Warga Mencemaskan Angka Kematian Covid-19 Makin Besar
Angka kematian karena Covid-19 mendekati angka 10.000 orang dalam rentang waktu kurang dari tujuh bulan. Warga dilema menyikapi situasi ini.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga khawatir laju penularan dan angka kematian karena Covid-19 tak terbendung. Sebagian dari mereka menahan penularan itu dengan menerapkan protokol kesehatan selama beraktivitas di luar rumah. Sebagian warga lain lebih banyak beraktivitas di sekitar rumah.
Sufenno Budi (42) semakin waswas terpapar Covid-19 karena penambahan kasus harian mencapai ribuan dan keterbatasan ruang perawatan di rumah sakit. Belum lagi angka kematian yang terbilang besar dan hampir penuhnya pemakaman.
”Khawatir, tetapi harus beraktivitas di luar rumah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pilihannya hanya ketat menerapkan protokol kesehatan,” ucapnya, Kamis (24/9/2020).
Warga Palmerah, Jakarta Barat, ini merasa virus korona jenis baru semakin dekat karena sudah ada kasus konfirmasi positif di sekitar permukiman. Walakin, ada keprihatinan melihat ada warga yang seperti biasa seolah-olah tidak ada pandemi. Seperti halnya di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, sebagian pedagang dan warga bercengkerama tanpa mengenakan masker dan menjaga jarak. Padahal, terdapat spanduk dengan tulisan kawasan wajib protokol kesehatan.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat penambahan 4.465 kasus konfirmasi positif pada Rabu (23/9/2020) sehingga total menjadi 257.388 kasus. Sebanyak 187.958 orang sembuh dan 9.977 orang meninggal. Sementara di DKI Jakarta, mengutip laman www.corona.jakarta.go.id, tercatat tambahan 1.187 kasus sehingga total menjadi 66.505 kasus. Sebanyak 51.578 orang sembuh dan 1.650 orang meninggal.
Kevin Airlangga (19) menilai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat tidak banyak berpengaruh terhadap kewaspadaan pada Covid-19. Konkretnya jamak terlihat warga berkumpul sembari mengobrol dan tertawa. ”PSBB ketat tidak terlalu berpengaruh di kawasan Rawa Belong. Kalau PSBB sebelumnya, warga jarang kumpul-kumpul karena masih takut,” katanya.
Situasi sudah kembali normal menurut mahasiswa salah satu politeknik di Ibu Kota ini. Hanya saja harus tetap menerapkan protokol kesehatan karena kasus masih bertambah seperti terdapat dalam pemberitaan di media massa. ”Sekarang sudah normal. Jaga kesehatan saja. Saya dengar-dengar kecemasan tinggi menurunkan imun sehingga gampang sakit dan bisa meninggal,” ujarnya.
Berbeda dengan Reni Nandya (24) yang lebih banyak di rumah saja meskipun belum ada temuan kasus positif di sekitar permukimannya di Pulo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Karyawan swasta ini pun tidak pusing dengan urusan pekerjaan karena manajemen memutuskan semua karyawan bekerja dari rumah hingga situasi kondusif. ”Khawatir banget, aku meminimalkan untuk keluar rumah,” ucapnya.
Reni berusaha menghindari kabar bohong mengenai Covid-19. Caranya dengan mengurangi membuka media sosial yang selama ini diikutinya. Dia beralih menonton film dan drama yang lebih menghibur dan mengurangi kejenuhan saat berada di sekitar rumah.
Kementerian Kesehatan per 23 September 2020 mencatat 1.146 kluster penularan Covid-19 di masyarakat. Setidaknya ada delapan kluster baru yang dilaporkan dari hari sebelumnya. Adapun penambahan kluster terbanyak terjadi di Jawa Tengah dengan dominasi dari kelompok pesantren.
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah di Jakarta, Rabu (23/9/2020), mengatakan, kluster penularan Covid-19 yang meluas ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Kluster komunitas dan perkantoran merupakan sumber penularan cukup tinggi.
”Kluster komunitas berasal dari contact tracing (penelusuran kontak) yang dilakukan puskesmas. Jadi, kalau ada seseorang yang positif, akan ditelusuri kontaknya, baik dilakukan pada kluster keluarga maupun tetangga dan orang terdekat yang berinteraksi dengan kasus positif ini,” katanya.