Butuh Keterlibatan Kaum Muda Melawan Peredaran Narkoba
Memutus mata rantai peredaran narkoba masih jadi pekerjaan rumah. Sebab, kesenangan sesaat seusai mengonsumsi barang terlarang ini merongrong masa depan generasi bangsa.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia masih dalam kondisi darurat narkoba. Barang ilegal itu terus beredar meskipun upaya penindakan dijalankan. Penegakan hukum aparat perlu dukungan kawula muda agar dapat lepas dari cengkeraman kesenangan sesaat narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tahun 2018 menemukan sebanyak 64 persen pemuda menggunakan narkoba karena coba-coba. Sisanya untuk senang-senang 17 persen, bujukan teman 7 persen, dan stres 6 persen.
BNN dan unsur-unsur terkait berupaya mencegah penggunaan narkoba menyasar pada orang-orang yang belum pernah berhubungan dengan barang ini. Aparat juga berupaya mencegah penggunaan narkoba di kalangan yang coba-coba menggunakan narkoba. Langkah lain adalah membantu pengguna narkoba agar tidak menggunakan lagi.
BNN mencatat, narkoba terus beredar meskipun dunia dilanda pandemi Covid-19. Salah satunya peredaran sabu dari jaringan internasional sebanyak 797 kilogram pada Mei lalu.
Demikian penuturan Deputi Pencegahan BNN Inspektur Jenderal Anjan Pramuka Putra dalam webinar Hari Sumpah Pemuda ke-92 tentang Pemuda Indonesia Membebaskan Anak Bangsa dari Cengkeraman Darurat Narkoba, Selasa (27/10/2020).
Anjan mengatakan, narkoba masuk lewat darat, laut, dan udara dengan beragam modus. Bandar dan kurir menyembunyikan barang terlarang itu di dalam pipa besi, menyatu dalam lilin, dalam gagang pintu, guci, melekat di badan ataupun ditelan.
Ancamannya pun kian berkembang lewat new psychoactive substances (NPS) atau narkoba sintetis. United Nations Office on Drugs and Crime mencatat ada 950 jenis NPS beredar di dunia. Dari jumlah itu, 77 jenis telah beredar di Indonesia. Ada 73 jenis sudah masuk kategori barang terlarang, sisanya tengah berproses.
Indonesia menduduki peringkat ke-5 pengguna NPS di Asia Timur dan Tenggara, berada di bawah Jepang, China, Singapura, dan Korea. ”NPS sangat berbahaya. Harganya murah dengan efek 13 kali lebih berbahaya dari narkoba umumnya. Sindikat membuatnya berdasarkan kategori obat terlarang supaya lolos dari jeratan hukum,” ucap Anjan.
BNN menjalankan rencana aksi sosialisasi atau pencegahan bahaya narkoba, regulasi langkah-langkah, tes urine secara acak, dan membentuk sukarelawan supaya membantu kementerian dan lembaga dalam upaya pencegahan. Semuanya sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024.
Ketua Umum Bersama Mayor Jenderal Polisi (Purn) I Gusti Made Putra Astaman mengatakan, perang melawan narkoba sudah sampai ke pelosok karena telah menyasar berbagai usia.
Ada keprihatinan karena permintaan narkoba dari dalam negeri tinggi. Itu tecermin dari pemberantasan dan pencegahan yang terus berjalan dengan hasil sitaan mencapai berat berton-ton. ”Sitaan 1 ton narkoba berarti ada sekian ratus ribu pencandu yang sedang menunggu sebagai konsumen,” ujar Astaman.
Karena itu, aspek pencegahan, salah satunya rehabilitasi, harus diperbaiki dan diperkuat lagi. Sebab, penangkapan dan pemenjaraan bukan satu-satunya solusi. Sistem Database Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia per 14 April 2020 menunjukkan, dari 260.281 warga binaan, 134.000 orang karena kasus narkoba. Jumlah itu melampaui kapasitas tampung lapas dan rutan sebesar 130.000 orang.
Implementasi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020 harus lebih berani. Tidak ada lagi ego sektoral supaya komprehensif. Koordinator Staf Ahli BNN Komisaris Jenderal (Purn) Ahwil Luthan meyakini langkah lebih berani dengan menghilangkan ego sektoral mampu menyelamatkan bangsa, terutama generasi muda, dari ancaman narkoba. ”Narkoba masalah serius sehingga semuanya harus keroyokan ramai-ramai dalam upaya pemberantasan dan pencegahan,” ucap Ahwil.
Ia menyebutkan studi komparatif menemukan bahwa narkoba bisa jadi sarana untuk menghancurkan suatu negara. Caranya memanfaatkan narkoba untuk perang asimetris, penyalahgunaan masif dan terorganisasi, serta menyasar generasi muda.
Polisi sedang mengawasi tersangka penyalahgunaan narkoba yang dibawa dalam peringatan Hari Antinarkoba Internasional, Selasa (23/6/2020) di Pendopo Balai Kota Tegal, Jawa Tengah.
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Asrorun Ni’am Sholeh menambahkan, narkoba menjadi salah satu ancaman hilangnya generasi muda di samping permasalahan sosial akibat perkembangan teknologi dan arus informasi. ”Narkoba mengganggu pembangunan sumber daya manusia unggul. Salah satu instrumen sumber daya unggul adalah pemuda,” ujar Asrorun.
Kemenpora mengembangkan langkah ofensif lewat kegiatan alternatif supaya karakter inovatif, kreatif, dan kekuatan fisik pemuda tersalurkan dalam hal positif. Salah satunya kewirausahaan supaya pemuda mengembangkan kemandirian lewat kampus, area rural, dan kelompok khusus.