Jumlah Pasien Covid-19 Melonjak, Koordinasi Lintas RS Tangerang Raya Diperlukan
Daya tampung rumah sakit di Tangerang Raya berkurang seiring meningkatnya jumlah pasien Covid-19. Semua rumah sakit didorong mengintensifkan koordinasi dan kolaborasi dalam menampung jumlah pasien.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Jumlah pasien Covid-19 di wilayah Tangerang Raya meningkat sejak Agustus 2020. Ketersediaan tempat tidur di sejumlah rumah sakit umum daerah mulai menipis. Agar pelayanan kepada pasien tetap optimal di saat jumlah pasien terus bertambah, diperlukan koordinasi lintas rumah sakit yang kuat.
Jumlah pasien Covid-19 di tiga RSUD di Tangerang Raya, yaitu RSUD Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, mulai meningkat. Kapasitas tempat tidur yang ada saat ini hampir tidak mampu lagi menampung pasien apabila ada lonjakan kasus pada bulan September 2020.
Direktur RSU Tangsel Umi Kulsum melaporkan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang ia pimpin kini hampir penuh. RSU Tangsel memiliki kapasitas 18 tempat tidur di ruang isolasi pasien Covid-19. Umi mengatakan, RSU Tangsel hanya memiliki ruang isolasi dan tidak memiliki ruang intensive care unit (ICU) Covid-19 yang dilengkapi ventilator.
”Kami hanya punya ruang isolasi karena kami bukan rumah sakit rujukan nasional untuk Covid-19,” kata Umi, Selasa (1/9/2020).
Keterisian tempat tidur di ruang isolasi RSU Tangsel hampir mencapai 90 persen. Dari 18 tempat tidur yang ada, keterisiannya fluktuatif 10 hingga 16 pasien, bergantung pada jumlah pasien Covid-19 yang sembuh dan masuk untuk dirawat. Umi mengakui ada lonjakan pasien sejak Agustus 2020.
Kendati tak memiliki ruang ICU dan ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi hampir penuh, Umi belum punya langkah antisipasi konkret jika di kemudian hari jumlah pasien Covid-19 terus bertambah. Penambahan tempat tidur belum mungkin dilakukan dalam waktu dekat karena keterbatasan ruangan yang ada.
”Antisipasinya, mungkin dengan merujuk ke rumah sakit lain di sekitar Tangsel. Penambahan tempat tidur belum bisa karena gedung 3 RS masih berproses,” ujar Umi.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Kota Tangerang Henny Herlina menyampaikan, ruang ICU di RSUD Kota Tangerang selalu penuh oleh pasien Covid-19. Sementara untuk ruang isolasi, keterisian tempat tidur hingga saat ini mencapai 90 persen dari kapasitas yang ada.
RSUD Kota Tangerang memiliki 42 tempat tidur untuk ruang isolasi atau high care unit (HCU), 3 tempat tidur untuk ruang ICU, dan 10 tempat tidur untuk ruang bersalin Covid-19.
Untuk mengantisipasi apabila ada lonjakan jumlah pasien, Henny berencana mengembangkan atau menambah kapasitas ruang HCU yang tidak memerlukan ventilator sebagaimana ruang ICU.
Penambahan jumlah pasien Covid-19 juga dirasakan RSUD Kabupaten Tangerang. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat RSUD Kabupaten Tangerang Mohamad Rifki menyampaikan, pihak rumah sakit menyiapkan 81 tempat tidur untuk ruang isolasi pasien Covid-19.
Jumlah tempat tidur itu sempat dikurangi menjadi 40 karena sebagian dialihkan untuk melayani pasien umum saat jumlah kasus Covid-19 menurun sebelum Agustus 2020.
Kini, peningkatan kasus Covid-19 membuat keterisian tempat tidur menjadi penuh. Dari 40 tempat tidur pasien Covid-19, hampir semuanya terisi. Oleh sebab itu, RSUD Kabupaten Tangerang kembali menyiapkan ruangan-ruangan dan tempat tidur untuk pasien Covid-19.
”Kalau masih ada lonjakan, kami siapkan contingency plan, termasuk menambah tempat tidur. Namun, kami juga harus mempertimbangkan kesiapan sumber daya manusia. Jangan sampai tempat tidur ditambah, pasien makin banyak, mereka lalu kelelahan,” katanya.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang menunjukkan lonjakan jumlah kasus positif pada Agustus 2020. Kenaikan mulai terasa pada 15 Agustus 2020 yang dalam sehari terdapat penambahan 40 kasus positif. Penambahan 40 kasus dalam sehari itu merupakan rekor tertinggi di Kabupaten Tangerang selama enam bulan Covid-19 merebak.
Penambahan 40 kasus dalam sehari itu merupakan rekor tertinggi di Kabupaten Tangerang selama enam bulan Covid-19 merebak.
Dibuka kembali
Penambahan jumlah pasien Covid-19 di Kabupaten Tangerang membuat Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mempertimbangkan membuka kembali Rumah Singgah Grya Anabatic di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Grya Anabatic merupakan lokasi perawatan sementara pasien Covid-19 tanpa gejala atau asimtomatik. Pembukaan kembali Grya Anabatic diharapkan bisa mengurangi beban rumah sakit.
”Tunggu saja, masih dibahas,” kata Zaki.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany mengklaim masih bisa mengatasi kenaikan jumlah pasien di wilayahnya. Menurut Airin, meski kasus positif bertambah, sebagian besar dari mereka merupakan asimtomatik sehingga tidak seluruhnya langsung dirujuk ke rumah sakit.
Sebagian dari mereka dirujuk ke Rumah Lawan Covid-19 milik Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Konsep Rumah Lawan Covid-19 hampir serupa dengan Grya Anabatic milik Pemkab Tangerang.
Selain itu, Airin mendorong semua rumah sakit di Tangerang Selatan bisa memastikan person in charge (PIC) berjalan optimal. Dengan kata lain, komunikasi dan koordinasi lintas rumah sakit ditingkatkan.
”Jadi, misalnya kalau di rumah sakit satu penuh, jangan dirujuk ke sana. Sebab, di satu sisi ada rumah sakit yang belum terisi. Ada sekitar 20 rumah sakit di Tangsel yang bisa menangani Covid-19,” kata Airin.
Ada sekitar 20 rumah sakit di Tangsel yang bisa menangani Covid-19.
Apa yang disampaikan Airin tersebut sebangun dengan pendapat Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Banten Budi Suhendar. Budi menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar-rumah sakit.
Menurut Budi, mustahil jika terjadi lonjakan kasus, sepenuhnya ditangani rumah sakit milik pemerintah daerah. Kondisi itu membuat ketersediaan layanan bagi warga yang membutuhkan bakal terhambat.
Selain rumah sakit pemerintah, Budi menyebut banyak rumah sakit swasta yang memadai sebagai tempat penanganan Covid-19. Dengan demikian, ada kemungkinan terdapat rumah sakit yang masih memiliki tempat tidur atau ruang isolasi di saat rumah sakit lainnya penuh pasien.
Informasi semacam itu, menurut Budi, harus dikelola secara optimal. Apabila informasi itu sudah dikelola secara baik, pasien bisa terhindar dari risiko terlambat dirujuk karena rumah sakit yang ia datangi tidak punya informasi mengenai rumah sakit yang masih memiliki daya tampung.
”Semua rumah sakit harus didorong agar bisa saling mendukung dengan dipimpin pemerintah daerah,” kata Budi.