Menjaga Kewaspadaan di Keramaian Penumpang Angkutan Umum
Makin ketatnya pembatasan sosial di Jakarta membuat penumpang moda angkutan umum lebih waspada. Mereka makin memperhatikan jarak fisik demi mencegah penularan Covid-19 saat bepergian.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengetatan pembatasan sosial berskala besar membuat sebagian warga lebih waspada terhadap penularan Covid-19 di angkutan umum. Mereka terlihat makin disiplin menerapkan protokol kesehatan di angkutan umum.
Selasa (15/9/2020) sore, puluhan orang bergegas menuju Halte Bus Harmoni, Jakarta Pusat. Menjelang pukul 16.30, orang-orang itu berbaris di koridor tujuan masing-masing dengan jarak fisik sekitar 1 meter. Di antara barisan orang, ada Yesaya Firman (34) yang baru pulang dari kantor di bilangan Mangga Besar. Dia mengantre pada koridor bus menuju Blok M sambil menjaga jarak 1 meter di dalam barisan orang.
Saat bus tiba, Yesaya bersama rombongan penumpang lain masuk dengan tergesa. Namun, rombongan dibatasi karena adanya ketentuan kuota penumpang di bus. Seorang petugas halte membatasi rombongan itu berhenti sampai pada diri Yesaya. ”Rombongannya dibatasi sampai sini, Mas. Habis ini bisa naik bus yang di belakang dengan lega,” kata petugas itu kepada Yesaya.
Yesaya dan calon penumpang lain relatif tertib menunggu bus berikutnya. Bagi Yesaya, menunggu bus bukan masalah demi menjaga regulasi pembatasan sosial di angkutan umum. ”Busnya tersedia dan sudah dekat, ya, kita nurut saja dengan aturan pembatasan yang ada,” ujar pekerja di bidang pengadaan barang elektronik itu.
Pembatasan kuota penumpang yang dialami Yesaya adalah bagian dari langkah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sejak 14 September, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan PSBB yang lebih ketat demi mencegah masifnya penularan Covid-19.
Seiring dengan PSBB yang berlangsung lebih ketat, warga juga semakin waspada dengan jarak fisik di dalam angkutan. Dalam sebuah bus rute Blok M-Kota, misalnya, penumpang menerapkan pembatasan sosial dengan jeda satu kursi. Total penumpang di dalam bus sore itu berkisar 40 orang.
Nanda Pawitri (26), seorang penumpang bus, makin peduli dengan jarak fisik di moda angkutan sejak berlakunya PSBB ketat. Sejak Senin (14/9/2020), dirinya lebih memilih turun dari bus setiap ada risiko penumpang membeludak.
Sekalipun terjadi antrean saat naik angkutan umum, Nanda berupaya mengikuti garis pembatas antre yang tersedia. ”Kadang memang jaga jarak enggak selalu bisa terpenuhi, jadi saya coba ikuti petunjuk teknis yang disediakan operator angkutan. Mudah-mudahan hal itu tetap membuat kita semua aman dari penularan,” ucapnya.
Hal serupa juga dilakukan sejumlah penumpang di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Saat jam pulang kantor, Ivan Faza (27) mengaku makin memperhatikan jarak fisik di moda kereta rel listrik (KRL). Dia juga merasa jarak antarpenumpang makin leluasa sejak Senin kemarin.
”Mungkin karena pengetatan PSBB sejak minggu ini, rasanya makin mudah menerapkan jaga jarak sesuai instruksi dari pemerintah. Saya pun jadinya makin hati-hati,” jelas pekerja di pusat belanja daerah Slipi, Jakarta Barat, itu.
Sejak kemarin, sejumlah pengguna KRL dan bus juga merasakan kelengangan ruang di moda angkutan selama PSBB ketat. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 156 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Bidang Transportasi. SK tersebut mengatur dan menetapkan sejumlah pembatasan di moda angkutan.
SK turut menentukan jumlah penumpang di tiap moda. Di bus Transjakarta, misalnya, bus kategori besar hanya boleh memuat 60 penumpang berikut bus sedang serta kecil masing-masing memuat 30 penumpang dan 15 penumpang. Sementara moda KRL hanya boleh memuat 74 orang per kereta.
Begitu pula dalam waktu operasional moda. Bus Transjakarta diatur beroperasi pada pukul 05.00-22.00, sedangkan KRL beroperasi pada pukul 05.00-21.00 sampai 16 September. Waktu penghentian operasional akan berangsur-angsur dikurangi mulai 17 September 2020.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, SK diterbitkan seiring dengan kebijakan pengetatan PSBB. ”Kami siapkan secara rinci petunjuk teknis itu. Harapannya, para operator kendaraan umum dan pemilik kendaraan pribadi mematuhi petunjuk teknis yang telah tersedia,” kata Syafrin.
Terkait itu, epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Syahrizal Syarif, menuturkan, masa pengetatan PSBB sudah semestinya membuat publik lebih waspada. Publik pun semestinya sadar situasi di Jakarta makin tak baik karena penambahan kasus positif harian mencapai kisaran 1.000 sejak September 2020. Sementara angka rasio positif per 15 September berada di 13,7 persen yang juga tidak aman menurut standar WHO.
Jajak pendapat Litbang Kompas sebelumnya mengungkap bahwa warga kini makin peduli dengan protokol kesehatan. Dari data 530 reponden yang terekam selama periode 11-13 Agustus 2020, sekitar 80 persen menyebut selalu menggunakan masker, cuci tangan, serta menerapkan jarak fisik. Seiring dengan pengetatan PSBB, kesadaran publik itu agaknya makin menguat.
Syahrizal meyakini, berdasarkan perhitungannya, jika 90 persen masyarakat yang masih harus berada di luar rumah tetap mengikuti protokol kesehatan, daya perlindungan komunitasnya itu setara dengan apabila 70 persen penduduk mendapat vaksinasi.
Maka itu, ketegasan dalam pengawasan protokol kesehatan di lapangan amat penting untuk terus diawasi oleh pemerintah. ”Ini tinggal masalah pengawasan. Pengawasannya harus ketat. Tinggal bagaimana pemerintah bisa menjamin bahwa tidak ada masyarakat yang lolos,” kata Syahrizal.