Polisi Temukan 47 Pohon Ganja di Perumahan Padat Penduduk Tangerang
Tren bercocok tanam di tengah pandemi juga dilakukan dua bersaudara, Syamsiar dan Wawan. Namun, mereka justru menanam pohon ganja di rumahnya yang masuk kawasan padat penduduk.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Anggota Kepolisian Sektor Ciledug menemukan 47 pohon ganja di rumah warga di Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Senin (31/8/2020). Penemuan tanaman ganja dalam kantong tanam (polybag) di kawasan padat penduduk itu merupakan hasil dari pengembangan kasus penangkapan tersangka pengedar ganja.
Polisi menangkap dua orang, yaitu Syamsiar (38), Iman (21), dan MZ (15). Kepala Polsek Ciledug Komisaris Ali Zusron menerangkan, penemuan tanaman ganja bermula dari pengungkapan kasus transaksi narkoba di Jalan Arrahman, Kota Tangerang. Di lokasi itu, polisi menangkap MZ dan Iman beserta barang bukti satu paket ganja basah yang sudah dikeringkan. Ganja dikemas dalam kertas buku tulis seberat 15 gram.
Setelah menangkap MZ dan Iman, polisi melakukan pengembangan penyelidikan. Mereka memperoleh informasi bahwa ganja tersebut berasal dari sepasang saudara, yakni Wawan dan Syamsiar. Polisi kemudian menuju ke kediaman mereka. Di sana, polisi melakukan penggerebekan dan mengamankan Syamsiar. Namun, tersangka Wawan berhasil melarikan diri. Hingga saat ini Wawan masih dalam pengejaran polisi.
Di lantai dua rumah Syamsiar, polisi menemukan 47 pohon ganja setinggi 20 sentimeter hingga 100 sentimeter yang ditanam dalam kantong tanam hitam. Lantai dua rumah Syamsiar tidak beratap karena dikhususkan untuk bercocok tanam. Selain pohon ganja, ada tanaman cabai yang juga ditanam di sana.
”Rumah tersangka ada di kawasan padat penduduk. Warga sekitar tidak curiga kedua pelaku menanam ganja karena pohon ganjanya disembunyikan atau tertutup dengan tanaman cabai,” kata Ali.
Ali belum mengetahui dari mana pohon-pohon ganja diperoleh. Sebab, menurut keterangan Syamsiar, bibit pohon ganja didatangkan oleh Wawan. Menurut Ali, Syamsiar dan Wawan telah menanam ganja sejak Maret 2020 ketika awal-awal Covid-19 mulai merebak di Indonesia.
Syamsiar dan Wawan, kata Ali, merupakan karyawan swasta dan kini tidak bekerja karena terkena dampak ekonomi Covid-19. Kendati demikian, Ali belum berani memastikan motif Syamsiar dan Wawan menanam ganja muncul karena tidak mendapat penghasilan selama menganggur.
”Ganja-ganja itu mereka edarkan di sekitaran Tangerang dengan harga ratusan ribu rupiah per pohonnya. Selain dijual, sebagian untuk mereka konsumsi sendiri,” kata Ali.
Pengajar Universitas Paramadina, Jakarta, Anton Aliabbas, menduga, pandemi Covid-19 yang memorakporandakan segala bidang dan menambah jumlah keluarga yang jatuh miskin menjadi angin segar bagi bisnis jual-beli narkoba. Meningkatnya angka pengangguran kemungkinan memicu naiknya angka kriminalitas, termasuk partisipasi dalam perdagangan gelap narkotika (Kompas, 8/8/2020).
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) lewat publikasi berjudul Synthetic Drugs in East and Southeast Asia: Latest Developments and Challenges, Mei 2020, menyebutkan, masih aktifnya peredaran narkoba selama pandemi Covid-19 belum tentu sebagai dampak dari adanya pandemi tersebut. Sebab, aktivitas pasar gelap memang punya fleksibilitas untuk menyesuaikan diri dengan segala krisis.
Sebelum Covid-19 menyerang dunia, beragam krisis dihadapi para penyelundup, seperti berkurangnya suplai dan meningkatnya pengamanan pada sejumlah jalur perdagangan obat.