Pangdam Jaya mengingatkan agar semua pihak tidak mencoba-coba mengganggu persatuan dan kesatuan di Jakarta.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima Komando Daerah Militer Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrachman mengatakan, dirinya memerintahkan prajurit Kodam Jaya mencopot baliho bergambar Pemimpin Front Pembela Islam atau FPI, Muhammad Rizieq Shihab. Ini sebagai bentuk penertiban terhadap pemasangan media luar ruang yang tidak sesuai aturan.
”Ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya,” ucap Mayjen Dudung dalam keterangan di Jakarta, Jumat (20/11/2020). Menurut dia, pemasangan spanduk dan baliho Rizieq tidak sesuai ketentuan daerah. Sejumlah petugas Satuan Polisi Pamong Praja pun sebenarnya sudah menurunkan di sejumlah titik, tetapi pihak FPI kembali memasangnya.
”Ini negara hukum, harus taat pada hukum. Kalau pasang baliho sudah jelas ada aturannya, ada pajaknya, dan tempatnya sudah ditentukan. Jangan seenaknya sendiri,” ujar Dudung.
Ia menjamin anggota TNI di bawah komandonya akan terus menurunkan spanduk dan baliho Rizieq jika ada yang masih terpasang.
Terkait kabar sejumlah anggota TNI yang berpatroli di sekitar markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, Dudung menyebutkan, itu merupakan bagian dari antisipasi gangguan keamanan dan ketertiban biasa, yang juga dijalankan anggota di wilayah-wilayah lain. Ia mengingatkan agar semua pihak tidak mencoba-coba mengganggu persatuan dan kesatuan di Jakarta.
”Saya panglimanya. Kalau coba-coba, akan saya hajar nanti,” tuturnya.
Selain terkait penurunan baliho, Rizieq dan FPI akhir-akhir ini menjadi sorotan karena sejumlah kegiatan yang dihadiri Rizieq menimbulkan kerumunan massa, salah satunya acara pernikahan putri Rizieq yang dihelat bersamaan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh FPI di Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020). Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya sedang menyelidiki ada-tidaknya unsur pidana dari adanya kerumunan ini mengingat Jakarta sedang dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, yang menurut polisi termasuk bagian dari karantina wilayah.
Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan atau menghalang-halangi penyelenggaraannya sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana penjara maksimal satu tahun dan atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Untuk penyelidikan, Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengundang sejumlah pihak guna memberikan klarifikasi sejak Selasa (17/11/2020). Mereka terdiri dari pemerintah daerah, panitia penyelenggara akad pernikahan, serta masyarakat yang menjadi saksi. Gubernur DKI Anies Baswedan sudah memberikan klarifikasi pada Selasa.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan, pihaknya juga mengundang Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam agenda klarifikasi. Sedianya, Ariza memberikan klarifikasi pada Kamis (19/11/2020), tetapi ternyata ia sedang ada agenda lain dan meminta dijadwalkan ulang.
”Kalau kami agendakan, hari Senin (23/11/2020),” tutur Ade saat ditanya kepastian jadwal klarifikasi Ariza.
Untuk klarifikasi pada Jumat ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebutkan, polisi mengundang tiga orang lagi, tetapi hanya satu yang bisa hadir, yakni Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
”Ini menyangkut adanya surat dari dishub pada saat acara pernikahan anak dari saudara MRS (Rizieq), untuk melaksanakan penutupan jalan pada saat itu sehingga kami harus klarifikasi,” ujar Yusri.
Pada Rabu (18/11/2020), Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar kepada wartawan menunjukkan dokumen yang memperlihatkan bahwa panitia akad pernikahan dan Maulid Nabi dari FPI sudah melayangkan pemberitahuan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Surat peringatan dari Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara agar panitia memastikan protokol kesehatan berjalan merupakan salah satu respons pemerintah provinsi.
Namun, selain itu, ada surat dari Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat Muhamad Soleh yang ditujukan kepada Ketua Dewan Pimpinan Pusat FPI bertanggal 12 November (dua hari sebelum acara). Ia menanggapi permohonan izin penggunaan jalan sementara di Jalan KS Tubun depan Petamburan III dalam rangka memeringati Maulid Nabi.
Soleh menyebutkan, Sudinhub Jakarta Pusat mendukung kegiatan tersebut. Namun, untuk izin penutupan jalan, panitia diminta berkoordinasi dengan kepolisian setempat sesuai dengan kewenangannya.
Endang Turmudi, profesor riset Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), berpendapat, keberadaan FPI perlu didudukkan sebagai bagian dari penguatan demokrasi di Indonesia, sama seperti organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. Namun, penguatan masyarakat sipil bukan berarti membiarkan organisasi-organisasi yang ada melanggar ketentuan.
”Berkaitan dengan langkah-langkah pemerintah, kalau (organisasi masyarakat sipil) melanggar aturan, memang harus ditindak,” ujar Endang. Namun, ia menyarankan pemerintah juga terus mendekati organisasi-organisasi masyarakat sipil agar dalam berkiprah tetap dalam koridor yang tidak melanggar hukum.