Bagi Warga, Pembukaan Taman Lebih Masuk Akal Ketimbang Bioskop
Antusiasme warga untuk beraktivitas di taman tidak surut meskipun masih banyak taman di Jakarta yang ditutup pada masa pandemi Covid-19 ini. Keramaian terlihat di seputar taman, Minggu (30/8/2020).
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga DKI Jakarta menilai, pembukaan semua taman di kawasan Jakarta lebih masuk akal ketimbang dibukanya lagi gedung bioskop. Meskipun saat ini sudah ada 16 ruang terbuka hijau yang dibuka, warga masih memadati kawasan sekitar taman yang masih ditutup untuk berbagai aktivitas.
Minggu (30/8/2020) pukul 08.30, kerumunan warga di jalur pedestrian Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, tidak dapat dihindarkan. Meski sudah mengetahui Taman Suropati masih ditutup, mereka tetap memadati area tersebut.
Salah satunya Arif (43), wiraswasta asal Jatinegara, Jakarta Timur. Selama pandemi Covid-19, ia selalu menyempatkan diri datang ke Taman Suropati setiap hari Minggu. Ia memanfaatkan taman tersebut untuk beristirahat setelah bersepeda dari rumahnya ke Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Arif sebenarnya memiliki pilihan untuk bersepeda ke kawasan khusus pesepeda yang dekat dengan tempat tinggalnya, seperti jalur Kanal Timur, Duren Sawit, Jakarta Timur. Akan tetapi, hal itu ia urungkan karena ingin menikmati segarnya udara di Taman Suropati meski dari luar.
”Kalau ke Bundaran HI, kan, ada Taman Suropati ini. Seger aja lihatnya banyak pohon rindang. Enak buat istirahat,” ujarnya sembari duduk di trotoar samping Taman Suropati.
Arif tidak sendirian. Banyak pesepeda lain yang juga duduk di trotoar tersebut secara berkelompok pagi itu. Beberapa orang juga memanfaatkan jalur pedestrian tersebut menjadi lintasan lari.
Beberapa orangtua mengajak anak-anak mereka yang berusia di bawah 2 tahun ke taman tersebut. Ada pula anak berusia di atas 2 tahun yang bermain di sana. Tentu saja, anak-anak ini memakai masker dan ada pula yang mengenakan pelindung wajah. Sayangnya, beberapa orang dewasa malah memakai masker dengan cara yang salah.
Sekitar 10 meter dari tempat Arif beristirahat, belasan anggota Komunitas Sugar Glider Indonesia (KSGI) Regional Jakarta juga tampak berkumpul. Ditutupnya Taman Suropati tidak menyurutkan minat mereka untuk tetap berjejaring.
”Setiap hari Minggu memang kami berkumpul di sini, saling berbagi pengalaman. Sekarang karena taman masih ditutup, ya, di luar saja ngumpul-nya,” kata Yogi (37), salah satu anggota KSGI Regional Jakarta.
Yogi berharap agar semua taman di Jakarta kembali dibuka dengan protokol kesehatan. Sebab, selain menjadi ruang bagi anggota komunitas untuk berkumpul, taman juga menjadi lahan bagi para pedagang kecil untuk mencari nafkah.
Biasanya para anggota KSGI Regional Jakarta berkumpul di Taman Suropati pukul 08.00-12.00. Akan tetapi, karena taman masih ditutup, mereka hanya bisa berkumpul hingga pukul 10.00.
”Pekan lalu sempat dibubarkan sama Satpol PP karena terlalu banyak orang kerumunan. Kami akui, kemarin memang ramai karena kami lagi adain lomba,” kata Bentar (20), admin KSGI Regional Jakarta.
Tercatat, ada lebih dari 200 orang yang saat ini terdaftar sebagai anggota KSGI Regional Jakarta. Tidak semua anggota rutin menghadiri pertemuan. Pada Minggu (30/8/2020) terpantau hanya ada belasan orang yang datang.
Bentar menilai, pembukaan taman lebih masuk akal ketimbang gedung bioskop saat ini. Apabila taman di buka, ia mendukung agar para pengunjung diwajibkan menaati protokol kesehatan. ”Ketimbang gedung bioskop, lebih baik taman yang dibuka di Jakarta,” katanya.
Situasi berbeda terlihat di Taman Menteng dan Taman Kodok yang berlokasi sekitar 500 meter dari Taman Suropati. Sekitar pukul 09.15, tidak satu warga pun berada di sekitar kawasan tersebut.
Berdasarkan pantauan, kawasan taman tersebut memang ditutup rapat dengan kayu bambu. Penutupan tidak hanya dilakukan di area taman, tetapi juga di jalur pedestriannya. Di sisi lain, Jalan Kediri dan Jalan Sidoarjo yang menjadi akses masuk ke taman juga ditutup.
Pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuka 16 ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta pada 13 Juni 2020. Pembukaan tersebut disertai dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, seperti pengecekan suhu tubuh, membatasi jumlah pengunjung, serta melarang lansia dan anak-anak untuk masuk.
Bentar menilai, pembukaan taman lebih masuk akal ketimbang gedung bioskop saat ini. Apabila taman di buka, ia mendukung agar para pengunjung diwajibkan menaati protokol kesehatan. Ketimbang gedung bioskop, lebih baik taman yang dibuka di Jakarta.
Di Taman Tebet, Jakarta Selatan, para pengunjung yang hendak masuk wajib menunjukkan KTP kepada petugas keamanan untuk didata. Pintu masuk juga dibuat terpusat di pintu barat. Di sana terdapat posko pengecekan.
Sementara di pintu timur ditutup oleh pembatas kayu bambu. Meski begitu, beberapa warga terlihat menerobos pembatas tersebut dengan leluasa. Artinya, orang bisa masuk tanpa melintasi pos pemeriksaan di pintu barat.
Rangga (29), warga Tebet Barat, Jakarta Selatan, merasa beruntung dengan Taman Tebet kembali dibuka sejak Juni lalu. Ia bisa memanfaatkan lintasan lari di taman tersebut untuk berolahraga. Sebelumnya, taman tersebut sempat ditutup selama lebih dari dua bulan.
”Sangat (beruntung), ya, karena kalau tidak olahraga, rasanya stres. Kemarin tiga bulan enggak bisa lari-lari disini,” katanya sambil mengusap keringatnya yang belum mengering.
Setiap akhir pekan Rangga memang selalu menyempatkan diri berolahraga di Taman Tebet. Sesekali, ia pernah mencoba datang ke kawasan Stadion Gelora Bung Karno, Senayan. Banyaknya pengunjung GBK membuat Rangga harus mengantre selama puluhan menit untuk masuk ke kawasan stadion. ”Kapok saya ke sana. Niatnya olahraga malah harus antre kayak mau ambil sembako,” ujarnya.
Sebelumnya, arsitek lanskap dan pegiat Kemitraan Kota Hijau, Nirwono Joga, mengatakan, pada masa PSBB transisi harus ada rambu-rambu khusus untuk ke taman kota. Warga lebih baik datang ke taman yang paling dekat dengan rumah, menjaga jarak, tidak datang jika sakit, menghindari penggunaan air mancur, dan menghindari kerumunan.
”Sebisa mungkin ke taman yang bisa dijangkau dengan jalan kaki atau bersepeda dari rumah,” katanya (Kompas, 21 Juni 2020).
Sementara dosen di Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara, Jakarta, mengatakan, bahwa kebutuhan berada di ruang terbuka hijau adalah kebutuhan dasar untuk menjaga kesehatan kaum urban. Untuk itu, taman kota perlu ada demi kesehatan jiwa (Kompas, 21 Juni 2020).