Keterlibatan masyarakat memastikan tidak ada individu yang tak terdeteksi menjadi keniscayaan. Petugas kesehatan tidak bisa bergerak sendiri karena selain SDM yang terbatas, juga masih ada pekerjaan harian yang padat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelusuran jejak kontak pasien positif Covid-19 merupakan kunci dari kesuksesan pencegahan penyebaran kluster. Keterlibatan semua anggota masyarakat memastikan tidak ada individu yang tak terdeteksi menjadi keniscayaan.
”Petugas kesehatan tidak bisa bergerak sendiri karena selain sumber daya manusia yang terbatas, juga pekerjaan harian yang padat dan menyita waktu,” kata Kepala Puskesmas Kecamatan Tanah Abang Sari Ulfa Nardia ketika ditemui di Jakarta, Senin (14/9/2020).
Ia menjelaskan, setiap hari petugas puskesmas tersebut dibagi menjadi tiga tim. Satu tim bertugas di puskesmas melayani warga yang memeriksakan diri, satu tim melakukan tes cepat maupun tes reaksi berantai polimerase (PCR) di rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT), dan satu tim melakukan penelusuran kontak bagi pasien yang terbukti positif mengidap Covid-19.
Kecamatan Tanah Abang memiliki demografi yang kompleks karena terdiri dari enam kelurahan yang di dalamnya mencakup pasar tradisional, mal, perkantoran pemerintah dan swasta, permukiman padat, apartemen, dan perumahan elite. Keberadaan kantor dan pasar membuat orang-orang di dalamnya tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).
Bahkan, pesatnya pembangunan di wilayah ini juga membuat banyak warga yang menjual tanah kepada pengembang properti. Orang-orang tersebut pindah untuk tinggal di tempat lain, tetapi mereka tidak mengubah kartu tanda penduduk (KTP) sehingga masih terdaftar sebagai warga Tanah Abang.
”Keterlibatan satuan tugas RT, RW, dan kelurahan benar-benar menjadi ujung tombak untuk contact tracing,” kata Sari.
Ia mencontohkan kasus seorang warga di Kampung Bali yang melarikan diri setelah dinyatakan positif Covid-19. Berkat penelusuran satuan tugas RT, RW, tetangga, dan keluarga pasien, akhirnya ia ditemukan di rumah kerabatnya di Cikarang, Jawa Barat.
Rekam jejak
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat segera bersurat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi mengenai keberadaan pasien ini. Pada saat bersamaan, RW, RT, dan keluarga mengontak kerabat di Cikarang guna memastikan pasien tersebut lapor diri ke puskesmas setempat dan segera diisolasi.
Permasalahannya, selang waktu beberapa hari hingga pasien itu datang ke puskesmas lokal, Pemerintah Provinsi Jakarta tidak mengetahui rekam jejaknya. ”Penelusuran kontak pasien selama di Cikarang tentu menjadi kewenangan puskesmas setempat,” ujar Sari.
Contoh lain ialah pasien positif di Karet Tengsin yang kabur dari rumah karena takut diisolasi sehingga tidak bisa mencari nafkah. Puskesmas Tanah Abang segera mengontak lurah yang kemudian mengerahkan satuan tugas RT, RW, serta ibu-ibu pemberdayaan kesejahteraan keluarga untuk menemukan pasien. Setelah itu, ia dibujuk agar mau melakukan isolasi di tempat khusus yang disediakan oleh kecamatan.
Saat ini, pasien tidak boleh lagi mengisolasi diri di rumah masing-masing karena dikhawatirkan menularkan kepada anggota keluarga. Kecamatan Tanah Abang menyediakan tiga rumah dinas lurah dan satu gedung kesenian sebagai tempat isolasi. Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu mengutarakan, pihaknya hendak membuat tempat isolasi di sekolah-sekolah negeri berhubung siswa masih belajar di rumah.
Meskipun begitu, Sari mengatakan hendak melihat perkembangan di lapangan jika pasien positif memiliki rumah yang cukup besar, seperti kamar pribadi dengan kamar mandi di dalamnya, yang memungkinkan pasien mengisolasi diri tanpa berisiko menularkan virus korona kepada keluarga. Hal ini akan mengurangi beban di Wisma Atlet Kemayoran maupun tempat karantina yang bisa diberikan kepada warga yang membutuhkan.
Menurut dia, koordinasi antarkecamatan di Jakarta sudah cukup baik karena sistem sudah terkomputerisasi dan berada di bawah satu pemerintahan. Kendala terbesar ialah penelusuran kontak bagi pasien positif Covid-19 yang terungkap di Tanah Abang, tetapi merupakan warga Bodetabek. Contohnya ialah di kluster perkantoran.
Oleh sebab itu, koordinasi dilakukan dengan satuan tugas pencegahan Covid-19 di kantor-kantor. Mereka yang bertugas memantau karyawan yang terbukti positif ditangani oleh fasilitas kesehatan di wilayah tempat tinggal masing-masing. Koordinasi dari puskesmas masih sangat birokratis karena harus melalui suku dinas kesehatan di Jakarta yang mengontak pemerintah kabupaten/kota Bodetabek, baru diturunkan ke puskesmas kecamatan dan kelurahan.
”Hal tersulit ialah jika pasien berada di Bodetabek, tetapi tidak diketahui alamat jelasnya. Koordinasi dan pencariannya membutuhkan waktu berhari-hari yang selama itu kita tidak bisa tahu apakah ia disiplin bermasker dan menjaga jarak atau tidak,” papar Sari.
Kontak erat
Sari mengatakan, penelusuran kontak pasien positif memakai Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 revisi kelima dari Kementerian Kesehatan. Kontak erat merupakan individu yang berkomunikasi dengan pasien positif dari jarak dekat tanpa menggunakan masker.
Jika dalam pemeriksaan pasien mengatakan berkomunikasi dengan seseorang dalam jarak dekat tapi memakai masker, individu itu otomatis dieliminasi dari kategori kontak erat. Keluarga sudah pasti masuk dalam kategori ini karena di rumah dengan sesama anggota keluarga tidak bermasker.
Pada waktu yang berbeda, Kepala Puskesmas Kebayoran Lama Rully Dewi Anggraeni mengungkapkan, penelusuran kontak yang sukar dilakukan ialah apabila pasien positif merupakan orang dengan mobilitas tinggi, seperti pedagang kaki lima dan pengemudi ojek daring. Mereka tidak tahu identitas dan jumlah orang yang ditemui setiap hari. Otomatis pihak puskesmas hanya bisa menelusuri keluarganya dan orang-orang terdekat yang berkomunikasi dengan mereka.
Komitmen
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, pengendalian Covid-19 jangan sekadar dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, tetapi juga kesiapan tenaga kesehatan. Akan tetapi, lebih penting ialah komitmen semua pihak untuk menerapkan protokol kesehatan berupa memakai masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan dengan sabun. Jika semua orang bermasker, risiko penularan bisa diturunkan meskipun dalam situasi keramaian.
”Jangan terpengaruh konsep herd immunity (kekebalan massal) karena yang bisa bertahan hidup hanya orang-orang yang beruntung bisa sembuh dari Covid-19. Tidak ada jaminan setiap orang bisa selamat dari penyakit ini, bahkan mereka yang awalnya terdeteksi tanpa gejala,” ujarnya.