Pagebluk Kluster Keluarga dan Industri Memukul Bekasi Raya
Pemerintah daerah Bekasi Raya terengah-engah mengendalikan kasus Covid-19 di kawasan itu. Tanpa prioritas dan ketegasan mengutamakan pengendalian Covid-19, lonjakan kasus masih berpotensi terjadi.
Setelah enam bulan Covid-19 mewabah, muncul dua kluster besar kasus Covid-19 dari keluarga dan industri di Bekasi Raya yang kian mengkhawatirkan. Pemerintah daerah pun kini terengah-engah mengendalikan kasus baru Covid-19 yang sebarannya terus melonjak dan sudah mencapai ribuan kasus.
Di Kota Bekasi, hingga 6 September 2020, akumulasi kasus Covid-19 mencapai 2.072 kasus. Sumbangan kasus Covid-19 terbanyak berasal dari kluster keluarga, yakni mencapai 519 jiwa dari total 196 keluarga.
Lonjakan kasus Kota Bekasi berdampak pada mengecilnya daya tampung pasien Covid-19 di rumah sakit. Dari 120 tempat tidur yang tersebar di 42 rumah sakit swasta, seluruhnya sudah dipenuhi pasien Covid-19. Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi, dari kapasitas tampung 117 tempat tidur, hingga Rabu (9/9/2020), sebanyak 90 tempat tidur terisi pasien Covid-19.
Pemerintah Kota Bekasi pun menyiapkan Stadion Patriot Candrabhaga untuk mengantisipasi lonjakan pasien kasus Covid-19. Dari target 100 tempat tidur, saat ini sudah tersedia 55 tempat tidur untuk mengisolasi mandiri pasien Covid-19, terutama pasien tanpa gejala atau bergejala ringan.
Langkah menyiapkan infrastruktur kesehatan, terutama mengantisipasi kemungkinan terburuk patut diapresiasi. Namun, mengendalikan kasus dengan menunggu di rumah sakit tak akan cukup jika tidak diikuti dengan kebijakan pengendalian sejak awal, terutama pencegahan. Langkah pencegahan pun sebenarnya mudah, yaitu memastikan warga selalu mematuhi protokol kesehatan dan diimbangi penguatan tes serta pelacakan.
Sayangnya, dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, baik itu di pasar, warung makan, hingga tempat tongkrongan, masih jamak ditemukan warga yang tak memakai masker atau pun berkerumunan. Berbagai cara pun sudah dilakukan pemerintah daerah untuk mengingatkan warganya mematuhi protokol kesehatan, mulai dari membentuk RW Siaga, menerjunkan aparatur sipil negara, hingga memasang spanduk berisi ajakan untuk patuh pada protokol kesehatan.
Baca juga: Angka Kepositifan Covid-19 di Kota Bekasi Sentuh Dua Kali Lipat Standar WHO
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam setiap kesempatan pun selalu menegaskan, fokus Pemerintah Kota Bekasi adalah memperkuat RW siaga. Langkah itu dilakukan dengan terus mengingatkan warganya untuk selalu mengenakan masker dan tak berkerumunan. Kebijakan penerapan sanksi atau penerapan jam malam sama sekali belum dipertimbangkan.
Namun, kebijakan menekan lonjakan kasus nelalui sosialisasi rupanya tak cukup. Kasus baru Covid-19 masih terus bermunculan. Hanya dalam kurun waktu tak sampai satu bulan atau dari 18 Agustus sampai 6 September 2020 muncul 748 kasus baru. Situasi itu menyebabkan angka kepositifan atau positivity rate Kota Bekasi melonjak tajam mencapai 10,4 persen.
Angka itu menyentuh dua kali lipat standar aman positivity rate yang ditetapkan WHO, yakni 5 persen. Lonjakan juga terjadi pada angka penularan atau reproduksi (Ro) Covid-19 Kota Bekasi yang pada September 2020 mencapai 1,55.
Di masa penerapan kebijakan PSBB Kota Bekasi mulai dari 15 April 2020 dan kemudian diperpanjang tiga kali hingga Mei 2020, peningkatan kasus baru di daerah itu relatif terkendali. Itu terlihat dari angka reproduksi (Ro) Covid-19 Kota Bekasi yang sempat menyentuh 9,0 pada April menukik tajam hingga tinggal 0,91 pada Mei 2020.
Turunnya angka Ro daerah itu tidak terlepas dari kebijakan PSBB saat itu dengan membatasi sebagian besar aktivitas masyarakat, mulai dari kebijakan bekerja dari rumah, pembatasan transportasi umum, hingga merazia dan menindak tegas warga yang masih membandel.
Di setiap titik masuk wilayah perbatasan juga jamak ditemukan petugas, mulai dari petugas satuan polisi pamong praja, dinas perhubungan, TNI dan Polri. Para petugas itu tak hanya menindak pelanggar yang tak bermasker tetapi bahkan menyiapkan alat untuk mengukur suhu tubuh warga yang akan masuk ke Kota Bekasi.
Baca juga: Pergerakan Karyawan di Kluster Industri di Bekasi Akan Dipantau Selama Dua Pekan
Kluster industri
Tantangan menghadapi lonjakan Covid-19 di Kabupaten Bekasi pun tak kalah pelik. Sebagai daerah industri, kasus Covid-19 justru paling banyak muncul dari kawasan industri. Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi dari Maret sampai September 2020, ada 698 kasus Covid-19 dari kawasan industri.
Kasus di kawasan industri yang terkonfirmasi pun muncul dari perusahaan-perusahaan besar, mulai dari Unilever, Hitachi, LG, Suzuki, dan yang terakhir salah satu perusahaan pembuatan suku cadang. Kluster industri dengan jumlah kasus terbanyak berasal dari LG dengan keseluruhan kasus mencapai 250 kasus.
Kasus dari kluster industri berperan besar mengubah Kabupaten Bekasi dari zona oranye kembali menjadi zona merah. Padahal, pada 17-24 Agustus saat masih termasuk daerah dengan risiko penularan sedang, skor risiko penularan di daerah itu sebesar 1,91.
Namun, mulai 24-30 Agustus, Kabupaten Bekasi kembali berubah menjadi daerah zona merah penularan Covid-19 dengan skor 1,72. Skor yang dimaksud merupakan perhitungan kondisi daerah dalam level risiko. Artinya, semakin rendah skor level risiko, semakin tinggi risiko penularan Covid-19.
Penambahan kasus dari kluster industri berdampak signifikan pada keseluruhan kasus Covid-19 di Kabupaten Bekasi. Hingga Rabu pekan lalu, akumulasi kasus Covid-19 di daerah itu mencapai 1.360 kasus dengan rincian, 1.140 kasus sembuh, 46 kasus meninggal dunia, 52 kasus dirawat di rumah sakit, dan 122 kasus menjalani isolasi mandiri.
Baca juga: Ancaman Covid-19 dari Kluster Industri Bekasi Masih Mengintai
Menurut juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah, kasus Covid-19 di kawasan industri sulit dikendalikan karena tingginya mobilitas karyawan saat di luar perusahaan. Situasi ini diperparah dengan menyebarnya tempat tinggal para karyawan yang berdomisili di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Kota Bekasi, hingga Karawang.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat berkunjung ke daerah itu pada 5 September 2020 pun mengakui kalau kasus dari kawasan industri serius. Kasus di kawasan industri melonjak akibat mobilitas karyawan di luar perusahaan yang tak terkendali dan diduga perilaku karyawan yang tak patuh pada protokol kesehatan.
Ia pun berjanji untuk mengerakkan sumber daya dari provinsi untuk membantu mengatasi lonjakan kasus di daerah itu. ”Kami akan mengonsolidasikan semua sumber daya di provinsi. Dalam dua minggu, mudah-mudahan hasil koordinasi dengan para pemilik industri, pengusaha, dan tim gugus tugas kawasan bisa menghasilkan penurunan tingkat keterpaparan," kata Kamil.
Efek kebimbangan
Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, kasus Covid-19 yang kian melonjak di Bekasi Raya merupakan akibat dari ketidaktegasan pemerintah dalam mengendalikan kasus Covid-19. Pemerintah daerah juga dinilai kebingungan karena dihadapkan pada pilihan memprioritaskan kesehatan atau ekonomi.
Faktor lain yang dinilai menyebabkan pemerintah daerah tidak tegas dalam membuat kebijakan pengendalian Covid-19 itu, karena mengikuti arahan pemerintah pusat. Pada masa awal menjelang pelonggaran PSBB, pemerintah daerah diminta untuk menjalankan dua paket kebijakan sekaligus yaitu, memastikan pengendalian Covid-19 berjalan seiringan dengan pemuliham ekonomi.
Baca juga: Aktivitas di Luar Pabrik Diduga Picu Penularan Kluster Industri di Jabar
"Pemerintah daerah pun kebingungan. Mereka tidak berani tegas karena khawatir ketegasan mengendalikan Covid-19 menghambat proses pemulihan ekonomi. Namun, ketidaktegasan ini fatal karena pada akhirnya upaya mengendalikan Covid-19 dan ekonomi sama-sama tidak tercapai," kata Adi.
Adi menyarankan agar pemerintah daerah Bekasi Raya kembali mengutamakan kebijakan pengendalian Covid-19. Sebab, pelonggaran PSBB menyebabkan pandemi Covid-19 kian mewabah dan makin tak terkendali penyebarannya.