudah ada bagiannya yang tertutup semen. Jika diperbaiki semua, perlu kehati-hatian antara yang asli dan tambahan, termasuk yang rusak berupa penyok dan cuil.
”Apakah itu dibiarkan saja atau cukup dibersihkan seperti Spinx di Mesir yang hidung putus dibiarkan saja? Ini kita serahkan ke seniman kuratornya untuk memastikan karya seninya utuh. Dalam pengertian keaslian tetap terjaga, tetapi tetap bisa dinikmati publik hari ini tidak dalam keadaan compang-camping,” ujar Bambang.
Penanda zaman
Mengingat tahun berdirinya gedung Sarinah, Yuke Ardhiati menjelaskan, relief patung itu menjadi monumen, penanda kelampauan kemampuan rakyat Indonesia bertahan hidup, khususnya pada awal berdirinya perekonomian modern yang diperankan oleh gedung Sarinah.
Fetty menambahkan, cerita tentang relief patung itu mesti kembali kepada Presiden Soekarno yang membuat gedung Sarinah, termasuk relief. Selain sebagai arsitek, seniman, juga insinyur, Soekarno mempunyai banyak pesan yang disampaikan lewat relief patung.
”Relief patung di Sarinah ini merepresentasikan kegiatan ekonomi kerakyatan yang kalau kita lihat terutama di bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kita bisa melihat ada simbol petani, perempuan membawa barang jualan, kemudian juga ada nelayan. Itu melambangkan bahwa Indonesia mempunyai kegiatan ekonomi kerakyatan juga sekaligus unsur modernitas Sarinah adalah ritel modern pertama di Indonesia,” ucap Fetty.
Didirikan pada 1962, Bung Karno hendak menunjukkan bahwa Indonesia sudah modern. Itu ditunjukkan dengan adanya pusat perbelanjaan Sarinah, tetapi tetap dengan menghadirkan kegiatan ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, kegiatan Sarinah lebih pada toserba dalam konteks modern.
Baca juga: Menanti Sarinah ”Baru” pada 2021
Sementara itu, menurut Bambang, relief patung bercerita tentang potret bangsa Indonesia yang memiliki banyak kekayaan alam. Jadi, kelihatannya ada kegiatan bertani, kegiatan kehidupan masyarakat di perdesaan yang menghasilkan produksi hasil bumi dan sebagainya.
Seluruh simbol relief patung itu dimunculkan dalam bentangan 12 meter x 3 meter tersebut. TACB mensyukuri, meski relief patung itu seolah bersembunyi atau tersembunyi di ruang mesin atau ruang AHU di belakang gerai makanan cepat saji, relief patung tidak dibongkar. Meski juga diketahui ada cacat.
Menilik periode keberadaan gerai makanan cepat saji itu, lanjut Bambang, relief patung tersebut sudah tersembunyi puluhan tahun. Sementara Fetty menjelaskan, karena ada perubahan tata letak atau desain ruang sejak 1980-an, relief patung itu tidak dibuka untuk umum.
Dengan adanya revitalisasi gedung itu yang diikuti perbaikan dari relief patung dan sejumlah obyek asli dari gedung lama, seperti eskalator pertama dengan kaca cembung, Bambang mengatakan, ini bagian dari proses tanggung jawab bersama.
”Sekarang yang kita terima adalah sebuah niat baik dari Sarinah dan dikawal oleh dinas kebudayaan serta instruksi dari pimpinan BUMN. Apa pun yang terjadi dengan masa lalu, Sarinah diupayakan bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk Sarinah yang baru,” jelasnya.
Seiring revitalisasi pula, setting gedung akan berubah. Perubahan itu untuk mendukung Sarinah yang juga harus berkompetisi dengan pusat perdagangan yang lain.
”Cuma ada komitmen dari pengelola Sarinah dan arsitek perencananya bagaimana mengembalikan keindahan Sarinah di masa lalu. Jadi, kombinasi dari menatap ke depan dan kemudian melestarikan yang lama. Harmonisasi keduanya inilah yang mudah-mudahan bisa jadi daya tarik baru Sarinah,” kata Bambang.
Sementara bagi dunia seni rupa, relief patung itu menjadi bonus sejarah seni rupa Indonesia. Semacam hadiah dari masa lalu yang selama ini terabaikan dan akan ada kesempatan untuk menyaksikan karya anak bangsa dari generasi pendiri bangsa.