Pelonggaran pembatasan sosial, mobilitas tinggi warga, dan kerumunan, seperti yang dipicu lewat demo, terjadi bersamaan. Semua orang bisa membawa dan menularkan virus ke rumah, ke anggota keluarga, dan lingkungan sekitar
Oleh
Helena F Nababan/Laraswati Ariadne Anwar/J Galuh Bimantara/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Jakarta diikuti kawasan sekitarnya. Ada tindakan seperti meniadakan jam malam dan jam operasional berbagai tempat usaha berangsur normal. Mobilitas warga pun berangsur normal.
Meskipun belum ada angka pasti terkait peningkatan pergerakan warga, di Jabodetabek, kepadatan lalu lintas sudah mengakrabi kembali ruas-ruas jalan di wilayah agregat ini. Hilir mudik banyak orang makin riuh dengan unjuk rasa yang melibatkan massa sejak pekan lalu hingga minggu ini. Akibatnya, ada potensi besar penularan Covid-19 bakal makin sulit dibendung.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Hariadi Wibisono, Selasa (13/10/2020), menegaskan, DKI mungkin bisa beralih ke PSBB transisi dari PSBB ketat karena yakin kurva tingkat penularan yang melandai.
”Namun, dengan adanya demo yang masif setiap hari, dimana banyak orang yang terlibat aksi tanpa memperhatikan protokol kesehatan, saya khawatir pada hari-hari mendatang akan muncul kluster eks demonstran dan kluster petugas keamanan,” kata Hariadi.
Hariadi mengkhawatirkan peningkatan kasus tak hanya di Jakarta. ”Demo juga marak di kota-kota lain. Maka, risiko peningkatan kasus akan besar di kota-kota tersebut,” katanya.
Adanya unjuk rasa memastikan akan ada kenaikan kasus dua pekan ke depan. ”Oleh sebab itu, hal terpenting yang harus dilakukan sekarang ialah mengajak orang-orang yang mengikuti unjuk rasa untuk mengisolasi diri selama 14 hari guna mencegah penularan Covid-19 ke keluarga ataupun orang lain,” kata ahli biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.
Peningkatan kasus Covid-19 akibat penyebaran virus korona baru ini diyakini makin tidak terkendali dan yang paling terdampak adalah anggota keluarga di rumah. Kluster penularan di rumah tangga bisa disebabkan, antara lain, salah satu anggota keluarga tertular korona baru saat berkegiatan di luar dan menularkannya ke orangtua, suami atau istri, saudara, juga anak mereka, dan tetangga dekat.
Pusat Kesehatan Masyarakat Duren Sawit, Jakarta Timur, misalnya, pada Senin (12/10), merujuk 26 pasien positif Covid-19 dari enam keluarga ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.
”Jadi harus diwaspadai saat ini, bukan berarti pelonggaran (PSBB) transisi ini terus seenaknya di luar,” kata komandan lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut dokter gigi M Arifin, kemarin.
Perwira menengah TNI Angkatan Laut berjuluk ”Cobra” itu mencontohkan, terdapat satu keluarga yang seluruh anggotanya terjangkit diduga akibat ibu di keluarga tersebut terpapar Covid-19 di pasar. Sebab, sang ibu mengaku tidak pernah keluar rumah. Begitu pergi ke pasar, ia mengeluh demam keesokan harinya.
Ke-26 pasien itu bergejala sehingga mesti dirawat di Menara 6 dan 7 RSDC Wisma Atlet. Seandainya tidak bergejala atau bergejala ringan, pasien akan menempati Menara 4 dan 5 yang disebut Flat Isolasi Mandiri Kemayoran.
Dokter Hasto Wardoyo, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengatakan, kluster keluarga memang sulit dihindari. Sebab, kluster tersebut terkait dengan kluster lain, seperti kluster kantor dan pasar, yang semuanya berpotensi bertemu di keluarga.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, kemarin, mengatakan, kluster keluarga juga berkontribusi terhadap penambahan jumlah kasus positif Covid-19 di wilayahnya. Penularan virus di tingkat keluarga terus terjadi salah satunya disebabkan tingkat kedisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan yang masih rendah.
”Belum lagi nanti ada hari libur dan cuti bersama. Dikhawatirkan ada lonjakan lagi,” kata Airin, yang ditemui di Balai Kota Tangsel.
Menurut Airin, mengisolasi pasien tanpa gejala di Rumah Lawan Covid-19 penting karena isolasi mandiri di rumah cenderung tidak efektif. Oleh karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana merekomendasikan setiap pemerintah daerah memanfaatkan hotel-hotel sebagai lokasi isolasi mandiri.
Tes, lacak, dan isolasi
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono berpendapat, kluster keluarga bermunculan akibat isolasi mandiri di rumah yang tidak berkualitas. Memasukkan pasien tanpa gejala ke Rumah Lawan Covid-19 bisa menjadi solusi, tetapi tidak bisa bergantung selamanya terhadap upaya itu.
Jika tidak ada upaya menekan jumlah kasus dengan membatasi pergerakan warga, penularan masih akan terus terjadi. Hal senada ditegaskan epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang mengatakan pelonggaran PSBB wajib dibarengi peningkatan tes, pelacakan, dan isolasi. Masyarakat dan pelaku usaha diminta mematuhi protokol kesehatan.