Soal Ruas Tol untuk Jalur Sepeda Balap, DKI Tunggu Jawaban Kementerian PUPR
Pemprov hendak memfasilitasi khusus pesepeda jalan raya setiap hari Minggu pukul 06.00-09.00.
Oleh
Helena F Nababan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta membenarkan adanya surat Pemerintah Provinsi DKI yang mengusulkan pembukaan sebagian ruas jalan tol lingkar dalam untuk jalur khusus sepeda balap atau sepeda jalan raya (road bike). Surat dikirimkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dalam surat bertanggal 11 Agustus 2020 yang beredar di media sosial itu disebutkan, ruas tol lingkar dalam Jakarta yang diusulkan sebagai lintasan road bike adalah ruas tol Cawang-Tanjung Priok di sisi barat. Itu hanya berlaku pada hari Minggu pukul 06.00-09.00.
”Kami mengusulkan kepada Menteri PUPR untuk disiapkan satu ruas tol, tepatnya mulai Kebon Nanas sampai arah Tanjung Priok, satu sisi saja, yang akan digunakan sebagai jalur sepeda sementara untuk sepeda road bike. Jadi menyiapkan satu jalur sendiri sebagai jalur sepeda sementara untuk road bike,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Rabu (26/8/2020).
Di DKI Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan pesepeda, sudah dibuat jalur sepeda sepanjang 63 kilometer di 22 ruas jalan. Dinas Perhubungan juga membuat jalur sepeda sementara (pop up bike lane) di Jalan MH Thamrin-Sudirman. Jumlah pesepeda di jalur sepeda sementara itu mencapai 82.380 pesepeda pada periode 20-26 Juli 2020. Sejak dioperasikan awal Juli, kenaikan volume pesepeda mencapai 15 persen.
Selain pesepeda santai, ada pula pesepeda jalan raya yang menggunakan jalur sepeda itu. Namun, mengingat karakter sepeda jalan raya yang jika dikendarai dengan benar bisa melaju sangat cepat, perlu ada jalur khusus.
Pengamat tata kota Nirwono Joga menegaskan, DKI Jakarta harus kembali ke undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yakni jalan tol dibuat untuk kendaraan roda empat berkecepatan tinggi. Dari aturan itu sudah jelas, sepeda motor saja tidak boleh masuk, apalagi sepeda. Kementerian PUPR sudah pasti akan menolak karena apabila menyetujui, harus merevisi undang-undang.
”Kenapa DKI tidak mempelajari dulu aturannya?” kata Nirwono.
Salah satu yang disorot adalah fasilitas itu hanya untuk satu komunitas. ”Jangan berpikir sempit hanya untuk memfasilitasi komunitas di DKI, karena ini juga akan membuka peluang untuk menggunakan jalan tol di wilayah Indonesia yang lain,” ujarnya.
Kementerian PUPR diharapkan tidak memberi izin karena akan menjadi blunder di seluruh Indonesia. Apalagi, yang harus diperhatikan adalah aspek keselamatan dan keamanan bersepeda.
”Lebih baik DKI fokus membangun infrastruktur bersepeda dengan mengikuti kebutuhan pesepeda, jalur yang memang betul mereka perlukan, dengan melibatkan komunitas atau masyarakat yang betul-betul menggunakan,” tegas Nirwono.