Polsek Pondok Aren Amankan Uang Palsu Rp 800 Juta Sebelum Diedarkan
Dari hasil penyelidikan sementara, kata Riza, belum ada indikasi uang tersebut akan digunakan untuk keperluan Pilkada Tangerang Selatan pada 9 Desember mendatang.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Lima belas hari menjelang Pemilihan Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan 2020, Tim Vipers Kepolisian Sektor Pondok Aren, Tangerang Selatan, menangkap dua tersangka tindak pidana kepemilikan uang palsu senilai Rp 800 juta. Uang palsu tersebut belum sempat beredar dan polisi masih mengejar tersangka pembuat uang palsu tersebut.
Kedua tersangka, SMN (71) dan SS (60), ditangkap setelah polisi mendapat informasi terkait seseorang menyimpan uang palsu dalam jumlah besar di Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat. Berdasarkan informasi tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan kemudian menangkap tersangka SS di rumahnya di Pondok Gede.
”Di dalam rumah tersangka ditemukan uang palsu senilai Rp 800 juta dalam pecahan Rp 100.000,” ujar Kepala Polsek Pondok Aren Ajun Komisaris Riza Sativa, Selasa (24/11/2020), ketika merilis pengungkapan kasus tersebut di Polsek Pondok Aren.
Dari pengakuan SS, uang tersebut ia peroleh dari tersangka SMN yang berdomisili di Kunciran, Kota Tangerang. Berbekal informasi dari SS, polisi bergerak mencari keberadaan SMN dan menangkapnya.
Dari pengakuan SMN, uang palsu dibeli dari J, yang masih dalam pencarian polisi. SMN mengatakan, dirinya membeli uang palsu Rp 800 juta senilai Rp 50 juta kepada J. Lokasi serah terima uang, kata SMN, dilakukan di suatu daerah di Jawa Barat.
”Saya beli uang ke J secara tunai. Uang Rp 800 juta saya pakai sebagai jaminan atas utang saya ke SS,” ujar SMN ketika diwawancara.
Riza mengatakan, uang palsu senilai Rp 800 juta tersebut belum sempat diedarkan ke masyarakat oleh kedua tersangka. Dari hasil penyelidikan sementara, kata Riza, belum ada indikasi uang tersebut akan digunakan untuk keperluan Pilkada Tangerang Selatan pada 9 Desember mendatang.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Dihubungi secara terpisah, kriminolog Universitas Indonesia (UI), Josias Simon, menyampaikan, modus peredaran uang palsu masih dapat ditemui. Itu karena para pelaku tindak pidana kepemilikan uang palsu merasa kejahatannya relatif lebih sulit dilacak polisi apabila dibandingkan dengan kejahatan pembobolan uang secara daring atau siber.