Pola Penyebaran Covid-19 di Ibu Kota Kian Tak Terpetakan
Jumlah kasus positif di DKI per 3 Desember sebanyak 10.368 orang sehingga total ada 140.238 kasus Covid-19 aktif. Sebaran kasus aktif kini merata di semua wilayah Ibu Kota.
Oleh
Larswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin lengahnya masyarakat terhadap protokol kesehatan, tingginya mobilitas penduduk, dan berbagai acara yang mengakibatkan keramaian membuat pola persebaran virus korona baru di Ibu Kota tidak terlihat jelas. Seluruh kelurahan kini memiliki kasus positif. Selain jemput bola dengan menambah jumlah tes reaksi berantai polimerase atau PCR dan pelacakan kontak erat pasien positif, isolasi mandiri kontak harus benar-benar terjamin dilakukan.
Suryono Herlambang, peneliti senior Center for Metropolitan Studies (Centropolis), pusat kajian perkotaan Universitas Tarumanagara, mengungkapkan bahwa pada pendataan penyebaran Covid-19 bulan November tanggal 6, 12, 18, 24, dan 30 menunjukkan pola yang tidak mudah dibaca. ”Sudah tidak jelas asal perkembangannya,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Fenomena ini berbeda dengan pengalaman kajian Centropolis selama Maret hingga September. Berdasarkan data dan peta yang dikembangkan oleh mereka, tampak di semester awal pandemi penyebaran fokus di kelurahan-kelurahan padat penduduk yang terletak di wilayah pusat Ibu Kota. Setelah wilayah di pusat Jakarta ditekan penyebarannya, jumlah kasus meningkat di wilayah Jakarta Utara dan tetap di kelurahan dengan permukiman padat.
”Sekarang sudah merata. Semua kelurahan memiliki kasus positif,” kata Suryono.
Centropolis mencatat perkembangan kasus aktif Covid-19 adalah 7.905 kasus pada 6 November, 6.571 kasus pada 12 November, 7.400 kasus pada 18 November, 8.599 di tanggal 24 November, dan 10.112 kasus pada 30 November.
Menurut dia, jumlah kasus aktif di Kelurahan Tebet Timur, Jakarta Selatan, mulai meningkat sejak tanggal 18 November. Diduga karena ada acara yang diadakan oleh Pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab. Akan tetapi, jumlah kasus di Petamburan, Jakarta Pusat, tempat Rizieq menyelenggarakan resepsi pernikahan untuk anaknya, tidak ada lonjakan.
”Hal ini perlu dikaji lebih lanjut. Hanya di saat yang bersamaan di peta Centropolis kelurahan-kelurahan Jakarta yang berbatasan dengan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menunjukkan skala warna lebih gelap dibandingkan dengan di Jakarta. Artinya, jumlah kasusnya meningkat. Ada kemungkinan orang-orang kluster acara di Petamburan berasal dari luar kelurahan itu,” kata Suryono.
Selain itu, ada kemungkinan juga di wilayah perbatasan ini turut tertular dari kasus positif Covid-19 di kawasan Bodetabek.
Selain masalah rendahnya kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan, sinergi Jakarta dengan Bodetabek dalam pelacakan kontak erat, uji PCR, dan isolasi hingga saat ini masih berantakan. (Cicilia Windiyaningsih)
Sebagai gambaran, di wilayah Tangerang Raya masih banyak kejadian warga melakukan tes mandiri ke fasilitas kesehatan yang hasilnya tidak diteruskan kepada dinas kesehatan setempat. Akibatnya, pemerintah daerah tersebut tidak memiliki angka pasti kasus aktif dan perkembangan pandeminya. Ada pula kluster akibat kegiatan sosial seperti pertemuan keagamaan dan arisan. Di Kota Tangerang, persentase penularan akibat kegiatan sosial ini naik dari 12 persen menjadi 24 persen. (Kompas.id, 2 Desember 2020)
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengumumkan, jumlah kasus positif per tanggal 3 Desember adalah 10.368 orang. Mereka menjalani perawatan ataupun isolasi. Total di Ibu Kota telah terjadi 140.238 kasus Covid-19 dengan persentase kesembuhan 90,7 persen. Jumlah pasien yang meninggal adalah 2.734 jiwa, setara dengan 1,9 persen.
Negatif tetap harus isolasi
Epidemiolog dari Universitas Respati Indonesia, Cicilia Windiyaningsih, mengkritik pengawasan isolasi mandiri untuk para kontak erat pasien positif Covid-19 belum maksimal. Semestinya semua orang yang masuk dalam kontak erat harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari, terlepas hasil uji PCR mereka positif ataupun negatif.
Saat ini hanya kontak erat dengan hasil uji PCR positif yang diisolasi. Orang-orang yang hasil tesnya negatif dibebaskan. ”Padahal, inkubasi virus bisa saja datang terlambat. Makanya isolasi selama 14 hari ini sangat penting karena bisa saja virusnya muncul tanpa menunjukkan gejala, sementara orang itu sudah percaya diri beraktivitas karena hasil PCR-nya negatif,” kata Cicilia.
Hal ini berlaku dengan para kontak erat yang tercatat di Bodetabek. Jangan sampai mereka tidak mengisolasi diri sehingga bisa bebas datang dan pergi ke Jakarta ataupun wilayah lain, sementara inkubasi virus korona di dalam tubuh belum bisa dipastikan tidak terjadi.
Menurut dia, sinergi Jakarta dengan Bodetabek dalam pelacakan kontak erat, uji PCR, dan isolasi hingga saat ini masih berantakan. Ditambah lagi dengan masalah laboratorium, masih ada yang tetap belum bisa mengeluarkan hasil uji sampel PCR dalam satu kali 24 jam. Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga mengeluhkan hal serupa. Ada laboratorium ataupun rumah sakit yang menumpuk sampel PCR selama beberapa hari kemudian baru dilaporkan sehingga pendataan kasus tidak bisa sesuai waktu nyata.
Pendidikan masyarakat juga harus terus berjalan, selain tetap mengadakan razia terhadap warga yang tidak mengenakan masker ataupun masih melakukan kegiatan kumpul-kumpul. ”Dari segi budaya, masyarakat belum banyak belajar walaupun orang-orang sekitar seperti keluarga dan tetangga terkena Covid-19,” kata Cicilia.