Pengelola kereta rel listrik memprediksi volume penumpang akan semakin padat. Sayangnya, kepadatan justru terjadi di tengah lonjakan kasus Covid-19 makin tinggi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penumpang kereta rel listrik menunjukkan tren makin padat. Pada saat yang sama, lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta belum melandai. Kenyataan ini membuka peluang terjadinya lonjakan kasus lebih tinggi pada hari-hari berikutnya.
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat, volume penumpang pada Senin (7/9/2020) hingga pukul 08.00 mencapai 114.040 orang atau hampir menyamai volume pada Senin pekan sebelumnya. Dengan angka tersebut, kepadatan penumpang diperkirakan mencapai 420.000 orang sepanjang Senin ini.
”Kepadatan Senin pagi ini hampir menyamai angka total 114.075 pada Senin pekan kemarin. Dengan angka itu, kemungkinan besar total penumpang hari ini akan menyentuh angka 420.000 orang. Volume itu masih yang paling tinggi selama masa pembatasan sosial,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Penambahan volume penumpang kereta berjalan seiring dengan lonjakan kasus Covid-19. Berdasarkan data laman corona.jakarta.go.id per 7 September 2020, penambahan kasus positif aktif harian masih berada di angka 1.105 orang. Sementara angka rasio positif sepekan terakhir mencapai 14,1 persen atau belum aman menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Adapun total orang yang masih dirawat mencapai 11.047 pasien. Angka pasien meninggal sebanyak 1.318 orang.
Erni mengatakan, jumlah operasional kereta ditambah untuk mengatasi lonjakan penumpang. Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sebanyak 91 unit KRL beroperasi dengan total 975 perjalanan sehari. Jumlah KRL itu lebih banyak dibandingkan hari normal yang hanya 88 unit.
Meski begitu, antrean penumpang tetap melonjak pada jam-jam padat. PT KCI mencatat pukul 07.00-08.00 dan pukul 17.00-18.00 adalah jam dengan penumpang terpadat. Mengacu data 24 Agustus, total penumpang saat jam tersebut berkisar 40.000 penumpang.
Sejumlah penumpang yang naik KRL hari Senin ini masih mengalami antrean, terutama saat jam padat. Sofian (25), warga Rangkasbitung, Lebak, Banten, setidaknya mesti berangkat pukul 03.00 untuk mendapat kereta pada pukul 04.00. Pria yang bekerja di perguruan tinggi di bilangan Grogol, Jakarta Barat, itu juga mengalami kepadatan antrean saat pulang dari Stasiun Tanah Abang.
”Kalau enggak curi-curi waktu untuk pulang sore, terjebak antreannya bakal lama. Harus cerdik dan pilih waktu pulang yang tepat,” ujarnya saat dihubungi Senin sore.
Muhammad Rokhim (26) mengalami hal serupa dengan Sofian. ”Selama PSBB, berangkat mesti pagi-pagi banget karena antre panjang di Rangkasbitung. Mesti sabar buat antre biar tetap naik KRL,” jelasnya.
Dengan jumlah unit saat ini, Erni meyakini kereta dapat mengakomodasi perjalanan penumpang. Para penumpang juga disarankan tidak memaksakan diri saat kereta penuh. Hal tersebut demi menjaga aturan pembatasan sosial yang telah ditentukan pemerintah.
Erni mengimbau pengguna KRL untuk menyiasati perjalanan dengan pilihan rute yang tepat. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat info kepadatan dan posisi antrean di stasiun lewat aplikasi ponsel KRL Access. ”Sebisa mungkin penumpang menghindari jam sibuk,” ucap Erni.
Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menyarankan agar penumpang sebisa mungkin menghindari kereta di saat lonjakan kasus Covid-19 terjadi. Sebab, tren kasus belakangan juga mengarah pada wilayah sekitar Jakarta. Dia menduga penularan terjadi saat orang melakukan pergerakan dengan transportasi umum.
”Sejumlah wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi kini menjadi zona merah. Penumpang sebaiknya menghindari moda angkutan umum. Saran saya, jangan bepergian apabila tidak urgen,” ujarnya.