Tahun 2021, DPRD Minta Pemprov DKI Fokus Tuntaskan Pekerjaan Mendesak
Mulai Rabu kemarin, pembahasan rancangan APBD DKI 2021 dimulai. Dalam rancangan, besaran APBD Rp 77,7 triliun. Angka yang lebih rendah dari anggaran tahun ini karena dampak pandemi Covid-19.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta bersama Tim Anggaran Pemerintah Dearah atau TAPD Pemprov DKI Jakarta memulai pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara atau KUA-PPAS Rancangan APBD 2021 hari ini. Dewan berharap Pemprov DKI memfokuskan penggunaan anggaran untuk kegiatan yang mendesak, penting, dan berguna untuk masyarakat Jakarta. Pada 2021 diharapkan sudah ada eksekusi atas kegiatan yang mendesak.
Gembong Warsono, anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, Rabu (4/11/2020) kemarin yang dihubungi di sela-sela agenda pembahasan yang berlangsung di Hotel Grand Cempaka Resort di Puncak, Jawa Barat, menegaskan, dari sisi besaran APBD, untuk APBD 2021 besaran turun menjadi Rp 77,768 triliun. Sementara besaran APBD penetapan 2020 sebesar Rp 87,956 triliun.
“Sementara, besaran yang ada dalam rancangan atau draft APBD 2021 adalah Rp 77,7 triliun. Turun bila dibandingkan dengan APBD 2020 karena adanya pandemi Covid-19,” jelas Gembong.
Bila dicermati pada rancangan APBD 2021, untuk pendapatan daerah diproyeksikan turun menjadi sekitar Rp 68 triliun dan penerimaan pembiayaan ada di Rp 9,6 triliun. Lalu belanja ada di Rp 70,3 triliun dan pengeluaran pembiayaan di Rp 7,466 triliun.
Meski turun, lanjut Gembong, dalam pembahasan, Badan Anggaran DPRD DKI tetap meminta Pemprov DKI untuk memprioritaskan kegiatan-kegiatan mendesak dan penting bagi masyarakat banyak. Di antaranya penuntasan banjir.
“Tahun 2021 adalah tahun eksekusi. Tidak ada lagi wacana, tidak ada lagi debat soal istilah, namun bagaimana bisa meletakkan pondasi supaya bisa diteruskan,” kata Gembong.
Sehingga bila di akhir 2020 sudah mulai ada pembebasan lahan di pinggir kali, maka di 2021 sudah ada eksekusi untuk penanganan banjir. Kemudian warga yang terdampak juga dipikirkan penyediaan perumahannya. Pemprov juga diminta fokus pada masalah macet dan transportasi umum.
“Bagaimana dengan alokasi terbatas ini bisa menyentuh perumahan untuk warga terdampak. Ini harus jadi skala prioritas. Kedua, bagaimana pemprov bisa serius untuk tuntaskan banjir tetapi basic dasar kita tanamkan,” kata Gembong.
Pantas Nainggolan, anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, secara terpisah juga menegaskan, program-program yang masuk dalam rancangan APBD 2021 haruslah mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), juga harus mengacu pada program strategis pemerintah pusat dan daerah, serta hal-hal wajib.
“Urusan banjir itu hal strategis dan wajib. Tetap harus ada alokasi anggaran ke sana. Lalu juga kegiatan untuk kesejahteraan masyarakat harus ada,” kata Nainggolan.
Baik Gembong ataupun Nainggolan sepakat, untuk hal-hal yang mengurangi kesejahteraan tidak ada. Gembong menyontohkan Formula E. “Menurut saya program ini tidak mendesak. Lupakan saja. Apabila program ini masih muncul, artinya kepekaan Pemprov DKI Jakarta atas masalah Jakarta belum muncul. Alokasi anggaran harus selektif,” kata dia.
Penanganan pandemi Covid-19, ujar Gembong, tetap harus masuk dalam plafon anggaran. Apalagi pandemi sudah berdampak pada semua sektor kegiatan. Tujuannya supaya tidak ada refocusing anggaran di tahun berjalan.
Namun, saat Kompas berupaya menkonfirmasi terkait fokus kerja Pemprov DKI di 2021, tidak ada respons. Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati ataupun Kepala Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono tidak membalas konfirmasi melalui pesan singkat.
Perolehan PBB-P2
Terpisah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta merilis, per 31 Oktober 2020 jumlah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB – P2) DKI Jakarta sudah sebesar Rp 7,346 triliun. Perolehan itu berkaitan erat dengan kebijakan relaksasi daerah yang memberikan kemudahan pembayaran PBB – P2 dimana pajak diberikan kesempatan untuk melunasi PBB-P2 hingga 31 Oktober 2020 tanpa dikenakan sanksi administrasi atau melunasi secara bertahap.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Mohammad Tsani Annafari, melalui keterangan tertulis menjelaskan, dalam kebijakan Pelunasan Bertahap , sebanyak 921 wajib pajak dengan jumlah PBB-P2 sebesar Rp 1.986.469.365.129 telah mengajukan permohonan pelunasan bertahap secara online.
Berdasarkan data pembayaran per tanggal 31 Oktober 2020, wajib pajak yang belum melakukan pembayaran dalam skema pelunasan bertahap sebesar Rp.1.554.717.093.733. Wilayah kecamatan Setiabudi tercatat sebagai kecamatan dengan capaian Pelunasan Bertahap tertinggi sedangkan kecamatan Cilincing sebagai kecamatan dengan capaian Pelunasan Bertahap terendah.
Tsani melanjutkan, secara umum, tingkat kepatuhan pembayaran PBB-P2 di wilayah DKI Jakarta masih berada di angka 55,53 persen, terdiri dari 55,16 persen wajib pajak kategori Orang Pribadi dan 56,79 persen wajib pajak kategori Badan. Wilayah kecamatan Penjaringan memiliki compliance rate tertinggi yaitu sebesar 75,44 persen, sedangkan kecamatan Cilincing memiliki compliance rate terendah, yaitu sebesar 32,31 persen. Angka tingkat kepatuhan tersebut tidak terlepas dari piutang pajak daerah khususnya PBB-P2.
Menurut Tsani, terdapat dua kategori piutang PBB-P2, yaitu piutang lancar dan piutang tidak lancar (macet). Badan Pendapatan Daerah sendiri telah menerima pelimpahan piutang PBB-P2 dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI pada tahun 2013 lalu sebesar Rp 5 triliun.
Dari data piutang pajak PBB-P2 hingga tanggal 31 Oktober 2020, tercatat bahwa piutang lancar sebesar Rp 3.341.187.998.649 dan piutang tidak lancar sebesar Rp 7.497.971.207.295. Dari data piutang lancar, diketahui bahwa wilayah kecamatan dengan data piutang terbesar berada di kecamatan Penjaringan dan terkecil berada di kecamatan Johar Baru.
“Melihat data piutang hasil pelimpahan maupun data piutang lancar dan tidak lancar, dapat dikatakan bahwa Bapenda DKI Jakarta harus melakukan extra effort dalam menghimpun penerimaan pajak daerah di tahun ini. Terlebih dalam situasi pandemi wabah Covid-19 ini, kemudian adanya koreksi angka refocusing target pajak tahun 2020 dan sudah lewatnya tanggal jatuh tempo pembayaran PBB-P2 tahun ini, kami perlu melakukan treatment tertentu agar wajib pajak tetap menunaikan kewajiban pembayaran pajak daerah," kata Tsani.