Pemkot Tangerang Selatan Didesak Mempercepat Tes Massal dan Pelacakan Kontak
Pelacakan kontak di Tangerang Selatan tidak optimal karena keterbatasan tenaga kesehatan. Padahal, pelacakan kontak amat penting untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Upaya pelacakan kontak dan pemeriksaan tes di Kota Tangerang Selatan, Banten, dinilai belum maksimal. Hal itu diutarakan sejumlah warga pada Kamis (17/9/2020). Pelacakan kontak dan tes yang berlarut-larut memperbesar kemungkinan virus menyebar lebih luas.
Kurang optimalnya upaya pelacakan kontak dialami oleh PT (28), warga Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang saat ini sedang menjalani karantina di Rumah Lawan Covid-19 milik Pemerintah Kota Tangsel. PT dinyatakan positif Covid-19 pada Selasa (15/9/2020) setelah berinisiatif melaksanakan tes usap di Jakarta pada Kamis (10/9/2020).
Menurut PT, setelah dinyatakan positif Covid-19, ia mengkhawatirkan orangtua dan saudaranya tertular Covid-19. Kekhawatirannya muncul karena orangtuanya memiliki penyakit penyerta yang bisa memperparah kondisi kesehatan mereka. Ia pun melapor dan meminta tolong kepada pihak puskesmas di dekat tempat tinggalnya agar pihak puskesmas bisa segera melaksanakan tes usap terhadap orangtua dan saudaranya.
”Pihak puskesmas tidak bisa segera melakukan pelacakan kontak dan tes usap kepada keluarga saya. Mereka berjanji akan melakukannya Sabtu (19/9/2020) nanti,” ujar PT.
PT mengatakan pihak puskesmas tidak bisa segera melakukan tes dan pelacakan kontak karena tengah kerepotan dengan banyaknya pasien Covid-19 yang perlu ditangani. Sembari menunggu tes dilakukan, PT meminta orangtua dan saudaranya tetap berada di rumah untuk menjalani karantina secara mandiri.
”Keluarga saya sudah dijadwalkan menjalani tes swab, tetapi katanya sekarang kondisinya (petugas puskesmas) lagi penuh. Data (pasien) dari hari sebelumnya juga sedang dikerjakan,” kata PT.
Kalau pengambilan spesimen terlambat dan hasilnya juga terlambat keluar, penularan akan terus terjadi. (Tri Yunis Miko Wahyono)
Sebelumnya, kondisi serupa dialami warga yang tinggal di Puri Bintaro Indah, Pondok Aren, Tangsel, pada 27 Agustus 2020. Saat itu ada satu keluarga di Puri Bintaro Indah yang menjalani isolasi mandiri karena salah seorang anggota keluarganya terkonfirmasi positif Covid-19.
Ketua Rukun Tetangga (RT) Soehardjono yang mendapat laporan dari warganya itu menyayangkan lamanya proses pelacakan kontak yang dilakukan pihak puskesmas. Permintaan untuk melaksanakan tes cepat atau tes usap kepada 18 warga yang berkontak dengan keluarga tersebut tidak kunjung direspons pada hari yang sama ketika salah seorang warganya dinyatakan positif Covid-19.
Soehardjono harus bolak-balik ke puskesmas untuk memastikan petugas bisa datang ke Puri Bintaro Indah dan melaksanakan tes kepada warga. Selama menunggu respons, Soehardjono meminta 18 warga tersebut menjalani karantina mandiri.
Dua hari kemudian barulah permohonan Soehardjono direspons pihak puskesmas. Namun, karena keterbatasan tenaga medis, pihak puskesmas meminta warga datang ke puskesmas guna menjalani tes cepat. Hasil tes ke-18 warga itu seluruhnya nonreaktif.
”Untuk lebih meyakinkan lagi, saya mohon ke pihak puskesmas agar 18 warga bisa ikut tes swab. Pihak puskesmas bersedia. Kami tes swab tiga hari kemudian. Hasil swab-nya keluar setelah dua minggu,” kata Soehardjono.
Selama menunggu pelaksanaan tes atau pemeriksaan tes keluar, hal terberat yang dialami Soehardjono adalah menahan warga agar tidak berkeliaran ke mana-mana. Mereka menanggung beban psikologis ketika lama menunggu pelaksanaan tes dan menanti hasilnya keluar.
”Mereka tidak kuat dikarantina lama-lama tanpa kejelasan, sedangkan mereka harus bekerja,” ucapnya.
Mereka tidak kuat dikarantina lama-lama tanpa kejelasan, sedangkan mereka harus bekerja. (Soehardjono)
Oleh sebab itu, ke depan, Soehardjono berharap Pemkot Tangsel bisa mempercepat upaya pelacakan kontak, termasuk mengirimkan petugas ke rumah warga yang positif dan mengupayakan hasil tes usap bisa segera diketahui.
Memutus penularan
Menurut epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, pelacakan kontak amat penting segera dilakukan agar bisa lekas diketahui apakah orang-orang yang berkontak dengan pasien positif sudah tertular Covid-19 atau belum. Kecepatan pelacakan kontak dan pemeriksaan mencegah orang yang sudah tertular terlambat dikarantina. Pelacakan kontak, katanya, berkaitan erat dengan upaya memutus mata rantai penularan.
”Kalau pengambilan spesimen terlambat dan hasilnya juga terlambat keluar, penularan akan terus terjadi,” kata Tri.
Mengatasi persoalan keterbatasan petugas atau sumber daya manusia puskesmas, Tri Yunis mengusulkan Pemkot Tangsel meniru langkah DKI Jakarta yang mulai merekrut sukarelawan untuk melaksanakan pelacakan kontak.
Dikonfirmasi secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Deden Deni mengatakan, pelacakan kontak tetap menjadi prioritas utama demi memutus mata rantai penularan Covid-19. Namun, ia mengakui, apabila banyak pengaduan atau laporan dari masyarakat pada satu hari, pelacakan kontak tidak bisa segera dilaksanakan pada hari itu juga.
”Namun, akan tetap tercatat dan ditindaklanjuti hari berikutnya. Kendalanya mungkin karena sekarang ini SDM terbatas,” ujar Deden.
Persoalan pelacakan kontak yang belum optimal telah sering dibahas dalam rapat evaluasi antara Dinas Kesehatan Tangsel dan jajaran puskesmas di bawahnya. Hal yang selalu dievaluasi adalah respons puskesmas menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap penemuan kasus Covid-19 baru.
”Hal itu yang terus diingatkan kepada puskesmas. Besok akan kami rapatkan lagi dengan pemerintah pusat terkait solusinya bagaimana,” kata Deden.