Tren Penambahan Kasus Baru Belum Banyak Diketahui Warga
Lonjakan kasus positif Covid-19 hari-hari ini terjadi karena pemerintah kurang tegas menegakkan peraturan dan sikap warga yang mengabaikan protokol kesehatan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga tidak tahu kalau terjadi lonjakan kasus harian positif Covid-19. Karena itu, sebagian dari mereka masih mengabaikan protokol kesehatan. Mereka juga belum siap jika diberlakukan pengetatan pembatasan sosial untuk memutus mata rantai penularan.
Gambaran warga yang tidak tahu ada tren kenaikan kasus baru justru terjadi di Jakarta. Padahal, sepekan terakhir terjadi tren kenaikan kasus positif yang cukup signifikan, seperti yang terjadi hari Minggu (30/8/2002) dengan 1.114 jumlah kasus positif. Dampaknya ruang isolasi dan ruang Intensive Care Unit bagi pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan semakin terbatas. Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga 23 Agustus mencatat, sebanyak 64 persen dari 4.456 tempat tidur isolasi di 67 rumah sakit rujukan terisi dan 71 persen dari 483 tempat tidur Intensive Care Unit terisi.
Sri Wahyuni (49), salah satu warga Kemandoran Pluis, Grogol Utara, Jakarta Selatan, tidak tahu terjadi lonjakan kasus positif karena jarang mengikuti pemberitaan di media massa. Apalagi banyak warga beraktivitas seperti biasa tanpa kenakan masker dan jaga jarak. ”Warga biasa saja. Kayak tidak ada Covid-19,” ujar Sri, Senin (31/8/2020).
Pedagang kaki lima ini pun enggan penutupan wilayah sebagai opsi memutus mata rantai Covid-19. Sebab, penghasilan harian dan mobilitas warga akan terganggu. Menurut dia, pilihan terbaik ialah menjalankan protokol kesehatan. Kenakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan pakai sabun pada air mengalir atau gunakan antiseptik.
Dudung (31) hanya mendengar sekelebat informasi bahwa kasus positif bertambah. Ia tidak tahu persis seberapa mengkhawatirkan kondisi saat ini. Fokusnya bekerja mengais rupiah karena pemasukan sebagai pengojek daring mulai lancar. ”Kurang tahu (lonjakan kasus). Saya lihat orang mulai ramai lagi (aktivitas warga),” kata Dudung. Saat ini pendapatan hariannya sudah bisa mencapai Rp 200.000. Sebelumnya paling banyak Rp 100.000.
Warga Simprug, Grogol Selatan, ini berharap tidak ada lagi penutupan wilayah guna memutus mata rantai penularan Covid-19. Sebagai gantinya, setiap orang harus sungguh-sungguh menerapkan protokol kesehatan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam sambutannya di webinar SDGs Jakarta menuturkan, Pemprov DKI mengendalikan penyebaran Covid-19 dengan indikator penurunan kasus aktif, angka kematian, dan meningkatnya pasien sembuh. Walakin perlu sinegritas antara pemerintah dan warga guna mencapai nol kasus aktif.
”Ini belum selesai, masih punya pekerjaan rumah untuk menuntaskan sampai betul-betul nol kasus aktif. Itu baru namanya selesai,” kata Anies. Warga diimbau tetap menjalankan protokol kesehatan selama beraktivitas dan pemprov terus melaksanakan kewajiban, seperti tes secara masif, penelusuran kontak, isolasi, atau merawat pasien Covid-19.
Kombinasi buruk
Sebagian warga menilai, lonjakan kasus terjadi karena pemerintah setengah hati menegakkan peraturan dan warga abai terapkan protokol kesehatan. Situasi semakin buruk karena minimnya pengetahuan tentang Covid-19.
Menurut Emha A Poetra (23), pemerintah dan warga berkontribusi pada lonjakan kasus. Pemerintah kurang tegas dalam upaya menekan penyebaran virus dan warga abai menerapkan protokol kesehatan. Contoh di Ciledug, Kota Tangerang, lingkungan tempat tinggalnya. Banyak warga tidak mengenakan masker saat nongkrong di warung atau kedai kopi.
”Pernah saya tegur untuk pakai masker, jawabannya malah kami tidak ke mana-mana, tidak batuk dan pilek,” ucap Emha. Ada keyakinan dalam dirinya bahwa penularan akan putus apabila pemerintah tegas dan warga ikuti protokol kesehatan.
Yohanes (28), warga Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalami stigma dari warga sekitar setelah kakaknya terpapar Covid-19. Ada bisik-bisik tetangga untuk menjauhi kawasan rumahnya karena takut terpapar. ”Saya keluar rumah, ada yang teriak ketakutan,” ujar Yohanes. Hasil tes usapnya negatif Covid-19.
Menurut dia, warga percaya Covid-19 nyata setelah sang kakak positif. Walakin mereka takut ikuti tes cepat ataupun tes usap. Padahal, pengurus rukun warga dan rukun tetangga memfasilitasi kedua tes tanpa biaya.
Situasi ini menunjukkan bahwa ketegasan peraturan, kepatuhan protokol kesehatan, dan pemahaman tentang Covid-19 masih menjadi pekerjaan rumah. Apalagi pandemi masih jauh dari terkendali.