Pekerja Jakarta menginginkan perubahan jadwal masuk kantor seiring berlakunya pembatasan kegiatan di Jawa-Bali mulai 11 Januari 2021. Mereka berharap bisa bekerja dari rumah selama kasus Covid-19 masih tinggi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja di Jakarta masih menunggu perubahan jadwal jam perkantoran seiring berlakunya pembatasan sosial berskala besar di Jawa-Bali selama 11-25 Januari 2021. Mereka berharap bisa bekerja dari rumah apabila laju penambahan kasus Covid-19 masih tinggi.
Sejumlah pekerja di Jakarta merespons kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu pada Kamis (7/1/2021). Saat kebijakan itu diberlakukan gedung kantor hanya boleh diisi maksimal 25 persen dari total kapasitas.
Beberapa hari jelang penerapan regulasi, Indra Anugrah (25) belum mendapat informasi terkait kebijakan pembatasan di kantornya di bilangan Setiabudi, Jakarta Pusat. Pekerja di kompleks perkantoran Sudirman ini masih masuk kantor empat hari dalam sepekan. Kantornya hanya menambah libur satu hari yang bergantian dengan pegawai lain.
”Kira-kira sejak Oktober 2020 kemarin, pola kerja di kantor sudah berjalan relatif normal. Kalau situasi Covid-19 masih parah, sih, saya berharap bisa bekerja dari rumah. Minimal kita enggak memperparah kasus, rumah sakit juga sudah pada penuh, kan,” tutur pekerja di perusahaan konsultasi periklanan ini saat dihubungi Senin siang.
Muchammad Rivai (27), warga Jakarta Timur, juga belum mendapat info terkait kebijakan pembatasan karyawan di kantor. Selama beberapa bulan di pengujung 2020, kantornya menerapkan jadwal masuk kerja seperti biasa, tetapi menerapkan jaga jarak fisik sesuai syarat protokol kesehatan.
Rivai sendiri akan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) kalau memang regulasi pemerintah menyarankan begitu. Langkah WFH sebenarnya turut menjawab kegelisahannya lantaran kasus Covid-19 di Jakarta semakin tidak terkendali.
Seperti pada Kamis, 7 Januari 2021, penambahan kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 2.398 pasien positif. Meski 432 kasus dalam angka itu berasal dari keterlambatan laporan sepekan terakhir, total penambahan tetap mendekati angka 2.000 kasus.
Rata-rata kasus positif sepekan terakhir di DKI Jakarta juga berada di angka 13,3 persen. Angka ini sangat jauh dari standar aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di bawah 5 persen.
”Ya, saya ikut kebijakan pemerintah kalau memang nanti PSBB berlangsung dengan ketat. Terutama pekerjaan saya sebenarnya enggak terlalu menuntut berada di kantor, tetapi coba menyesuaikan dengan keadaan nanti,” ujar Rivai yang bekerja di perusahaan permobilan di Jakarta Selatan.
Rabu (6/1/2021), Presiden Joko Widodo meminta pemerintah daerah memperketat PSBB di kawasan dengan kasus Covid-19 yang masih tinggi. Adapun daerah yang wajib menjalankan pengetatan ini memiliki angka kematian Covid-19 dan kasus aktif di atas rata-rata nasional. Pengetatan mobilitas warga juga harus diberlakukan di daerah dengan keterisian ruang isolasi dan ICU rumah sakit di atas 70 persen serta tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merinci, kabupaten/kota yang memenuhi salah satu parameter—tingkat kematian di atas rata-rata nasional 3 persen, kesembuhan di bawah angka nasional 82 persen, kasus aktif di atas rata-rata nasional 14 persen, serta keterisian rumah sakit untuk ICU dan isolasi di atas 70 persen—harus menerapkan pembatasan.
Semua provinsi di Pulau Jawa dan Bali memenuhi satu dari empat parameter tersebut. Karena itu, pemerintah pusat mendorong kabupaten/kota di Jawa dan Bali melakukan pengetatan PSBB.
PSBB berlangsung ketat dengan membatasi operasional pusat belanja hingga pukul 19.00. Tempat kerja atau perkantoran hanya diisi sekitar 25 persen dari total kapasitas gedung.
Restoran pun hanya boleh melayani makan dan minum di tempat 25 persen dari kapasitas. Tempat ibadah hanya boleh terisi 50 persen dari kapasitas tampung. Begitu pula kegiatan di fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya harus dihentikan.
Kepatuhan protokol kesehatan kian penting lantaran penambahan total kasus positif aktif menunjukkan tren kenaikan. Pada 2 Januari 2021, kasus aktif di Jakarta mencapai 15.471 kasus atau meningkat 18 persen dibanding dua pekan sebelumnya, yakni 13.066 kasus pada 20 Desember 2020.
”Kenaikan persentase kasus aktif ini patut kita waspadai bersama, terlebih setelah liburan Natal dan Tahun Baru 2021 yang berpotensi menyebabkan penambahan kasus,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti.
Widyastuti mengatakan, kewaspadaan didasarkan dari incidence rate (IR)—frekuensi penyakit atau kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu wilayah—dan penambahan jumlah RW rawan di DKI Jakarta. Di Jakarta, hingga 27 Desember 2020, jumlah RW rawan mencapai 55 RW.
Dengan kondisi keparahan itu, kasus dikhawatirkan akan melonjak tinggi tanpa pembatasan kegiatan. Para pekerja pun berharap agar pemilik perusahaan bijak mengambil keputusan yang tidak merugikan orang banyak di tengah pandemi.