Sepiring Nasi Berlauk Solidaritas
Mereka tidak berlebihan. Namun, di tengah keterbatasan, rasa solidaritas menggugah nurani untuk membantu sesama yang jauh lebih menderita diterjang surutnya ekonomi saat pandemi. Sepiring nasi menyelamatkan kemanusiaan.
Teriakan Nurmaya (40) mengundang perhatian para pengendara sepeda motor dan pejalan kaki yang melintas di Jalan Inspeksi Slipi, Kemanggisan, Jakarta Barat, Jumat (4/12/2020) siang. Hampir tak ada pelintas yang lolos dari ajakannya untuk menikmati makanan gratis di warung dadakan yang ia buka setiap hari Jumat.
”Ayo mas, mbak, dik, mampir. Lagi ada berbagi berkah. Silakan makan gratisnya,” teriak penjual tanaman ini menyilakan para pelintas ke arah warung.
Mereka yang tertarik langsung menepi dan memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan. Mereka buru-buru mengantre untuk mendapatkan makanan.
Warung ini dibuat sangat sederhana. Lauk-lauknya hanya ditempatkan pada sebuah etalase berukuran 1,5 × 1 × 0,5 meter. Etalase ini juga diletakkan di antara tanaman-tanaman yang dijual Nurmaya. Untuk tempat duduk, ia meminjam kursi milik para tetangga.
Nurmaya membuka warung dadakan ini untuk siapa pun setiap hari Jumat pukul 10.30. Warung ini akan tutup ketika semua lauknya habis. Setiap pekan, setidaknya ada 100 porsi makanan yang disediakan Nurmaya.
Aksi bagi-bagi makanan gratis ini diinisiasi Nurmaya sejak bulan Ramadhan tahun ini. Ia mengaku terinspirasi dari sosok almarhum ayah yang wafat tahun lalu. Kebetulan, di masa pandemi Covid-19 ini banyak warga yang kesulitan ekonomi.
”Dulu saat ayah masih ada, saya sering diajak keliling naik motor buat bagi-bagi uang ke warung gratis seperti ini. Setelah beliau wafat, saya pengin meneruskan ajaran itu,” kenangnya.
Baca juga : Solidaritas Para Tetangga Pasien Covid-19
Awalnya, semua bahan-bahan makanan yang disediakan Nurmaya dibeli dari pendapatannya berjualan tanaman. Seiring berjalannya waktu, ada saja orang yang ikut mendukung aksi Nurmaya dengan memberikan bantuan berupa uang atau bahan pokok.
Lauk yang disediakan Nurmaya pada Jumat ini, antara lain, orek tempe, mi goreng, tahu balado, ikan sarden, usus kecap, dan aneka tumisan. Biasanya, jika mendapatkan banyak bantuan dari donatur, Nurmaya juga menyiapkan daging ayam, ikan tongkol, dan gorengan.
”Saya enggak pernah ngitung, tapi kemungkinan setiap belanja ada Rp 500.000 yang saya keluarkan. Kalau ada bantuan dari warga, berarti lauk yang dibeli bisa variatif. Bantuan dari warga mulai dari Rp 10.000-Rp 200.000,” ungkapnya.
Dulu saat ayah masih ada, saya sering diajak keliling naik motor buat bagi-bagi uang ke warung gratis seperti ini. Setelah beliau wafat, saya pengin meneruskan ajaran itu.
September lalu, Nurmaya sempat menutup warungnya selama dua bulan karena angka penularan Covid-19 semakin meningkat. Kendati demikian, ia tetap membagikan nasi bungkus kepada sekitar 50 kaum duafa di jalanan dengan menaiki sepeda motor.
Baca juga : Solidaritas Sosial dengan Layanan Makan Siang Gratis
Meski pendapatan dari menjual tanaman relatif normal saat ini, Nurmaya sempat mengalami masa-masa sulit. Bahkan, putranya yang masih duduk di bangku SMP sempat terpaksa menunggak biaya SPP selama tiga bulan. Nilai tunggakan itu mencapai Rp 1.200.000.
Meski begitu, Nurmaya enggan menghentikan sedekahnya. Ia sangat percaya bersedekah dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan hidup. Benar saja, kini penjualan tanamannya kembali meningkat dan ia mampu melunasi tunggakan SPP putranya.
”Waktu itu ada yang tiba-tiba borong tanaman saya sampai Rp 1 juta. Saya langsung kebayang buat bayar SPP anak saya,” katanya sambil mengusap air mata.
Warung makan gratis juga terdapat di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur. Warung ini buka setiap Senin hingga Jumat, pukul 12.00-14.00. Seperti terlihat pada Jumat siang, warga berbondong-bondong ke warung ini sepulang dari Jumatan. Hadi Syafig (50), salah satu pengembang properti di kawasan Jakarta Selatan, memanfaatkan halaman ruko kosong untuk membuka warung ini. Di sana, kursi-kursi ditata dengan jarak sekitar 2 meter. Ia juga secara khusus membuat tempat cuci tangan portabel.
”Kami membuka mulai Juli tahun ini. Alasannya, untuk membantu orang-orang yang terdampak pandemi meskipun warung ini terbuka untuk siapa pun,” katanya.
Syafig mengaku, selama pandemi ini pemasukannya turun hingga 70 persen. Meski begitu, ia tetap bersyukur sebab dampak yang ia rasakan jauh lebih baik ketimbang pengemudi ojek daring, sopir bajaj, atau pemilik warung yang lebih menderita.
Rasa syukur ini tumbuh dalam diri Syafig berkat warung makan gratis yang sudah ia buka. Di sini, ia banyak mendengarkan cerita banyak orang. Dengan adanya warung ini, ia juga berharap banyak orang yang mendoakannya di masa sulit ini.
”Dari sini saya belajar bersyukur karena masih banyak yang lebih menderita dari saya. Saya selalu dapat cerita yang menyedihkan dari orang-orang yang makan di sini. Ada yang makan sambil menangis,” ungkapnya.
Banyak hal yang membuat Syafig terenyuh. Misalnya seorang ojek daring yang mengajak istri dan anaknya makan di warungnya karena tidak mampu berbelanja ke pasar. Ada juga yang selalu mengambil makanan dengan porsi jumbo. Usut punya usut, separuh makanannya itu dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk makan malam.
Terbantu di tengah kesulitan ekonomi
Abdul Rois (60) terlihat sangat lahap menyantap makanan di warung gratis Syafig. Hampir setiap hari, sopir bajaj ini selalu menyempatkan mampir ke warung ini. Meski nilainya tak seberapa, makanan gratis ini mengurangi beban ekonominya.
Siang ini, ia menikmati sayur labu, telur, dan tahu saus padang yang disediakan di warung Syafig. ”Lumayanlah. Selain Sabtu sama Minggu, saya enggak usah mikir beli makan siang. Sangat terbantu,” katanya.
Selama pandemi ini, penghasilan Rois tidak menentu. Rata-rata ia hanya membawa pulang Rp 50.000-Rp 60.000 per hari. Padahal, ia harus membayar setoran Rp 40.000 sehari. Belum lagi untuk membeli bahan bakar gas senilai Rp 18.000 untuk 1-2 hari. Sebelum pandemi, beban pengeluaran itu tak begitu mengganggu lantaran Rois mampu membawa pulang uang hingga Rp 200.000 setiap hari.
”Kalau selama Covid-19 ini, sih, boleh nunggak setoran dulu. Sekarang saya masih utang lima hari setoran. Itu pun enggak bisa ngirim uang ke istri di Karawang,” ungkapnya.
Di tengah persoalan ekonomi yang mendera banyak orang seperti Rois, warung-warung makan gratis menawarkan sedikit penghiburan. Sesederhana apa pun menu yang dihidangkan, persoalan perut hari itu bisa teratasi.